digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Formasi Rajamandala telah banyak diteliti sebelumnya karena dianggap dapat dijadikan model analog pada reservoir karbonat yang berumur Oligosen–Miosen. Akan tetapi, penelitian mengenai hubungan antara paleobiodiversitas dengan aspek lain (siklus pengendapan, porositas, rekahan, diagenesis) belum pernah dilakukan pada Formasi Rajamandala, Daerah Cikamuning. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah siklus pengendapan yang terdapat pada Formasi Rajamandala, mengetahui hubungan antara siklus pengendapan dengan paleobiodiversitas dalam fasies karbonat, dan mengetahui faktor pengontrol yang mempengaruhi siklus pengendapan. Metode yang dilakukan berupa observasi singkapan dan inti bor, observasi sayatan tipis, analisis kuantitatif dann analisis kualitatif fosil biota serta pemodelan fasies dan biodiversitas. Analisis untuk studi khusus dilakukan pada satu penampang stratigrafi singkapan dan satu inti bor serta 49 sayatan tipis yang terdapat pada platform-1 dan platform-2 di daerah Cikamuning. Berdasarkan sebaran vertikal dan lateral fasies, daerah penelitian terdiri dari tigabelas asosiasi fasies dengan lima fase lingkungan pengendapan yaitu lingkungan terumbu, lingkungan lereng depan, lingkungan turbidit proksimal, lingkungan turbidit distal, dan lingkungan laut dalam dengan mekanisme debris. Sikuen stratigrafi orde ketiga pada daerah penelitian berdasarkan analisis biostratigrafi dan analisis hubungan lapisan terdiri dari empat siklus pengendapan antara lain platform-1, platform-2, siklus karbonat turbidit, dan siklus breksi karbonat laut dalam. ii Analisis paleobiodiversitas yang dikontrol oleh sikuen orde ketiga menunjukkan adanya delapan siklus pengendapan di daerah penelitian. Sedangkan siklus pengendapan karbonat frekuensi tinggi pada sikuen orde keenam terdiri dari satu siklus normal dan ?40 siklisitas yang tidak normal. Sebagian besar dalam satu siklus pengendapan tersebut merupakan siklus paleobiodiversitas yang tidak normal karena hanya mempunyai dua tahap perkembangan terumbu yaitu tahap diversifikasi dan dominasi. Sedangkan siklus normal mempunyai tahap stabilisasi, kolonisai, diversifikasi, dan dominasi secara lengkap dan berurutan. Tahap stabilisasi dan kolonisasi pada penelitian ini lebih menunjukkan hasil rombakan karena kontrol allogenik yang berada pada fase keep-up progradasi sehingga dapat diasumsikan sebagai tahap dominasi atas. Ketidaknormalan atau abnormalitas dari siklus paleobiodiversitas dapat disebabkan karena beberapa faktor yang menghambat diantaranya faktor autogenik dan allogenik. Pada siklus frekuensi tinggi, faktor autogenik yang menjadi pengaruh utama abnormalitas, seperti kemampuan ekologi (autocyclic), gangguan periodik yang dimanifestasikan sebagai hardground (sedimen karbonat terlitifikasikan yang menjadi dasar laut) yang dapat disebabkan karena fluktuasi muka laut dan berasosiasi dengan iklim pada rentang siklus Milankovitch precession. Pada siklus karbonat orde ketiga di Cikamuning, faktor allogenik lebih berpengaruh, seperti seperti terbentuknya stacking pattern, hardground dan surface eksposure, eustatik atau fluktuasi muka laut berkaitan dengan siklus Milankovitch eccentricity 400-kyr, rata-rata sedimentasi-akomodasi, influks dari luar, dan subsiden yang berasosiasi dengan tektonik. Hasil integrasi dari analisis sebaran vertikal dan lateral fasies, analisis sikuen stratigrafi berdasarkan biostratigrafi dan hubungan lapisan, serta analisis siklisitas berdasarkan paleobiodiversitas menunjukkan secara regional daerah penelitian terdiri dari empat siklus pengendapan pada sikuen orde ketiga dengan ketebalan secara keseluruhan ±300-350 m. Empat siklus tersebut masing-masing dibatasi oleh batas sikuen. Sedangkan secara lebih spesifik atau pada siklus pengendapan dengan frekuensi yang lebih tinggi (orde keempat hingga kelima) terdapat tigabelas siklus pengendapan di daerah Cikamuning berdasarkan hasil integrasi tersebut. Fungsi dari mechanical layer dari karbonat dan paleobiodiversitas dapat menjadi salah satu faktor pengontrol porositas sekunder terutama ditunjukkan oleh kontak butiran dari jenis biota tertenu. Beberapa siklus pengendapan yang menunjukkan kehadiran porositas sekunder tertentu akibat rekahan dan perlarutan dari butiran, matriks, semen, dan stilolit, juga dijumpai menunjukkan karakteristik fasies dan biota tertentu.