Formasi Rajamandala telah banyak diteliti sebelumnya karena dianggap dapat
dijadikan model analog pada reservoir karbonat yang berumur Oligosen–Miosen.
Akan tetapi, penelitian mengenai hubungan antara paleobiodiversitas dengan
aspek lain (siklus pengendapan, porositas, rekahan, diagenesis) belum pernah
dilakukan pada Formasi Rajamandala, Daerah Cikamuning. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui jumlah siklus pengendapan yang terdapat pada
Formasi Rajamandala, mengetahui hubungan antara siklus pengendapan dengan
paleobiodiversitas dalam fasies karbonat, dan mengetahui faktor pengontrol yang
mempengaruhi siklus pengendapan. Metode yang dilakukan berupa observasi
singkapan dan inti bor, observasi sayatan tipis, analisis kuantitatif dann analisis
kualitatif fosil biota serta pemodelan fasies dan biodiversitas. Analisis untuk studi
khusus dilakukan pada satu penampang stratigrafi singkapan dan satu inti bor
serta 49 sayatan tipis yang terdapat pada platform-1 dan platform-2 di daerah
Cikamuning.
Berdasarkan sebaran vertikal dan lateral fasies, daerah penelitian terdiri dari
tigabelas asosiasi fasies dengan lima fase lingkungan pengendapan yaitu
lingkungan terumbu, lingkungan lereng depan, lingkungan turbidit proksimal,
lingkungan turbidit distal, dan lingkungan laut dalam dengan mekanisme debris.
Sikuen stratigrafi orde ketiga pada daerah penelitian berdasarkan analisis
biostratigrafi dan analisis hubungan lapisan terdiri dari empat siklus pengendapan
antara lain platform-1, platform-2, siklus karbonat turbidit, dan siklus breksi
karbonat laut dalam.
ii
Analisis paleobiodiversitas yang dikontrol oleh sikuen orde ketiga menunjukkan
adanya delapan siklus pengendapan di daerah penelitian. Sedangkan siklus
pengendapan karbonat frekuensi tinggi pada sikuen orde keenam terdiri dari satu
siklus normal dan ?40 siklisitas yang tidak normal. Sebagian besar dalam satu
siklus pengendapan tersebut merupakan siklus paleobiodiversitas yang tidak
normal karena hanya mempunyai dua tahap perkembangan terumbu yaitu tahap
diversifikasi dan dominasi. Sedangkan siklus normal mempunyai tahap stabilisasi,
kolonisai, diversifikasi, dan dominasi secara lengkap dan berurutan. Tahap
stabilisasi dan kolonisasi pada penelitian ini lebih menunjukkan hasil rombakan
karena kontrol allogenik yang berada pada fase keep-up progradasi sehingga dapat
diasumsikan sebagai tahap dominasi atas.
Ketidaknormalan atau abnormalitas dari siklus paleobiodiversitas dapat
disebabkan karena beberapa faktor yang menghambat diantaranya faktor
autogenik dan allogenik. Pada siklus frekuensi tinggi, faktor autogenik yang
menjadi pengaruh utama abnormalitas, seperti kemampuan ekologi (autocyclic),
gangguan periodik yang dimanifestasikan sebagai hardground (sedimen karbonat
terlitifikasikan yang menjadi dasar laut) yang dapat disebabkan karena fluktuasi
muka laut dan berasosiasi dengan iklim pada rentang siklus Milankovitch
precession. Pada siklus karbonat orde ketiga di Cikamuning, faktor allogenik
lebih berpengaruh, seperti seperti terbentuknya stacking pattern, hardground dan
surface eksposure, eustatik atau fluktuasi muka laut berkaitan dengan siklus
Milankovitch eccentricity 400-kyr, rata-rata sedimentasi-akomodasi, influks dari
luar, dan subsiden yang berasosiasi dengan tektonik.
Hasil integrasi dari analisis sebaran vertikal dan lateral fasies, analisis sikuen
stratigrafi berdasarkan biostratigrafi dan hubungan lapisan, serta analisis siklisitas
berdasarkan paleobiodiversitas menunjukkan secara regional daerah penelitian
terdiri dari empat siklus pengendapan pada sikuen orde ketiga dengan ketebalan
secara keseluruhan ±300-350 m. Empat siklus tersebut masing-masing dibatasi
oleh batas sikuen. Sedangkan secara lebih spesifik atau pada siklus pengendapan
dengan frekuensi yang lebih tinggi (orde keempat hingga kelima) terdapat
tigabelas siklus pengendapan di daerah Cikamuning berdasarkan hasil integrasi
tersebut.
Fungsi dari mechanical layer dari karbonat dan paleobiodiversitas dapat menjadi
salah satu faktor pengontrol porositas sekunder terutama ditunjukkan oleh kontak
butiran dari jenis biota tertenu. Beberapa siklus pengendapan yang menunjukkan
kehadiran porositas sekunder tertentu akibat rekahan dan perlarutan dari butiran,
matriks, semen, dan stilolit, juga dijumpai menunjukkan karakteristik fasies dan
biota tertentu.
Perpustakaan Digital ITB