digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Tumbuhan Morus, atau ”Murbei“, terdiri dari sekitar 28 spesies dan merupakan salah satu genus yang bernilai ekonomi pada famili Moraceae. Penyebarannya meliputi daerah tropis hingga subtropis di wilayah Asia, Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Afrika. Kelompok tumbuhan ini memiliki keterkaitan yang penting dengan industri sutra karena daun Morus merupakan pakan ulat penghasil sutra tersebut. Selain untuk keperluan sutra, buah Morus (Murbei) tergolong buah yang dapat dikonsumsi, sementara kayunya sangat baik untuk dijadikan bahan bangunan dan mebel. Salah satu tumbuhan Morus yang endemik di Indonesia adalah Morus macroura Miq. Spesies Morus ini tumbuh di wilayah Sumatera Barat, dan dikenal dengan nama tumbuhan „Andalas?. Selain di Sumatera Barat, M. macroura juga dapat dijumpai di wilayah Cina bagian selatan. Secara fitokimia, terdapat perbedaan yang cukup berarti pada kandungan metabolit sekunder M. macroura asal Cina dan Indonesia. Kayu batang M. macroura Indonesia kaya dengan stilben oksiresveratrol, sehingga mampu menghasilkan dimer stilben dan beberapa turunan 2-arilbenzofuran teprenilasi. Sementara itu, selain berbagai turunan 2-arilbenzofuran, sampel M. macroura asal Cina banyak menghasilkan berbagai jenis turunan adduct Diels-Alder. Namun demikian, kajian fitokimia kultur jaringan M. macroura belum banyak dilaporkan. Dalam rangka melengkapi kajian fitokimia M. macroura asal Indonesia, pada penelitian ini telah dilakukan penyelidikan terhadap kulit batang M. macroura Selain itu telah dilakukan kajian fitokimia terhadap kultur akar tumbuhan ini. Senyawa-senyawa hasil isolasi tersebut selanjutnya diuji bioaktivitasnya terhadap sel murin leukemia P-388 dan sebagai antibakteri. Sampel kulit batang tumbuhan Andalas diperoleh dari daerah Matur, Sumatera Barat. Kultur akar ditumbuhkan di Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam, FMIPA-ITB, Bandung. Isolasi senyawa pada penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap pekerjaan, yang meliputi ekstraksi dengan menggunakan teknik maserasi, fraksinasi dan pemurnian senyawa dengan menggunakan berbagai teknik kromatografi. Struktur molekul senyawa hasil isolasi ditentukan berdasarkan data-data spektroskopi yang meliputi spektroskopi UV, IR, NMR-1D (1H dan 13C) dan NMR-2D (COSY, HMQC, HMBC, NOESY) serta spektroskopi massa resolusi tinggi (HRMS). Uji sitotoksisitas terhadap sel murine leukemia P- 388 dengan metode MTT [3-(4,5-dimetiltiazo-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida] assay dan uji aktivitas antimikroba senyawa murni dilakukan terhadap dua bakteri Gram-(+) (Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Bacillus subtilis) dan dua bakteri Gram-(-) (Escherichia coli ATCC 25922 dan Proteus sp) dengan menggunakan metode mikrodilusi. Berdasarkan metodologi tersebut, pada penelitian ini telah berhasil diisolasi sebelas senyawa dari kedua sampel tersebut, yang terdiri dari sepuluh senyawa fenolik yaitu turunan 2-arilbenzofuran, flavanon, orsinol, tipe adduct Diels-Alder dan satu senyawa non fenolik turunan steroid. Senyawa-senyawa tersebut adalah morasin B (1), morasin C (2), morasin M (3), mulberofuran K (4), norartokarpanon (5), mulberosida C (6), 2,4-dihidroksi-3,6-dimetil benzoat metil ester (metil ?-orsinol karboksilat) (7), stigmasterol (8), morasin D (9), kuwanon J (10) dan guangsangon E (11). Senyawa 1-8 berasal dari sampel kulit batang, sedangkan senyawa 9-11 diperoleh dari kultur akar. Berdasarkan hasil kajian fitokimia tersebut, sampel kulit batang M. macroura cenderung menghasilkan turunan 2-arilbenzofran, sedangkan dari sampel kultur akar lebih didominasi oleh turunan adduct Diels-Alder. Berdasarkan penelusuran literatur, senyawa 2, 5, 7, 8 dan 9 baru pertama kali diisolasi pada spesies M. macroura, sedangkan senyawa 1, 3, 4, 6, 10 dan 11 sudah pernah ditemukan sebelumnya. Selain itu, senyawa turunan orsinol, yaitu 2,4-dihidroksi-3,6-dimetil benzoat metil ester (7), baru pertama kali ditemukan pada genus Morus. Hasil uji sitotoksisitas senyawa-senyawa hasil isolasi terhadap sel murine leukemia P-388 memperlihatkan bahwa senyawa 4 memiliki sitotoksisitas yang sangat aktif (IC50 0,58 ?g/mL), tiga senyawa 3, 7, dan 11 memperlihatkan sitotoksisitas dengan kategori aktif (IC50 2,1 - 4,0 ?g/mL), sedangkan tujuh senyawa lainnya 1, 2, dan 5-10 tergolong tidak aktif (IC50 > 4,0 ?g/mL). Berdasarkan uji sitotoksik, turunan 2-arilbenzofuran 3, 4 dan 11 memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan turunan flavanon 5 dan steroid 8. Lebih khusus lagi, senyawa 4 dan 11 memperlihatkan aktivitas sitotoksik paling tinggi. Pada pengujian antibakteri, sebelas senyawa murni hasil isolasi memperlihatkan aktivitas antibakteri yang beragam terhadap empat bakteri uji dengan kisaran nilai MIC dan MBC 3,125 - 100 µg/mL. Beberapa senyawa hasil isolasi menunjukkan aktivitas yang tinggi terhadap bakteri tertentu dengan nilai MIC < 10,0 µg/mL. Senyawa 4, 10 dan 11 bersifat antibakteri kuat terhadap S. aureus, E. coli dan B. subtilis. Aktivitas antibakteri yang diperlihatkan oleh senyawa 1-4, 6, 9 dan 11 terhadap keempat bakteri uji juga tergolong cukup kuat. Berdasarkan strukturnya, turunan 2-arilbenzofuran 1, 4, 9 dan 11 juga memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan turunan flavanon 5 dan steroid 8. Dengan demikian, senyawa-senyawa tersebut potensial sebagai sumber baru senyawa-senyawa yang bersifat sebagai antibiotik, terutama terhadap bakteri yang resisten terhadap obat-obat antibiotik yang beredar di masyarakat. Berdasarkan hasil-hasil tersebut dapat disimpulkan pada penelitian ini telah berhasil diisolasi sebelas senyawa fenolik dan nonfenolik dari kedua sampel kulit batang dan kultur akar M. macroura. Dari kajian fitokimia tersebut juga dapat disarankan bahwa sampel M. macroura Indonesia kurang menghasilkan turunan adduct Diels-Alder, berbeda dari sampel kultur akar dan sampel tumbuhan ini asal Cina yang lebih cenderung menghasilkan kelompok senyawa tersebut. Penelitian ini juga telah berhasil mengungkapkan aktivitas sitotoksik dan aktivitas antibakteri dari sebelas senyawa 1-11, dimana senyawa mulberofuran K (4) memiliki aktivitas sitotoksik terkuat (IC50 0,58 ?g/mL) dan aktivitas antibakteri yang tinggi pula terhadap bakteri S. aureus (MIC = 3,12 µg/mL), sehingga dapat disarankan sebagai lead compound untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai agen antitumor dan antibakteri.