digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAKindo.pdf
PUBLIC karya

Arah kedatangan (Direction of Arrival atau DoA) dari suatu objek adalah terminologi pada bidang radar dan sonar yang terkait dengan sudut kedatangan objek relatif terhadap posisi sensor pengamat. Teknik estimasi DoA berkembang sejak era klasik yang dipacu oleh kebutuhan militer khususnya pada Perang Dunia I dan Perang Dunia II dilanjutkan dengan era kebutuhan domestik seperti sistem navigasi sampai dengan era sistem jaringan radar terdistribusi (distributed radar network (DRN) dan wireless sensor network (WSN) saat ini. Pada era DRN yang memiliki sifat daya rendah serta sensor yang banyak namun bandwidth transmisi terbatas, teknik estimasi DoA konvensional seperti Minimum Variance Distortionless Response (MVDR) dan Multiple Signal Classi_cation (MUSIC) beserta algoritma-algoritma turunannya yang mengandalkan resolusi tinggi dengan sampel data yang besar tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan sistem terdistribusi tadi. Salah satu cara untuk mengurangi data serta meningkatkan e_siensi pada proses akuisisi adalah teknik penginderaan kompresif atau compressive sensing (CS). Penggunaan teknik CS untuk keperluan pengurangan data telah banyak dilakukan oleh para peneliti pada berbagai aplikasi termasuk estimasi DoA. Terdapat tiga skema utama penerapan CS untuk estimasi DoA yaitu skema sparsitas waktu, skema sparsitas ruang, dan skema sparsitas sudut. Skema sparsitas sudut memberikan tingkat kompresi yang paling tinggi dibandingkan dengan dua skema lainnya, sehingga skema ini banyak diteliti. Meski keuntungan pada sisi data yang kecil, estimasi DoA menggunakan CS memiliki kendala pada proses rekonstruksi yang memerlukan waktu komputasi yang lama. Beberapa cara telah usulkan oleh para peneliti untuk mempercepat waktu komputasi rekontruksi CS antara lain adalah dengan teknik transformasi uniter untuk mentransformasikan sinyal kompleks ke sinyal riil agar proses rekonstruksi lebih cepat. Pada penelitian ini, diusulkan pendekatan berbeda untuk mempercepat waktu komputasi yaitu dengan teknik pemindaian tak-lengkap (non-exhaustive scanning). Pemindaian tak-lengkap ini dilakukan dengan cara melakukan pemindaian pada arah-arah yang diduga secara a priori terdapat objek. Pemindaian tak-lengkap ini dapat mengurangi data arah pemindaian menjadi sepertiga sampai seperlima dibandingkan dengan skema pemindaian lengkap yang umumnya dipakai. Dengan arah pindai yang lebih sedikit, proses rekonstruksi menjadi lebih cepat. Sensitivitas dari teknik pemindaian tak-lengkap pada lingkungan yang memiliki derau yang tinggi dapat dikurangi dengan menambahkan pemindaian tepi. Tiga skema pemindaian tepi diusulkan pula bersama dengan pemindaian tak-lengkap, yaitu pemindaian tepi seragam, pemindaian tepi acak, dan pemindaian tepi progresif. Hasil simulasi komputer menunjukkan bahwa kinerja skema pemindaian tak-lengkap dengan pemindaian tepi hampir sama dengan pemindaian lengkap namun dengan jumlah pemindaian hanya sepertiga dari jumlah pemindaian lengkap. Meski demikian, waktu komputasi pada kasus yang disimulasikan tidak meningkat sebanyak tiga kali namun hanya meningkat sebanyak sekitar 70 persen. Ketidaklinieran hubungan ini terjadi karena diperlukan jumlah iterasi lebih banyak pada teknik pemindaian tak-lengkap yang diusulkan dibandingkan dengan metode pemindaian lengkap. Di samping teknik pemindaian tak-lengkap, pada penelitian ini diusulkan pula teknik rekonstruksi CS baru dalam upaya mempercepat waktu komputasi. Teknik rekonstruksi CS yang diusulkan ini terdiri dari dua algoritma yaitu algoritma titik berat atau algoritma weight point (Algoritma WP) dan algoritma minimisasi norma orde satu via norma orde dua atau Algoritma L1-L2. Algoritma WP didasarkan pada interpretasi geometri dari solusi permasalahan rekonstruksi CS dengan meminimalkan norma orde satu, sedangkan Algoritma L1-L2 didasarkan pada solusi dari norma orde satu dengan terlebih dahulu mencari solusi norma orde dua kemudian mencari arah dari solusi norma orde dua tersebut ke solusi norma orde satu. Pencarian arah dilakukan dengan menggunakan proyeksi tertinggi dari norma orde dua ke masing-masing sumbu koordinat. Algoritma L1-L2 mengeksploitasi keuntungan dari solusi norma orde dua yang dapat diperoleh secara analitis sehingga tidak diperlukan iterasi dalam proses ini. Algoritma WP memiliki keuntungan pada kestabilan rekonstruksi pada lingkungan dengan koherensi tinggi, namun kompleksitas perhitungan bersifat eksponensial terhadap panjang sinyal sehingga algoritma ini tidak praktis digunakan untuk sinyal dengan dimensi yang besar. Algoritma L1-L2 di sisi lain memiliki waktu komputasi yang lebih cepat dibandingkan dengan pemrograman konveks dan sebanding kecepatannya dengan teknik rekonstruksi CS menggunakan teknik greedy yaitu orthogonal matching pursuit (OMP). Simulasi penggunaan Algoritma L1-L2 untuk estimasi DoA memberikan kecepatan rekonstruksi yang lebih cepat dibandingkan dengan rekonstruksi menggunakan pemrograman konveks. Skema dan algoritma yang diusulkan pada penelitian ini dengan demikian diharapkan dapat menjadi salah satu titik pijak bagi pengimplementasian teknik CS untuk estimasi DoA pada DRN khususnya dan untuk aplikasi WSN pada umumnya.