digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Manure sapi merupakan limbah peternakan, saat ini baru sebagian kecil digunakan untuk pembuatan pupuk, biogas, dan kompos. Proses pengomposan secara tradisional masih belum efektif, seperti waktu yang lama dan banyaknya unsur hara yang hilang. Keberhasilan pengomposan tergantung pada antara lain: bahan organik yang dikomposkan, skala pengomposan, metoda pengomposan, temperatur, sistem aerasi, kadar air, rasio C/N dan mikroorganisme. Kotoran sapi yang unik dapat menjadi habitat bagi komunitas mikroorganisme pendegradasi senyawa-senyawa organik yang khas. Sehingga pemahaman akan struktur dinamika mikroorganisme yang berperan pada degradasi senyawa organik di setiap fase pengomposan sangat diperlukan untuk mengontrol proses secara efektif. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan biodiversitas dan dinamika komunitas bakteri, arkea dan eukaryot selama proses pengomposan manure sapi. Pada jangka panjang hasil penelitian ini diharapkan mampu memperbaiki proses pengomposan secara lebih efektif. Dalam menganalisis keragaman mikroorganisme kompos digunakan pendekatan kultur independen, yang didasarkan atas perbedaan urutan fragmen gen 16S dan 18S rRNA. Fragmen gen diperoleh dengan cara amplifikasi PCR dari DNA total kompos yang dilanjutkan dengan analisis DGGE. Masing-masing pita DNA hasil analisis DGGE direamplifikasi untuk ditentukan urutan nukleotidanya. Masing-masing urutan nukleotida dianalisis tingkat kekerabatannya dengan menggunakan analisis filogenetik. Keragaman komunitas mikroorganisme dapat dilihat berdasarkan pengelompokan mikroorganisme yang diwakili oleh pita-pita DGGE. Keragaman mikroorganisme selama proses pengomposan diperlihatkan oleh sejumlah pita yang muncul dan menghilang pada gel DGGE selama pengomposan. Keragaman pita-pita DGGE dari bakteri dan eukaryot pada fase mesofilik hingga fase termofilik terlihat lebih bervariasi dibanding dengan pita-pita DGGE dari arkea. Namun pada fase akhir termofilik arkea metanogen lebih dominan dibanding bakteri dan eukaryot. Sedangkan pada fase pematangan bakteri lebih dominan berperan dibanding arkea dan eukarya. Selama proses pengomposan perubahan fisikokimia diamati antara lain temperatur, kadar air, pH, dan rasio C/N. Pada fase awal mesofilik temperatur teramati pada 28 °C yang selanjutnya naik sampai 60 °C pada puncak fase termofilik, kemudian turun kembali pada fase pematangan menjadi 35 °C. Kadar air dari 88, 32% pada fase mesofilik secara bertahap turun pada fase termofilik ii dan mencapai 43,46% pada fase pematangan. Perubahan pH dari 7,8 menjadi 8,9 di puncak fase termofilik, dan turun kembali 7,3 pada fase pematangan. Pada fase mesofilik rasio C/N 17,99, kemudian naik pada awal fase termofilik menjadi 33,08 dan turun menjadi 22,31 fase pematangan. Dari hasil penelitian ini ditemukan komunitas mikroorganisme selama proses pengomposan mengalami perubahan, disebabkan terjadinya perubahan dalam faktor lingkungan kompos. Mikroorganisme yang berperan dalam degradasi bahan kompos pada fase mesofilik ditemukan antara lain Pseudomonas, Providencia, Peptostreptococcus, Clostridium, Methanobacteriales, Methanosarcinales, Eimeriidae, Penicillium dan Ascomycota. Sebagai konsekuensi dari degradasi bahan kompos selama fase mesofilik terjadi kenaikan temperatur, selanjutnya fase mesofilik berubah menjadi termofilik. Mikroorganisme yang ditemukan pada awal fase termofilik adalah Pseudomonas, compost bacterium (Gammaproteobacteria), Bacillus, Methanobacteriales, Methanosarcinales, Apicomplexa, Eimeriidae, Aspergillus, Penicillium dan Ascomycota. Pada puncak fase termofilik yaitu temperatur 60 °C ditemukan mikroorganisme dengan keragaman yang paling rendah diantaranya adalah Bacillus, Ureibacillus, compost bacterium (Gammaproteobacteria), Methanobacteriales, Methanosarcinales, Eimeriidae Gregarina dan uncultured eukaryote (Ascomycota). Selanjutnya pada akhir fase termofilik, terjadi perubahan mikroorganisme yang ada antara lain adalah Clostridia yang sebelumnya hilang muncul kembali, selain itu juga terdapat Bacillus, Methanobacteriales, Methanosarcinales, Eimeriidae, Gregarina dan uncultured eukaryote (Ascomycota). Sedangkan pada fase pematangan mikroorganisme yang ditemukan adalah Clostridia, Gammaproteobacteria, Methanobacteriales, Methanosarcinales, Ascomycota dan uncultured eukaryote (Apicomplexa), mikroorganisme yang ada pada fase ini berbeda dengan yang ditemukan pada fase mesofilik. Ditemukannya bakteri, arkea dan eukaryot yang membentuk cluster baru hasil analisis pohon filogenetik selama proses pengomposan, diduga merupakan mikroorganisme jenis baru. Mikroorganisme ini merupakan mikroorganisme khas yang berperan selama proses pengomposan pada penelitian ini dan belum pernah dilaporkan sebelumnya. Bakteri yang membentuk cluster baru memiliki kedekatan dengan kelompok Gammaproteobacteria dan Clostridia. Sedangkan ordo Methanosarcinales dan Methanobacteriales arkea metanogen pada pengomposan ini membentuk cluster baru. Methanobacteriales terdapat pada semua fase namun dominan pada fase mesofilik dan fase pematangan dengan temperatur 28-35 0C. Selain itu famili Eimeriidae dan Ascomycota yang ditemukan pada pengomposan manure sapi ini berbeda dengan yang ada di database GenBank dan mempunyai kedekatan dengan Eimeriidae environmental dan Aspergillus. Pada hasil penelitian ini ditemukan famili Eimeriidae dan Gregarina merupakan protozoa dominan pada proses pengomposan ini. Komunitas mikroorganisme baik bakteri, arkea dan eukaryot yang berbeda pada tiap fase selama proses pengomposan merupakan interaksi kompleks antara mikroorganisme dan lingkungannya. Perubahan fisikokimia kompos akan mempengaruhi komposisi komunitas mikroorganisme, yang tergantung pada komposisi substrat. Sebaliknya, komposisi substrat juga sangat dipengaruhi oleh aktivitas metabolik dari mikroorganisme