digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kecerdasan Sistem Instrumentasi Cerdas mulai dikembangkan pada sensor dan aktuator yang dikenal sebagai Smart Sensor dan Smart Aktuator yang mampu melakukan kalibrasi sendiri. Selanjutnya dikembangkan data bus pintar yang mampu mendeteksi Fault dan menghadiran Sistem Instrumentasi yang Fault Tolerant. Intervensi komputer memulai era Sistem Instrumentasi lebih cerdas dan mandiri berbasis konsep Jaringan Saraf Tiruan, Logika Fuzzy, Genetic Algorithm. Namun hal itu memanfaatan komputer di luar sistem instrumentasi. Pada penelitian disertasi ini dibahas tentang pengembangan prosesor cerdas yang mampu menumbuhkan pengetahuannya secara mandiri sehingga dapat mewujudkan Sistem Instrumentasi Cerdas yg mandiri mengatur dirinya sendiri.Pengembangan prosesor yang mempunyai kemampuan kognitif tiruan sebagai Prosesor Kognitif dapat meningatkan kecerdasan dan kemandirian (autonomous) sistem instrumen cerdas. Prosesor Kognitif yang dikembangkan dalam penelitian disertasi ini mampu melakukan fusi informasi berdasarkan konsep baru di bidang Artificial Intelligence (AI) yang disebut dengan Knowledge Growing System (KGS) yang ditemukan pada 2009 oleh Arwin Datumaya Wahyudi Sumari, Adang Suwandi Ahmad, Aciek Ida Wuryandari, dan Jaka Sembiring. KGS adalah sistem yang dibangun untuk mengemulasikan proses penumbuhan pengetahuan baru yang terjadi dalam otak manusia saat mendapatkan informasi baru dari organ-organ penginderanya, seiring berjalannya waktu. Arsitektur Prosesor Kognitif dirancang dengan mengimplementasika algoritma KGS ke dalam komputasi KGS berdasarkan rumus ASSA2010 dan OMASSA2010 sehingga diperoleh data-path dari prosesor. Dengan menggunakan bahasa pemrograman VHDL kemudian diimplementasikan ke dalam board FPGA, dihasilkan desain Prosesor Kognitif. Kompleksitas rangkaian ditentukan oleh banyaknya kombinasi sensor dan kemungkinan kejadian yang menjadi masukan bagi prosesor ini. Desain ini telah dapat merepresentasikan proses tumbuh pengetahuan (knowledge growing) yang terjadi pada setiap waktu pengamatan. Representasi pertumbuhan pengetahuan ditunjukkan dalam bentuk nilai Degree of Certainty (DoC) yang didapat dari komputasi KGS. Nilai DoC menunjukkan nilai kemungkinan kejadian terbaik dari semua kemungkinan hipotessa yang mungkin muncul dari setiap waktu pengamatan. Dari Penelitian ini didapatkan dua alternatif disain arsitektur kognitif prosesor yaitu: Arsitektur berbasis fully-combinational yang memungkinkan proses komputasi KGS dijalankan secara real time tanpa adanya delay waktu komputasi. Dengan disain ini jumlah resources elemen logika dan luas rancangan bertambah seiring bertambahnya kombinasi sensor dan hipotesis yang diamati. Penggunaan daya pada prosesor juga bertambah, dikarenakan banyaknya elemen logika yang digunakan. Alternatif arsitektur ke dua adalah arsitektur berbasis systolic-array yang memungkinkan disain dibuat dengan jumlah resources elemen yang lebih sedikit. Hal ini mengakibatkan luas area disain bisa diperkecil, dan penghematan daya prosesor. Kompensasinya adalah waktu komputasi menjadi lebih lambat, dikarenakan adanya time-delay akibat scheduling pemakaian beberapa elemen prosesor setiap kali prosesor mendapat nilai sensor-kemungkinan kejadian yang berubah setiap waktu. Hasil dari penelitian disertasi ini menunjukkan bahwa perancangan Prosesor Kognitif akan mewujudkan sebuah sistem yang mempunyai kemampuan Kognitif, tumbuh pengetahuan (knowledge growing). Selanjutnya Prosesor Kognitif ini akan membuka kesempatan lebih luas dikembangkannya Sistem Instumentasi Cerdas yang lebih autonomous diantaranya untuk melakukan fungsi-fungsi monitoring dan deteksi dini serta kontrol.