digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Produktivitas padi di Sulawesi Selatan termasuk tertinggi di Kawasan Timur Indonesia. Dengan kekayaan sumber daya lahan, jenis tanah, fisiologi/bentuk wilayah, ketinggian tempat yang sangat bervariasi menjadikan sebagian besar daerah di Sulawesi Selatan sangat potensial untuk dikembangkan dalam bidang pertanian. Namun daerah ini juga sekaligus terpengaruh oleh aktivitas iklim tertutama fenomena ENSO (El-Nino Southern Oscilation). Sulawesi Selatan termasuk daerah yang mengalami dampak El-Nino sangat nyata. Terutama pada peristiwa El-Nino tahun 1997-1998 yang mengakibatkan puso sawah seluas 65.340 Ha. Untuk itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengklasifikasikan wilayah rawan kekeringan berdasarkan tingkat dampak kekeringan di seluruh wilayah Sulawesi Selatan. Dalam mengklasifikasi wilayah dibagi dalam tiga kajian utama berdasarkan pembagian kekeringan yang ditetapkan oleh Wilhite dan Glantz yaitu kajian meteorologi, kajian hidrologi dan kajian pertanian. Dalam kajian meteorologi digunakan metode SPI untuk menganalisis tingkat dan frekuensi kekeringan serta korelasi terhadap fenomena ENSO. Dalam Kajian hidrologi digunakan metode neraca air untuk menentukan defisit air wilayah. Serta dalam kajian pertanian digunakan data produktivitas padi khusus untuk wilayah non irigasi yang kemudian dikorelasikan dengan kejadian kekeringan oleh fenomena ENSO. Setelah itu pengklasifikasian dilakukan dengan membuat indeks menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah Sulawesi Selatan dibatasi oleh pegunungan Bawakarareng yang menyebabkan perbedaan pola distribusi hujan antara daerah bagian Barat dan Timur. Ini menyebabkan adanya perbedaan puncak curah hujan di beberapa daerah serta menyebabkan respon yang berbeda pula terhadap fenomena ENSO. Hasil perhitungan indeks menujukkan daerah bagian Barat yakni daerah Maros dan Makassar cenderung memiliki tingkat kerawanan tertinggi yaitu 3,26 yang tergolong Rawan.