Penelitian mengenai sistem akifer dan pola aliran air tanah pada gunungapi strato mengambil contoh kasus pada zona mataair di lereng timur G.Ciremai (wilayah kecamatan Cilimus - Jalaksana, Jawa BArat). Penelitian ini berdasarkan observasi lapangan terhadap 23 mataair dan 1 kelompok sumur artesis positif (7 buah sumur) yang muncul pada tekuk lereng, disertai analisis terhadap 10 titik pengukuran permeabilitas lapangan serta 2 sampel analisis properti fisisk dan kimia air.
Penelitian berhasil mengidentifikasi 3 jenis batuan penyususn akifer pada sistem akifer endapan volkanik Cimerai, yaitu: akifer breksi piroklasik, lava dan breksi lahar, baik batuan segarnya maupun tanah pelapukan. Akifer breksi piroklastik merupakan akifer media pori, tersusun atas fragmen batuan volkanik berkomposisi basalt sampai andesit. Rekahan pada akiferini berupa kekar kolom atau kekar berlembar akibat proses pendinginan. Sedangkan akifer breksi lahar merupakan akifer media pori, tersusun atas fragmen-fragmen batuan beku yang tertanam dalam masa dasar volkanik.
Ketiga jenis akifer tersebut bersifat tak tertekan dan homogen dengan lapisan impermeabel diduga merupakan batuan volkanik tua di bagian bawahnya yang jenisnya belum dapat ditentukan. Pada lokasi sumur Cibulan dijumpai kondisi artesis positif pada akifer breksi lahar yang bersifat porous dengan lava yang bersifat impermeabel di atasnya.
Setiap jenis akifer mempunyai potensi kemunculan mataair yang bervariasi. Mataair pada akifer breksi piroklastik sebanyak 4 buah mataair dengan debit bervariasi dari 0,1 sampai 10 1/det dengan total debit 18,2 1/det. Pada akifer lava dijumpai 1 buah mataair dengan debit 80 1/det, sedangkan pada akifer lava dijumpai kemunculan mataair paling tinggi, yaitu 18 buah mataair dengan total debit sebesar 1062 1/det. Akifer breksi lahar bersifat sangat produktif.
Banyaknya kehadiran mataair pada seluruh akifer ditunjang dengan nilai permeabilitas (K) rata-rata tanah pelapukan yang cukup tinggi, yaitu 1,5 cm/menit. Material dengan nilai permeabilitas tersebut tergolong ke dalam jenis akifer yang baik dan dapat berfungsi sebagai media resapan airtanah.
Berdasarkan rekonstruksi aliran airtanah pada akifer tak tertekan, didapatkan hanya 1 pola aliran airtanah yaitu pola aliran radial. Pola aliran radial tersebut dibuktikan dengan arah aliran airtanah pada jalur 1 ke timurlaut dengan gradien sebesar 0,4; dan aliran airtanah pada jalur II ke arah tenggara dengan gradien 0,3.
Berdasarkan interpretasi sifat fisik dan kimia air, didukung oleh analisis pola aliran airtanah, dapat direkontruksi 3 tipe aliran tanah, yaitu: aliran air mesotermal (Mataair Cikasu-2) muncul pada elevasi 700-850 mdpl, yaitu aliran airtanah dengan sistem recharge lokal pada akifer tak tertekan, kisaran temperatur 20-22oC, nilai DHL yang rendah (100-200 MS/cm), pH normal (5-6), serta fasies airtanah yang tergolong non dominan kation - bikarbonat; aliran air hipotermal (Sumur Cibulan) muncul pada elevasi 350 - 600, dicirikan oleh sistem recharge lokal pada akifer tertekan, kisaran temperatur 18-22 oC, nilai DHL rendah (100-200 MS/cm), pH normal (5-6), serta fasies tergolong non dominan kation - bikarbonat; dan aliran air hipertermal (Mataair Sangkanhurip) muncul pada elevasi 325 mdpl, temperatur 40,5 oC, nilai DHL tinggi (3800 MS/cm), pH sebesar 5,8, dan anomali kandungan ion klor yang tinggi (77,6 meq/l) hasil dari pengayaan oleh gas-gas volkanik dan interaksi antara airtanah dengan bantuan sedimen Tersier. Sumber panas diduga berasal dari aktivitas volkanisme, tetapi posisinya belum dapat ditentukan.
Dari hasil kajian detil pada kelompok sumur artesis positif Cibulan, akifer yang disadap oleh sumur artesis Cibulan adalah akifer tertekan berupa batuan segar breksi lahar. Akifer tersebut diapit oleh lapisan impermeabel berupa lava bagan atas, dengan pelamparan yang terbatas mengikuti bentuk penggungan dan batuan volkanik yang lebih tua di bagian bawahnya, sehingga menghasilkan kondisi artesis positif. Berdasarkan rekontruksi pisometrik di sekitar sumur Ciibulan dihasilkan aliran airtanah ke timur dengan gradien sebesar 0,3. Posisi pisometrik tersebut mngkontrol terjadinya kondisi artesis positif setinggi 1 m di atas permukaan tanah setempat (501 mdpl). Kawasan resapan sumur Cibulan diperkiraan cukup luas. Hal tersebut didukung oleh adanya fenomena delay time antara maksimum curah hujan dan respon debit sumur maksimum yang mencapai waktu 3 bulan.
Dalam penelititian ini, observasi tubuh-tubuh air dan interpretasi secara indirect method dapat diarahkan untuk memperkuat penelitian sebelumnya mengenai kondisi geologi endapan volkanik. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu berupa metode penelitian hidrogeologi yang dapat diaplikasikan buna mempelajari kondisi hidrogeologi lokal pada sistem akifer endapan volkanik.