digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Transportasi merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan pembangunan di suatu wilayah yang sejalan dengan peningkatan aktivitas manusia. Sarana dan prasarana transportasi dapat mengakomodasi kebutuhan pergerakan masyarakat, khususnya masyarakat perkotaan dengan intensitas pergerakan yang tinggi. Sebagai kegiatan produktif yang memberikan kemudahan pergerakan kepada masyarakat, kegiatan transportasi menghasilkan emisi karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil yang digunakan oleh kendaraan. Karbon dioksida tersebut merupakan salah satu gas rumah kaca yang dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Dalam konteks emisi dari kegiatan transportasi, studi ini dilakukan untuk mengidentifikasi ruang terbuka hijau yang seharusnya dibutuhkan untuk menyerap emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil kendaraan khususnya angkot dengan wilayah studi di Kota Bandung. Metode analisis yang digunakan dalam studi ini adalah jejak ekologis transportasi yang mengkonversi tingkat emisi yang dihasilkan oleh transportasi angkot ke dalam kebutuhan luas lahan hijau (hektar) untuk menyerap emisi yang dihasilkan. Perhitungan jejak ekologis transportasi ini dilakukan terhadap 39 trayek angkot yang ada di Kota Bandung dengan jumlah armada 5.521 angkot. Dari hasil perhitungan dan analisis jejak ekologis transportasi, diperoleh nilai jejak ekologis transportasi angkot di Kota Bandung melebihi jumlah ruang terbuka hijau yang ada di Kota Bandung saat ini bahkan melebihi luas wilayah Kota Bandung. Luas ruang terbuka hijau yang ada saat ini di Kota Bandung hanya memenuhi 6,65% dari jumlah ruang terbuka hijau yang seharusnya ada berdasarkan perhitungan jejak ekologis. Hal ini mengindikasikan bahwa Kota Bandung bersifat Ecological Deficit karena ruang terbuka hijau yang tersedia saat ini lebih sedikit dibandingkan ruang terbuka hijau yang seharusnya dibutuhkan untuk menyerap emisi karbon dioksida yang dihasilkan oleh kegiatan transportasi angkot di Kota Bandung. Tingkat emisi karbon dioksida yang dihasilkan oleh angkot melebihi kapasitas daya serap karbon dioksida oleh lahan hijau di Kota Bandung. Nilai jejak ekologis transportasi angkot di Kota Bandung ini dipengaruhi oleh jumlah armada angkot dan panjang lintasan trayek yang ditempuh per rute angkot yang akan berdampak pada total jarak yang ditempuh angkot per liter bahan bakar. Banyaknya jumlah armada angkot dan panjang lintasan yang ditempuh mempengaruhi tingkat konsumsi bahan bakar bensin yang menyebabkan peningkatan emisi karbon dioksida di atmosfer. Penurunan emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari kegiatan transportasi angkot di Kota Bandung dapat dilakukan dengan penanaman vegetasi tumbuhan yang memiliki daya serap tinggi terhadap karbon dioksida. Pengurangan jumlah angkot dan memperpendek jarak lintasan trayek dapat mengurangi konsumsi bahan bakar kendaraan sehingga emisi karbon dioksida yang dihasilkan akan semakin berkurang. Pemberian bantuan modal kepada pemilik angkot untuk melakukan peremajaan angkot merupakan salah satu bentuk insentif dalam penurunan emisi karbon dioksida. Penurunan emisi karbon dioksida ini berdampak pada pengurangan nilai jejak ekologis transportasi angkot sehingga fungsi ruang terbuka hijau yang ada di Kota Bandung dapat dioptimalkan pemanfaatannya. Berdasarkan analisis jejak ekologis angkot di Kota Bandung, dapat disimpulkan bahwa jejak ekologis transportasi angkot di Kota Bandung merupakan cerminan dari kebutuhan manusia akan lingkungan khususnya ruang terbuka hijau untuk menyerap emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari kegiatan transportasi dan berfungsi untuk menjaga kualitas lingkungan yang menyokong kehidupan masyarakat di Kota Bandung.