digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Spektrum frekuensi radio sebagai sumber daya alam terbatas dan bernilai tinggi khususnya untuk pita frekuensi seluler harus dikelola dan digunakan secara efektif dan efisien. Pemerintah selaku pengelola spektrum frekuensi nasional dan penyelenggara komunikasi bergerak yang menggunakan spektrum frekuensi tersebut senantiasa dituntut untuk semakin meningkatkan efisiensi utilisasi dari spektrum. Berdasarkan rekomendasi ITU-R SM 1046-2 tentang efisiensi spektrum, bahwa utilisasi spektrum dinyatakan efisien apabila mampu mengirimkan informasi sebesar-besarnya dengan lebar pita tertentu, pada area tertentu dan waktu tertentu. Salah satu instrumen yang penting dalam mendorong tercapainya efisiensi utilisasi spektrum frekuensi adalah pengenaan Biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHP-F) kepada pengguna frekuensi. Untuk kondisi di Indonesia, khususnya pada Pita frekuensi GSM (Global System for Mobile Communication) dan FWA (Fixed Wireless Access) yang memberikan layanan komunikasi bergerak, formula BHP-F yang diberlakukan memiliki banyak kelemahan termasuk tidak mendorong efisiensi utilisasi spektrum sehingga perlu dilakukan perubahan. Perubahan formulasi tersebut perlu dilakukan secara hati-hati untuk menghindari resiko terhadap pendapatan Pemerintah maupun biaya operasional dari penyelenggara komunikasi bergerak yang dapat mengganggu layanan secara keseluruhan. Alternatif Formula BHP-F yang direkomendasikan oleh ITU melalui rekomendasi ITU-R SM 2012-2 dapat dipertimbangkan karena terbukti mampu mendorong peningkatan efisiensi utilisasi spektrum di berbagai negara. Namun untuk kondisi di Indonesia perlu dilakukan sedikit modifikasi dengan menambahkan faktor insentif dengan prinsip Administratif Incentice Price (AIP) yang dapat mendorong utilisasi spektrum di wilayah Indonesia yang pendapatan ekonominya rendah. Berdasarkan kombinasi rekomendasi ITU-R SM 2012-2 dan prinsip AIP tersebut diusulkan alternatif BHP-F usulan yang baru. Untuk menetapkan pilihan alternatif BHP-F yang terbaik harus dilakukan perhitungan dan analisis secara kuantitatif agar dapat dipastikan bahwa efisiensi terhadap utilitas spektrum meningkat namun layak secara ekonomi bagi penyelenggara komunikasi bergerak dan pendapatan Pemerintah tetap terjaga. Untuk itu disusun suatu Model tekno-ekonomi telekomunikasi yang sesuai dengan kondisi penyelenggaraan telekomunikasi, faktor geografis dan ekonomis di Indonesia. Model tersebut digunakan untuk melakukan perhitungan dan analisis terhadap tiga jenis Alternatif BHP yaitu BHP yang berlaku sekarang (BHP-FISR), BHP yang berdasarkan lebar pita (BHP-FPITA) dan BHP yang diusulkan (BHP-FUSULAN)yang merupakan hasil modifikasi formula rekomendasi ITU-R SM 2012-2 disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Dari hasil perhitungan dan analisis menggunakan model tekno ekonomi telekomunikasi yang dibangun terbukti bahwa BHP-FUSULAN mampu mendorong terjadinya peningkatan efisiensi utilitas spektrum frekuensi yang lebih baik dan lebih memberikan keadilan kepada penyelenggara komunikasi bergerak. BHP-FUSULAN terbukti memiliki nilai utilitas frekuensi tertinggi, pada IRR 35%-40% BHP-FUSULAN mampu memberikan utilitas pada tahun 2020 mencapai 92.382 juta kHz.km2 sedangkan BHP-FISR hanya mencapai 92.109 juta kHz.km2. Sedangkan pada IRR 40%-45%, hanya BHP-FUSULAN yang mampu memiliki utilitas tinggi. Selain itu, walaupun ketiga formulasi BHP-F tersebut mampu mendorong kenaikan utilitas mencapai hampir 10 kali lipat, dari 9.802 juta kHz.km2 menjadi 92.805 juta kHz.km2 selama kurun waktu sepuluh tahun, namun beban pembayaran BHP untuk BHPISR akan naik tajam sedangkan dengan BHP-FPITA dan BHP-FUSULAN akan lebih stabil yang artinya secara potensi pembiayaan akan lebih tidak beresiko dan lebih berpeluang meningkatkan utilitas spektrum frekuensi. Model yang dibangun juga dapat digunakan untuk melakukan simulasi terhadap berbagai opsi seperti perubahan band frekuensi dan pengurangan atau penambahan lebar pita dalam kasus tertentu. Pengembalian dan pengurangan lebar pita akan memberikan kelayakan ekonomi (IRR > 10%) bila menggunakan BHP-FPITA atau BHP-FUSULAN dan dalam kasus ini kelayakan ekonomi tidak akan diperoleh apabila menggunakan BHP-FISR. Model yang disusun selain memiliki beberapa keunggulan yaitu dapat menampilkan hasil secara kuantitaif dan cukup fleksibel namun juga memiliki beberapa keterbatasan yaitu beberapa parameter model seperti Tarif dan ARPU merupakan parameter yang cukup fluktuatif sehingga perlu dilakukan analisis sensitifitas dan penyesuaian secara periodik. Selain itu perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan melakukan pengujian model terhadap pita frekuensi lainnya dan ujicoba terhadap kebijakan Pemerintah lainnya yang sejenis agar akurasi hasil dari model lebih diyakini.