digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Cekungan Salawati hingga kini dikenal sebagai salah satu cekungan penghasil minyak bumi yang cukup besar di wilayah Indonesia bagian timur dengan produksi kumulatifnya sudah mencapai lebih dari 300 juta barel minyak bumi. Hingga saat ini yang dianggap sebagai batuan induk dari minyak di Cekungan Salawati adalah batulempung Formasi Klasafet yang diendapkan dalam lingkungan laut dangkal, berumur Miosen Tengah. Bagian tertentu dari batugamping Formasi Kais terutama yang mengandung batubara dalam batugampingnya diduga juga sebagai batuan induk yang berumur Miosen Awal.Akan tetapi pada kenyataannya Formasi Klasafet yang sudah dibor di bagian terdalam dari Cekungan Salawati hanya menunjukkan kandungan total karbon organiknya rata-rata antara 0,4-1% saja, sehingga tidak sepadan dengan jumlah minyak yang sudah diproduksikan dari cekungan ini. Dari model-model pematangan hidrokarbon yang dibuat pada beberapa titik model dalam cekungan juga menunjukkan bahwa Formasi Klasafet hingga saat ini masih dalam fase pematangan awal yang belum efektif untuk membentuk hidrokarbon, sehingga yang menjadi pertanyaan, apakah benar batuan induk utama di Cekungan Salawati ini adalah Formasi Klasafet?Dengan ditemukannya tanda-tanda minyak dan gas yang bagus pada batupasir Formasi Sirga yang berumur Oligosen Akhir di sumur eksplorasi SF-1X yang ditajak pada tahun 2007, kemudian ditemukan juga minyak pada batupasir pra-Kais di sumur SAR-1X (2008), ini menjadi suatu bukti baru yang mendukung bahwa Formasi Sirga mungkin merupakan batuan induk di Cekungan Salawati untuk minyak-minyak yang terperangkap dalam batupasir Formasi Sirga dan batugamping Formasi Kais bawah (intra-Kais). Dugaan ini muncul karena akan sangat sulit untuk menerangkan bagaimana migrasi minyak dari batuan induk Formasi Klasafet yang berumur Miosen Tengah harus menembus batugamping Formasi Kais bagian atas yang berumur Miosen Awal yang bersifat kedap untuk terperangkap ke dalam batuan reservoir batupasir Formasi Sirga yang berumur Oligosen Akhir.Hasil analisis geokimia conto minyak dari sumur SF-1X dan SAR-1X mengidentifikasikan bahwa minyaknya bersifat lilinan (3,57%) dengan kandungan sulfur yang sangat rendah (0,024-0,028%) dan mempunyai unsur isotop karbon berat (-22 hingga -23), hasil analisis GC-MS (m/z 191) mengidentifikasikan hadirnya oleanana sebagai biomarker dari tanaman darat yang berumur Tersier, rasio pristana/fitana antara 1.33-2.61 dan muncul juga biomarker diahopana dan neohopana sebagai salah satu penciri endapan danau. Berdasarkan data-data hasil analisis geokimia tersebut di atas diduga bahwa minyak yang terperangkap dalam Formasi Sirga dan Formasi Kais bawah (intra-Kais) berasal dari batuan induk yang asalnya diendapkan dalam lingkungan danau air tawar dangkal (fluvio-deltaic) yang berkembang pada zaman Tersier, biasanya akan mempunyai kandungan karbon organik yang melimpah (sesuai dengan jumlah minyak yang sudah diproduksikan).Pada data-data seismik 2D dan 3D teridentifikasi bahwa Formasi Sirga telah diendapkan dalam cekungan-cekungan sistem separuh-graben yang berkembang pada zaman Tersier Awal. Cekungan-cekungan ini tentunya akan berkembang sebagai lingkungan pengendapan yang tertutup yang sangat memungkinkan untuk bisa mengakumulasikan endapan karbon organik dalam cekungan. Teridentifikasinya struktur-struktur separuh-graben yang berumur Tersier Awal ini mendukung hasil analisis geokimia yang menyatakan bahwa batuan induk Formasi Sirga diduga berasal dari batuan sedimen yang diendapkan dalam lingkungan danau.Dengan mengintegrasikan data-data geologi, geofisika dan data analisis laboratorium tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa Formasi Sirga mempunyai potensi besar sebagai batuan induk utama di Cekungan Salawati bila dibanding dengan batulempung Formasi Klasafet, tetapi hal ini masih merupakan suatu hipotesis karena hingga saat ini belum pernah ada sumur pemboran yang menembus Formasi Sirga di bagian terdalam dari cekungan yang memperlihatkan mempunyai kandungan karbon organik yang melimpah.