digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Studi kasus dilaksanakan pada kasus penanganan kelongsoran progresif akibat gerusan sungai pada lereng dengan tanah aluvial berindeks plastisitas (plasticity index, PI) tinggi. Di Indonesia, fenomena kelongsoran terjadi secara berulang di berbagai wilayah dengan intensitas yang tinggi. Berdasarkan Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tercatat lebih dari 600 kejadian tanah longsor terjadi setiap tahun dalam periode lima tahun terakhir (2019–2023), dengan puncaknya mencapai 1.321 kejadian pada tahun 2021. Tanah longsor tidak hanya menimbulkan kerugian pada sektor permukiman dan fasilitas publik seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap fasilitas strategis negara, seperti jaringan pipa minyak dan gas. Pada kondisi tertentu, pergerakan tanah yang signifikan dapat menyebabkan deformasi struktural pada pipa yang tertanam di bawah permukaan tanah. Jika deformasi tersebut melampaui batas desain, terdapat potensi terjadinya kebocoran pipa yang dapat menimbulkan tumpahan minyak mentah serta menciptakan risiko pencemaran lingkungan yang berskala besar dan membahayakan masyarakat di sekitarnya (catastrophic failure). Dalam upaya pencegahan dan mitigasi bencana tanah longsor, pemahaman mendalam terhadap karakteristik tanah dan mekanisme kelongsoran di lokasi kejadian menjadi aspek yang sangat krusial. Faktor eksternal seperti curah hujan tinggi, aktivitas seismik, perubahan muka air tanah, serta aktivitas konstruksi (galian, timbunan, dan bendungan) merupakan pemicu utama terjadinya kelongsoran. Oleh karena itu, analisis mekanisme kelongsoran perlu dilakukan secara komprehensif. Pendekatan numerik secara elemen hingga dengan metode back-analysis yang didasarkan pada data monitoring lapangan merupakan salah satu pendekatan analisis yang dapat menghasilkan kajian yang komprehensif. Studi kasus pada penelitian ini dilaksanakan pada kasus kelongsoran di tepi Sungai Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur, yang bedampak terhadap keberlangsungan operasi pipa minyak dan gas nasional. Pemodelan numerik dilakukan dengan PLAXIS 2D untuk mengevaluasi kondisi eksisting dan merancang sistem mitigasi yang efektif berdasarkan standar yang berlaku di Indonesia, yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI), dan standar yang berlaku secara internasional untuk keberlangsungan operasi pipa minyak dan gas, yaitu United States Army Corps of Engineers Engineering Manuals (USACE EM). Pada kasus kelongsoran progresif akibat gerusan sungai, analisis dan desain menyampaikan kebutuhan dua (2) desain mitigasi untuk diimplementasikan, yaitu contiguous bored piles sebagai proteksi terhadap kelongsoran dan secant pile dan riprap (revetment) sebagai proteksi gerusan. dihasilkan dibagi menjadi dua (2), yaitu proteksi kelongsoran dan proteksi gerusan. Keberhasilan desain mitigasi dievaluasi melalui hasil monitoring pergerakan tanah pada kondisi sebelum dan setelah dilakukan konstruksi. Pergerakan tanah dimonitor menggunakan patok survei (surface markers) yang terdistribusi pada seluruh area kelongsoran. Berdasarkan data monitoring surface markers, pergerakan tanah bergerak cukup massif pada musim penghujan ketika desain mitigasi belum diimplementasikan, dengan pergerakan surface marker maksimum hingga 14 m. Setelah desain mitigasi diimplementasikan (konstruksi contiguous bored piles dan persiapan konstruksi secant pile riverbank dan riprap), pergerakan surface markers relatif lebih kecil dan stabil meskipun sudah memasuki musim hujan dengan nilai rata-rata pergerakan tanah sebesar 3 mm/hari.