2019 TS PP ARNI MUSLIMAH HANDAYANI WIDJAJA_LAMPIRAN.pdf
]
PUBLIC Open In Flipbook Yoninur Almira
Waduk Jatigede merupakan infrastruktur yang dibangun di bagian paling tenggara
Kabupaten Sumedang, dan dikelilingi oleh 5 Kecamatan yaitu Kecamatan Cisitu,
Darmaraja, Jatinunggal, Wado, dan Jatigede. Waduk resmi beroprasi sejak Tahun
2014 dan telah mendorong terjadinya transformasi pada desa-desa di sekitarnya.
Dengan melakukan penelitian campuran (mixed method), penulis mencoba
mendeskripsikan strategi penghidupan masyarakat di tepian waduk dalam
menghadapi transformasi desa. Adapun penelitian ini dilakukan untuk mencapai 3
sasaran yaitu : 1) Menjelaskan konteks transformasi desa yang terjadi di tepian waduk
jatigede ; 2) Menjelaskan strategi penghidupan masyarakat di tepian waduk Jatigede,
dan ; 3) Menjelaskan hasil dari strategi penghidupan masyarakat di tepian Waduk
Jatigede.
Transformasi desa berdampak pada perubahan penggunaan lahan, jumlah penduduk,
perekonomian, dan pelayanan infrastruktur. Berubahnya 3.509,14 hektar lahan
produktif sebagai kawasan perairan mendorong munculnya kawasan permukiman dan
pertanian di kawasan sekitar waduk, dimana kawasan tersebut diperuntukan sebagai
kawasan perlindungan setempat. Penggenangan mengakibatkan tekanan pada
kawasan permukiman dan pertanian sehingga mendorong perpindahan penduduk dan
melemahnya perekonomian desa. Masyarakat desa yang secara secara generatif
berprofesi sebagai petani mengalami kehilangan lahan garapan dan membuka ladang
pertanian baru di tepian waduk dengan produktifitas yang tidak menentu.
Produktifitas pertanian di wilayah terdampak mengalami penurunan, dimana hasil
pertanian di Kecamatan Cisitu menyusut sebanyak 23,38%, Kecamatan Darmaraja
61,66%, dan Wado sebanyak 17,27%. Adapun Kecamatan Jatigede mengalami
penyusutan produksi sayuran sebesar 73,43% dan Kecamatan Jatinunggal mengalami
penyusutan hasil panen buah-buahan sebanyak 67,25%. Adapun tergenangnya
sejumlah infrastruktur menyebabkan melemahnya kapasitas pelayanan sarana dan
prasarana desa sehingga bergantung pada pusat kegiatan Kecamatan.ii
Pembangunan Waduk Jatigede merupakan benchmark bagi transformasi desa di
sekitarnya dan menyebabkan lemahnya aset penghidupan masyarakat. Aset-aset yang
melemah diantaranya aset alam, finansial, fisik, dan manusia. Adapun aset yang ada
dalam kondisi baik adalah aset sosial, sehingga meskipun dalam guncangan (shock),
masyarakat masih memiliki kemampuan untuk bekerja sama secara kelompok.
Namun, lemahnya aset mengakibatkan masyarakat memiliki lebih sedikit pilihan
untuk bertahan hidup. Meskipun aset alam ada dalam kondisi melemah, sebagian
besar aktifitas masyarakat masih bergantung pada ketersediaan lahan. Masyarakat
melakukan diversifikasi penghidupan dengan cara mengumpulkan hasil alam, bertani,
beternak, terlibat dalam sektor perekonomian baru yang terdiri dari kegiatan
pariwisata dan perikanan, memanfaatkan remmitance, bantuan sosial, dan
memanfaatkan jaringan sosial.
Upaya masyarakat untuk meragamkan mata pencaharian memberikan hasil
penghidupan yang lemah dengan adanya indikasi kerentanan pangan. Sebagian besar
masyarakat di tepian waduk merupakan petani dan penduduk di permukiman yang
kehilangan lahan dan tidak memiliki keahlian lain selain pengetahuan terkait
pertanian dan mengumpulkan hasil alam. Dimana pada mulanya lahan menyediakan
cadangan makanan, hasil bumi yang dapat dijual, hasil alam yang dapat dikumpulkan,
dan memberikan pekerjaan untuk masyarakat desa. Hilangnya lahan berdampak pada
melumpuhnya perekonomian desa, dan kemampuan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya. Hasil pengukuran kesejahteraan menunjukan bahwa 78%
responden mengalami penurunan pendapatan, 84,76% mengalami penurunan hari
kerja, 39,05% kesulitan memenuhi kebutuhan pangan, dan 85,71% memiliki hunian
yang tidak aman bencana. Dengan demikian strategi penghidupan masyarakat desa di
Tepian Waduk Jatigede menghasilkan kesejahteraan dan resiliensi yang rendah.
Perpustakaan Digital ITB