Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 11 Tahun 2021 mendefinisikan wilayah urban heat island (UHI) sebagai
kawasan rentan perubahan iklim. UHI merupakan fenomena suhu udara dan
permukaan di wilayah perkotaan lebih tinggi dari wilayah sekitarnya. Data satelit
menjadi solusi dari keterbatasan ketersediaan data pengamatan dalam kuantifikasi
UHI. Informasi land surface temperature (LST) dari satelit dapat memberikan pola
spasial dan variasi UHI secara eksplisit. Himawari-8/Advanced Himawari Imager
(AHI), satelit geostasioner versi baru dengan resolusi spasial dan temporal yang
tinggi, memiliki tiga kanal thermal infrared (TIR) dengan absorption band 10 – 13
µm yang cocok untuk estimasi LST. Radiative transfer equation (RTE) merupakan
algoritma pertama yang dikembangkan untuk estimasi LST menggunakan metode
single-channel. Metode multi-channel memanfaatkan dua atau lebih kanal TIR
untuk estimasi LST. Pengembangannya menjadi algoritma non-linear split-window
(NSW) yang menggunakan dua kanal dan algoritma non-linear three-bands (NTB)
dengan ketiga kanal TIR. Setiap algoritma akan menghasilkan ketidakpastian yang
disebabkan oleh performa sensor satelit, parameterisasi komponen atmosfer, dan
emisivitas. Verifikasi dilakukan berdasarkan pengukuran data suhu tanah gundul
dan berumput serta evaluasi berdasarkan data suhu udara. Penelitian ini melakukan
perbandingan ketidakpastian estimasi LST metode single-channel dengan RTE
serta multi-channel dengan algoritma NSW dan NTB untuk mengetahui metode
estimasi LST terbaik dalam menangkap fenomena UHI.
Hasil menunjukkan algoritma RTE dengan penggunaan satu kanal memiliki eror
terendah dengan puncak distribusi mendekati nilai nol terhadap suhu tanah gundul
dan berumput. Eror estimasi LST NSW dengan penggunaan dua kanal mendekati
eror LST RTE namun dengan variasi yang lebih besar, sedangkan estimasi LST
NTB dengan penggunaan tiga kanal memiliki eror tertinggi. Eror LST ketiga
metode terhadap suhu tanah berumput lebih rendah dengan variasi lebih rendah
daripada tanah gundul. Hal tersebut disebabkan oleh vegetasi yang dapat
menurunkan nilai LST. Evaluasi berdasarkan suhu udara menunjukkan estimasi
LST NSW lebih berkaitan dengan perubahan suhu udara diurnal, dengan pola
peningkatan (penurunan) LST lebih cepat dibandingkan suhu udara. Selisih
estimasi LST terhadap suhu udara (LST-Ta) metode NSW terendah menunjukkan
presisi eror terendah daripada metode RTE dan NTB. Estimasi LST metode RTE
memiliki eror terendah berdasarkan verifikasi suhu tanah, disusul metode NSW
yang juga memiliki eror terendah berdasarkan evaluasi suhu udara, sedangkan
metode NTB memiliki eror tertinggi berdasarkan verifikasi suhu tanah dan suhu
udara.
Wilayah perkotaan di Jawa selain Jakarta yaitu Bandung, Semarang, Yogyakarta,
dan Surabaya tidak menunjukkan perbedaan LST yang signifikan antara wilayah
pusat kota dan daerah sekitarnya. Sementara wilayah Jakarta menunjukkan adanya
fenomena UHI yang ditandai dengan suhu udara paling tinggi terlihat di pusat kota,
yaitu Kemayoran, Jakarta Pusat dan Tanjung Priok, Jakarta Utara mencapai 33°C.
Menjauhi pusat kota nilai suhu udara menurun hingga 27°C di Curug, Tangerang
dan 23 – 26°C di Darmaga dan Citeko, Bogor. Hal serupa terjadi pada estimasi LST
metode NSW dimana nilai LST tertinggi di pusat kota, Tanjung Priok, Jakarta Utara
mencapai 31°C dan menurun menjauhi pusat kota hingga 19 – 25°C. Namun,
perbedaan LST yang kontras tersebut tidak terlihat jelas pada estimasi LST RTE
dimana hanya terdapat selisih 1 – 3°C dari pusat kota terhadap wilayah sekitarnya.
Kuantifikasi UHI estimasi LST metode NSW lebih representatif dibandingkan
metode RTE.