digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak_Cut Raihanah
PUBLIC Open In Flipbook yana mulyana

Polycystic ovary syndrome (PCOS) merupakan gangguan hormonal pada wanita usia produktif yang memiliki gejala utama yaitu siklus menstruasi yang tidak teratur, kelebihan kadar hormon androgen, dan adanya morfologi polikistik ovarium. Senyawa isoflavon dari kedelai telah terbukti dapat mengatasi gejala dari PCOS. Aglikon isoflavon merupakan bentuk dari isoflavon yang memiliki aktivitas biologi sebagai fitoestrogen lebih baik dibandingkan bentuk glikosidanya. Aglikon isoflavon banyak terdapat dalam tempe sebagai hasil dari proses fermentasi. Meskipun memiliki aktivitas biologi yang lebih baik, aglikon isoflavon bersifat sukar larut dalam air sehingga memiliki bioavailabilitas yang rendah dan mengurangi efeknya. Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk meningkatkan fungsionalitas dari aglikon isoflavon yaitu dengan pembuatan sediaan pelet sferoid. Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang dan menghasilkan sediaan pelet sferoid aglikon isoflavon dari ekstrak tempe, menguji aktivitasnya terhadap PCOS secara in vivo pada model tikus, serta memprediksi mekanisme aksinya melalui pendekatan in silico. Penelitian ini diawali dengan analisis kadar aglikon isoflavon dari 3 varietas kedelai (Detap 1, Devon 1 dan Argomulyo). Hasil analisis kadar daidzein dan genistein dengan HPLC pada varietas Detap 1, Devon 1 dan Argomulyo masing-masing adalah 53,02±3,16 mg/100 g dan 6,05±0,20 mg/100 g; 45,67±12,07 mg/100 g dan 9,93±1,50 mg/100 g; serta 40,48±1,39 mg/100 g dan 6,55±0,48 mg/100 g. Analisis statistik dari setiap varietas menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar daidzein Detap 1 dan Devon 1 sementara terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar genistein Detap 1 dan Devon 1 (p<0,05) sehingga kedelai varietas Devon 1 memiliki kadar daidzein dan genistein tertinggi dibandingkan 2 varietas lainnya. Berdasarkan hasil percobaan sebelumnya, dilakukan pembuatan tempe dari kedelai Devon 1 dengan waktu fermentasi 61 jam. Akan tetapi, kadar aglikon isoflavon dari tempe Devon 1 setelah 61 jam fermentasi masih lebih rendah dibandingkan ekstrak kedelai Devon 1 yang dihidrolisis dengan HCl, sehingga dilakukan upaya untuk meningkatkan kadar aglikon isoflavon dari tempe Devon 1 dengan cara pemanasan. Hasil kadar daidzein dan genistein pada tempe Devon 1 dengan pemanasan pada suhu 40 °C, 50 °C dan 60 °C masing-masing adalah 605,39±3,00 mg/100 g dan 153,82±0,65 mg/100 g; 529,82±10,59 mg/100 g dan 128,56±2,64 mg/100 g; 625,42±13,71 mg/100 g dan 149,30±2,67 mg/100 g. Hasil ini menunjukkan adanya peningkatan kadar daidzein dan genistein yang signifikan (p<0,05) dari semua suhu pemanasan dibandingkan dengan tempe Devon 1 tanpa pemanasan. Pemanasan sampel tempe Devon 1 pada suhu 50 °C mengakibatkan penurunan kadar daidzein dan genistein yang signifikan dibandingkan suhu 40 °C, sementara pada suhu 60 °C kadar daidzein dan genistein kembali meningkat tetapi tidak berbeda signifikan dengan pemanasan pada suhu 40 °C. Selanjutnya, metode pemanasan dengan suhu 40 °C dipilih untuk meningkatkan kadar daidzein dan genistein dari tempe Devon 1 setelah 61 jam fermentasi yang dilanjutkan dengan defatisasi menggunakan pelarut n-heksana dan ekstraksi dengan pelarut etil asetat. Kadar daidzein dan genistein dari ekstrak tempe masing-masing yaitu 607,90±15,58 mg/100 g dan 220,98±8,22 mg/100 g. Hasil uji aktivitas ekstrak tempe terhadap PCOS secara in vivo menunjukkan bahwa pemberian sediaan ini pada dosis 250 mg/kg bb selama 14 hari pada tikus yang diinduksi PCOS dengan letrozole mampu mengembalikan persistensi fase diestrus ke siklus normal yang lebih baik daripada kelompok metformin. Selain itu, ekstrak tempe dosis 250 mg/kg bb juga menurunkan kadar testosteron serum dan persentase pertambahan bobot badan masing-masing sebesar 24,26±8,47 nmol/L dan 21,12±3,91%. Hasil formula terbaik dalam pembuatan sediaan pelet sferoid ekstrak tempe yaitu bahan aktif (ekstrak tempe 20%) dan eksipien yang terdiri dari aerosil (10%), AcDi-Sol (3%), avicel PH 101 (16%) dan air (51%). Berdasarkan hasil evaluasi sediaan, pelet sferoid ekstrak tempe yang dihasilkan memenuhi syarat dalam hal bentuknya yang sferis, susut pengeringan yang kurang dari 5%, ukuran partikel kirasan 0,5-2,0 mm serta waktu hancur yang singkat. Hasil uji aktivitas setelah formulasi menunjukkan sediaan pelet sferoid ekstrak tempe menunjukkan aktivitas yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak tempe dalam hal penurunan kadar testosteron serum sebesar 23,79±4,87 nmol/L dan perbaikan siklus estrus. Hasil molecular docking menunjukkan daidzein dan genistein memiliki afinitas terhadap residu asam amino yang bertanggung jawab terhadap inhibitor reseptor androgen, namun ikatannya lemah. Sebaliknya, hanya genistein yang memiliki energi bebas ikatan yang tinggi terhadap residu asam amino yang bertanggung jawab terhadap inhibitor enzim 17-?-HSD, sehingga kemungkinan mekanisme antiandrogenik dari aglikon isoflavon ini yaitu sebagai inhibitor reseptor androgen. Secara keseluruhan, sediaan pelet sferoid ekstrak tempe berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai alternatif pengobatan PCOS dengan eksplorasi kemungkinan mekanismenya dari jalur yang lain, seperti penyeimbangan hormon LH, FSH, progesteron dan estrogen.