Polycystic ovary syndrome (PCOS) merupakan gangguan hormonal pada wanita
usia produktif yang memiliki gejala utama yaitu siklus menstruasi yang tidak
teratur, kelebihan kadar hormon androgen, dan adanya morfologi polikistik
ovarium. Senyawa isoflavon dari kedelai telah terbukti dapat mengatasi gejala dari
PCOS. Aglikon isoflavon merupakan bentuk dari isoflavon yang memiliki aktivitas
biologi sebagai fitoestrogen lebih baik dibandingkan bentuk glikosidanya. Aglikon
isoflavon banyak terdapat dalam tempe sebagai hasil dari proses fermentasi.
Meskipun memiliki aktivitas biologi yang lebih baik, aglikon isoflavon bersifat
sukar larut dalam air sehingga memiliki bioavailabilitas yang rendah dan
mengurangi efeknya. Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
fungsionalitas dari aglikon isoflavon yaitu dengan pembuatan sediaan pelet sferoid.
Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang dan menghasilkan sediaan pelet
sferoid aglikon isoflavon dari ekstrak tempe, menguji aktivitasnya terhadap PCOS
secara in vivo pada model tikus, serta memprediksi mekanisme aksinya melalui
pendekatan in silico.
Penelitian ini diawali dengan analisis kadar aglikon isoflavon dari 3 varietas kedelai
(Detap 1, Devon 1 dan Argomulyo). Hasil analisis kadar daidzein dan genistein
dengan HPLC pada varietas Detap 1, Devon 1 dan Argomulyo masing-masing
adalah 53,02±3,16 mg/100 g dan 6,05±0,20 mg/100 g; 45,67±12,07 mg/100 g dan
9,93±1,50 mg/100 g; serta 40,48±1,39 mg/100 g dan 6,55±0,48 mg/100 g. Analisis
statistik dari setiap varietas menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara kadar daidzein Detap 1 dan Devon 1 sementara terdapat perbedaan yang
signifikan antara kadar genistein Detap 1 dan Devon 1 (p<0,05) sehingga kedelai
varietas Devon 1 memiliki kadar daidzein dan genistein tertinggi dibandingkan 2
varietas lainnya.
Berdasarkan hasil percobaan sebelumnya, dilakukan pembuatan tempe dari kedelai
Devon 1 dengan waktu fermentasi 61 jam. Akan tetapi, kadar aglikon isoflavon dari
tempe Devon 1 setelah 61 jam fermentasi masih lebih rendah dibandingkan ekstrak
kedelai Devon 1 yang dihidrolisis dengan HCl, sehingga dilakukan upaya untuk
meningkatkan kadar aglikon isoflavon dari tempe Devon 1 dengan cara pemanasan.
Hasil kadar daidzein dan genistein pada tempe Devon 1 dengan pemanasan pada
suhu 40 °C, 50 °C dan 60 °C masing-masing adalah 605,39±3,00 mg/100 g dan
153,82±0,65 mg/100 g; 529,82±10,59 mg/100 g dan 128,56±2,64 mg/100 g;
625,42±13,71 mg/100 g dan 149,30±2,67 mg/100 g. Hasil ini menunjukkan adanya
peningkatan kadar daidzein dan genistein yang signifikan (p<0,05) dari semua suhu
pemanasan dibandingkan dengan tempe Devon 1 tanpa pemanasan. Pemanasan
sampel tempe Devon 1 pada suhu 50 °C mengakibatkan penurunan kadar daidzein
dan genistein yang signifikan dibandingkan suhu 40 °C, sementara pada suhu 60
°C kadar daidzein dan genistein kembali meningkat tetapi tidak berbeda signifikan
dengan pemanasan pada suhu 40 °C. Selanjutnya, metode pemanasan dengan suhu
40 °C dipilih untuk meningkatkan kadar daidzein dan genistein dari tempe Devon
1 setelah 61 jam fermentasi yang dilanjutkan dengan defatisasi menggunakan
pelarut n-heksana dan ekstraksi dengan pelarut etil asetat. Kadar daidzein dan
genistein dari ekstrak tempe masing-masing yaitu 607,90±15,58 mg/100 g dan
220,98±8,22 mg/100 g.
Hasil uji aktivitas ekstrak tempe terhadap PCOS secara in vivo menunjukkan bahwa
pemberian sediaan ini pada dosis 250 mg/kg bb selama 14 hari pada tikus yang
diinduksi PCOS dengan letrozole mampu mengembalikan persistensi fase diestrus
ke siklus normal yang lebih baik daripada kelompok metformin. Selain itu, ekstrak
tempe dosis 250 mg/kg bb juga menurunkan kadar testosteron serum dan persentase
pertambahan bobot badan masing-masing sebesar 24,26±8,47 nmol/L dan
21,12±3,91%.
Hasil formula terbaik dalam pembuatan sediaan pelet sferoid ekstrak tempe yaitu
bahan aktif (ekstrak tempe 20%) dan eksipien yang terdiri dari aerosil (10%), AcDi-Sol (3%), avicel PH 101 (16%) dan air (51%). Berdasarkan hasil evaluasi
sediaan, pelet sferoid ekstrak tempe yang dihasilkan memenuhi syarat dalam hal
bentuknya yang sferis, susut pengeringan yang kurang dari 5%, ukuran partikel
kirasan 0,5-2,0 mm serta waktu hancur yang singkat.
Hasil uji aktivitas setelah formulasi menunjukkan sediaan pelet sferoid ekstrak
tempe menunjukkan aktivitas yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak tempe
dalam hal penurunan kadar testosteron serum sebesar 23,79±4,87 nmol/L dan
perbaikan siklus estrus.
Hasil molecular docking menunjukkan daidzein dan genistein memiliki afinitas
terhadap residu asam amino yang bertanggung jawab terhadap inhibitor reseptor
androgen, namun ikatannya lemah. Sebaliknya, hanya genistein yang memiliki
energi bebas ikatan yang tinggi terhadap residu asam amino yang bertanggung
jawab terhadap inhibitor enzim 17-?-HSD, sehingga kemungkinan mekanisme
antiandrogenik dari aglikon isoflavon ini yaitu sebagai inhibitor reseptor androgen.
Secara keseluruhan, sediaan pelet sferoid ekstrak tempe berpotensi untuk
dikembangkan lebih lanjut sebagai alternatif pengobatan PCOS dengan eksplorasi
kemungkinan mekanismenya dari jalur yang lain, seperti penyeimbangan hormon
LH, FSH, progesteron dan estrogen.
Perpustakaan Digital ITB