Pavement Condition Index (PCI) merupakan parameter kunci dalam mengevaluasi
kinerja fungsional dan struktural perkerasan bandar udara, serta menjadi komponen
penting dalam sistem manajemen aset perkerasan. Meskipun standar evaluasi PCI
mengacu pada metode ASTM D5340, sejumlah tantangan muncul dalam
implementasinya di Indonesia, antara lain ketidaksesuaian kurva deduct value
terhadap karakteristik lokal, lamanya waktu yang dibutuhkan dalam proses
evaluasi, rendahnya akurasi hasil evaluasi akibat penggunaan unit sampel yang
kurang representatif, serta tidak tersedianya model prediktif jangka panjang yang
dapat mendukung perencanaan pemeliharaan. Keterbatasan ini mengindikasikan
perlunya pengembangan metode evaluasi PCI yang lebih efisien, adaptif, dan
terintegrasi dengan strategi prediktif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode evaluasi kondisi perkerasan
runway yang lebih relevan dengan kondisi Indonesia serta menyusun model
prediksi penurunan PCI secara jangka panjang. Fokus utama penelitian mencakup
empat aspek: (1) modifikasi kurva deduct value untuk empat jenis kerusakan
dominan, (2) modifikasi ukuran unit sampel, (3) penerapan algoritma jaringan saraf
tiruan untuk klasifikasi kerusakan perkerasan, dan (4) pengembangan model
prediksi penurunan PCI dengan mempertimbangkan faktor-faktor teknis, beban,
dan lingkungan.
Modifikasi kurva nilai pengurang dilakukan dengan pendekatan expert judgement
yang melibatkan para ahli dari kalangan akademisi, operator bandara, regulator,
konsultan, dan kontraktor. Pengujian klasifikasi kerusakan menggunakan metode
transfer learning menggunakan arsitektur Convolutional Neural Network (CNN).
Adapun pada pengembangan model prediksi penurunan PCI digunakan metode
regresi linier multivariabel berbasis data sekunder yang terdiri dari Laporan PCI
dan Airport Pavement Management System (APMS) tahun 2019–2023, statistik lalu
lintas pesawat udara, dan data suhu udara. Empat variabel utama yang dianalisis
meliputi usia perkerasan, akumulasi jumlah pergerakan pesawat, tebal perkerasan,
dan suhu udara.
Hasil modifikasi kurva nilai pengurang menunjukkan bahwa pada jenis kerusakan
pelapukan & pengelupasan agregat serta tambalan, nilai PCI meningkat masingmasing
sebesar 10,0% dan 33,1% dibandingkan kurva ASTM. Untuk kerusakan
alur dan retak kulit buaya, peningkatan nilai PCI mencapai 11,3% dan 11,6%.
Penerapan CNN pada klasifikasi jenis kerusakan menghasilkan akurasi tertinggi
sebesar 92,34%. Saat diuji untuk klasifikasi jenis dan tingkat kerusakan sekaligus,
akurasi menurun menjadi 51,04%; namun prediksi nilai PCI tetap mendekati hasil
manual dengan rata-rata selisih hanya 1–2 poin (R² = 0,61). Model prediksi
penurunan PCI yang dikembangkan menunjukkan bahwa usia perkerasan
berkontribusi sebesar 78,12%, lalu lintas sebesar 15,14%, dan suhu udara sebesar
8,73%, dengan nilai koefisien determinasi tertinggi (R² = 0,693) pada model yang
mempertimbangkan keempat variabel secara simultan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan evaluasi berbasis kerusakan
dominan dan segmentasi unit sampel menurut tebal perkerasan mampu
meningkatkan akurasi dan efisiensi analisis PCI. Penggunaan CNN mempercepat
proses klasifikasi dan mengurangi bias subjektivitas evaluator. Meskipun akurasi
klasifikasi tingkat kerusakan masih terbatas, dampaknya terhadap nilai PCI relatif
kecil karena hanya memengaruhi pemilihan kurva nilai pengurang. Efisiensi waktu
dan biaya lapangan dapat ditingkatkan hingga 18,26% - 33,24%. Secara
keseluruhan, metode yang dikembangkan berpotensi menjadi alternatif sistem
evaluasi PCI yang lebih responsif terhadap kondisi lokal dan mendukung
manajemen pemeliharaan perkerasan bandar udara secara berkelanjutan.