

BAB 1 Nadya Izzati Suryanegara
Terbatas Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Nadya Izzati Suryanegara
Terbatas Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Nadya Izzati Suryanegara
Terbatas Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Nadya Izzati Suryanegara
Terbatas Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Nadya Izzati Suryanegara
Terbatas Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Nadya Izzati Suryanegara
Terbatas Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Shape Memory Alloy (SMA) merupakan material pintar karena kemampuannya untuk kembali ke bentuk semula setelah mengalami deformasi. Paduan SMA berbasis NiTi memiliki shape memory effect (SME) yang sangat baik, namun bahan baku dan biaya produksi yang tinggi. Sebagai alternatif, paduan berbasis Fe menawarkan solusi yang lebih ekonomis, meskipun SME-nya sebelumnya dianggap kurang menarik. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa paduan Fe-based seperti Fe–29Ni–18Co–5Al–8Ta–0,01B (wt%) memiliki potensi superelastic strain (SE) hingga 13% dengan biaya produksi yang lebih rendah. Penelitian ini difokuskan pada pengembangan paduan Fe-Ni-Co-Ta sebagai SMA berbasis Fe yang lebih ekonomis, namun tetap kompetitif dari segi sifat mekanik dan fungsional. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh perlakuan aging terhadap evolusi struktur mikro, sifat mekanik, dan kemampuan SME pada paduan FeNiCoTa.
Proses pembuatan material meliputi peleburan busur listrik vakum menggunakan aliran gas argon, dilanjutkan dengan homogenisasi pada suhu 1100 °C selama 2 jam, hot rolling dengan total reduksi 72,38%, serta perlakuan solution heat treatment (SHT) pada suhu 1100 °C selama 30 menit. Sampel kemudian diberi perlakuan aging pada suhu 600 °C dengan variasi durasi 6, 12, dan 24 jam. Karakterisasi dilakukan menggunakan mikroskop optik (OM), field emission scanning electron microscopy (FE-SEM) untuk pengamatan metalografi dan analisis komposisi kimia presipitat, serta X-ray diffraction (XRD) untuk identifikasi fase. Uji kekerasan Vickers dan uji tekan digunakan untuk mengevaluasi sifat mekanik, sedangkan SME diuji melalui pemanasan pascadeformasi untuk menentukan nilai shape recovery ratio.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan aging secara signifikan meningkatkan kekerasan dan kekuatan luluh melalui mekanisme precipitation hardening. Nilai kekuatan luluh meningkat dari 595,05 MPa (setelah SHT) menjadi 1056,98 MPa setelah aging selama 24 jam, sementara kekerasan meningkat dari 238,20 HV menjadi 377,00 HV. Analisis struktur mikro menunjukkan bahwa seluruh sampel didominasi oleh fase austenit FCC dengan presipitat berbasis Ta seperti Ni?Ta dan Co?Ta yang terbentuk akibat proses aging. Selain itu, efek SME mulai teramati setelah perlakuan aging, dengan nilai shape recovery ratio tertinggi sebesar 32,50% tercapai pada durasi aging 6 jam. Namun, peningkatan durasi aging menyebabkan penurunan SME yang signifikan, hingga hanya 1,25% pada aging 24 jam. Dengan demikian, aging selama 6 jam merupakan durasi optimal untuk mencapai shape recovery ratio terbaik dalam penelitian ini.