Air asam tambang (AAT) akibat aktivitas penambangan batubara terbuka merupakan isu
lingkungan karena berpotensi menurunkan kualitas air permukaan. Prediksi karakteristik
AAT yang akurat sangat diperlukan sebagai dasar mitigasi dan pengelolaan dampak
lingkungan secara efektif. Metode prediksi konvensional saat ini dengan
mengkombinasikan uji statik, uji kinetik dan pemodelan geokimia memiliki keterbatasan
dari sisi waktu, biaya, dan akurasi. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kinerja
pemodelan prediksi kualitas AAT berbasis algoritma Random Forest Regression (RFR)
dengan membandingkan hasilnya terhadap pemodelan geokimia deterministik
menggunakan PHREEQC untuk mengkaji potensi pengunaan model prediksi dengan
pendekatan data-driven dibandingkan model geokimia.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif berdasarkan data sekunder hasil uji
laboratorium, meliputi uji mineralogi (XRD), Uji Kinetik Free Draining Column Leach
Test (FDCLT), dan data kualitas air leachate pada sampel batuan dari salah satu tambang
batubara di Indonesia. Pemodelan machine learning dibangun menggunakan algoritma
RFR berbasis Python untuk memprediksi parameter fisik dan kimia leachate. Sebagai
pembanding, pemodelan geokimia menggunakan perangkat lunak PHREEQC dengan
mempertimbangkan kinetika reaksi juga dilakukan. Evaluasi kinerja kedua pendekatan
dilakukan melalui validasi dengan data aktual menggunakan metrik R², RMSE, dan MAE.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model geokimia PHREEQC maupun algoritma
RFR mampu memprediksi karakteristik AAT dengan akurasi yang baik untuk beberapa
parameter tertentu. Model PHREEQC menunjukkan kinerja prediksi pH yang tinggi (R²
> 0.91; MAE < 0.13), serta mampu merepresentasikan kesetimbangan asam–basa dan
kapasitas buffering mineral sekunder, termasuk tren laju oksidasi pirit. Sementara itu,
model RFR berbasis data-driven berhasil memprediksi parameter TDS dan SO? pada
kondisi moderat (R² > 0.80) dengan baik melalui korelasi kuat terhadap parameter fisik
seperti EC, pH, dan ORP. Namun demikian, kedua model memiliki keterbatasan dalam
memprediksi konsentrasi Fe serta pada domain data ekstrem, yang disebabkan oleh belum
terakomodasinya aspek kinetika reaksi redoks, presipitasi mineral sekunder, serta efek
batch dalam sistem pelindian. Temuan ini membuka peluang untuk mengembangkan
model prediktif yang lebih andal dengan mengintegrasikan parameter geokimia dan aspek
kinetik dalam input machine learning, agar model menjadi lebih komprehensif dan
representatif terhadap sistem AAT yang kompleks dan dinamis.
Perpustakaan Digital ITB