Abstrak
Terbatas  Dewi Supryati
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Dewi Supryati
» Gedung UPT Perpustakaan
Kelelahan kerja masinis merupakan salah satu faktor risiko utama yang dapat menurunkan
tingkat kewaspadaan dan meningkatkan potensi terjadinya insiden dalam operasional kereta
api di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, tuntutan peningkatan efisiensi perjalanan
kereta api melalui kebijakan perpanjangan durasi dinasan menjadi 6 jam dinilai mampu
mendukung target produktivitas perusahaan. Namun, potensi dampak kebijakan tersebut
terhadap kondisi neurokognitif masinis masih belum dievaluasi secara mendalam. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perpanjangan durasi dinasan menjadi 6 jam
terhadap tingkat kelelahan masinis pada dua kondisi kerja yang berbeda, yaitu station to
station (STS) dan pra to station (PTS). STS merupakan kondisi di mana masinis hanya
bertugas mengoperasikan kereta api dari satu stasiun ke stasiun lainnya. Sementara itu, PTS
adalah kondisi yang melibatkan aktivitas tambahan sebelum keberangkatan dari stasiun asal,
seperti menunggu pemeriksaan teknis awal rangkaian kereta dan penataan rangkaian
(langsir) sehingga memiliki kompleksitas tugas yang lebih tinggi. Penelitian dilakukan
dengan pendekatan kuantitatif pada sepuluh masinis aktif PT KAI dengan instrumen
Psychomotor Vigilance Task (PVT) dan durasi kedipan mata untuk mengukur waktu reaksi.
Sementara, Visual Analogue Scale (VAS) dan Karolinska Sleepiness Scale (KSS) untuk
penilaian secara subjektif. Hasil uji statistik PVT menunjukkan tidak terdapat perbedaan
waktu reaksi antara periode sebelum dan setelah dinasan pada kedua kondisi kerja.
Sementara itu, hasil analisis durasi kedipan menyatakan bahwa hanya kondisi STS yang
layak untuk diterapkan dalam operasional masinis. Hal ini dikarenakan PTS memiliki
kecenderungan memberikan beban kerja yang lebih tinggi dan memicu akumulasi kelelahan
lebih cepat dibandingkan STS. Hasil ini mengindikasikan bahwa meskipun layak, penerapan
STS memerlukan pengelolaan risiko yang lebih ketat untuk menjaga performa dan
kewaspadaan masinis. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perpanjangan durasi
dinasan menjadi 6 jam berpotensi menurunkan kemampuan masinis dalam mempertahankan
perhatian berkelanjutan sehingga memerlukan adaptasi terhadap tuntutan tugas yang lebih
dinamis. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah mengembangkan strategi manajemen
kelelahan melalui pemantauan real-time, evaluasi variasi durasi dinasan, pemanfaatan
indikator fisiologis yang lebih beragam, serta pendekatan longitudinal yang
mempertimbangkan faktor lingkungan dan sistem kerja bergilir.
Perpustakaan Digital ITB