digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak
Terbatas  Dewi Supryati
» Gedung UPT Perpustakaan

Kelelahan kerja masinis merupakan salah satu faktor risiko utama yang dapat menurunkan tingkat kewaspadaan dan meningkatkan potensi terjadinya insiden dalam operasional kereta api di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, tuntutan peningkatan efisiensi perjalanan kereta api melalui kebijakan perpanjangan durasi dinasan menjadi 6 jam dinilai mampu mendukung target produktivitas perusahaan. Namun, potensi dampak kebijakan tersebut terhadap kondisi neurokognitif masinis masih belum dievaluasi secara mendalam. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perpanjangan durasi dinasan menjadi 6 jam terhadap tingkat kelelahan masinis pada dua kondisi kerja yang berbeda, yaitu station to station (STS) dan pra to station (PTS). STS merupakan kondisi di mana masinis hanya bertugas mengoperasikan kereta api dari satu stasiun ke stasiun lainnya. Sementara itu, PTS adalah kondisi yang melibatkan aktivitas tambahan sebelum keberangkatan dari stasiun asal, seperti menunggu pemeriksaan teknis awal rangkaian kereta dan penataan rangkaian (langsir) sehingga memiliki kompleksitas tugas yang lebih tinggi. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif pada sepuluh masinis aktif PT KAI dengan instrumen Psychomotor Vigilance Task (PVT) dan durasi kedipan mata untuk mengukur waktu reaksi. Sementara, Visual Analogue Scale (VAS) dan Karolinska Sleepiness Scale (KSS) untuk penilaian secara subjektif. Hasil uji statistik PVT menunjukkan tidak terdapat perbedaan waktu reaksi antara periode sebelum dan setelah dinasan pada kedua kondisi kerja. Sementara itu, hasil analisis durasi kedipan menyatakan bahwa hanya kondisi STS yang layak untuk diterapkan dalam operasional masinis. Hal ini dikarenakan PTS memiliki kecenderungan memberikan beban kerja yang lebih tinggi dan memicu akumulasi kelelahan lebih cepat dibandingkan STS. Hasil ini mengindikasikan bahwa meskipun layak, penerapan STS memerlukan pengelolaan risiko yang lebih ketat untuk menjaga performa dan kewaspadaan masinis. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perpanjangan durasi dinasan menjadi 6 jam berpotensi menurunkan kemampuan masinis dalam mempertahankan perhatian berkelanjutan sehingga memerlukan adaptasi terhadap tuntutan tugas yang lebih dinamis. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah mengembangkan strategi manajemen kelelahan melalui pemantauan real-time, evaluasi variasi durasi dinasan, pemanfaatan indikator fisiologis yang lebih beragam, serta pendekatan longitudinal yang mempertimbangkan faktor lingkungan dan sistem kerja bergilir.