Masuknya Solar Photovoltaik (PV) yang merupakan salah satu pembangkit intermittent dan non-dispatchable ke sistem kelistrikan akan menimbulkan
sejumlah biaya yang diperkenalkan sebagai biaya intermitensi. Salah satu dari biaya intermitensi tersebut adalah biaya yang harus ditanggung oleh pembangkit-pembangkit eksisting. Munculnya biaya tersebut diakibatkan oleh perubahan dispatch pembangkitan di sistem tersebut. Perubahan dispatch berdampak pada perubahan Capacity Factor (CF) pembangkit dari yang direncanakan. CF adalah
variabel yang menentukan fisibilitas pengoperasian suatu pembangkit. Perubahan CF akan berdampak pada perubahan parameter-parameter fisibilitas pembangkit, yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PP) dan Benefit-Cost Ratio (BCR). Perubahan fisibilitas pembangkit eksisting tersebut menjadi lebih buruk bahkan dapat menjadi tidak fisibel lagi untuk dioperasikan. Perubahan tersebut dapat menjadi penghambat masuknya Solar PV ke sistem kelistrikan, walaupun pembangkit tersebut menggunakan energi
terbarukan yang ramah lingkungan sebagai energi primer. Masalah tersebut dapat diatasi bila perubahan fisibilitas pembangkit-pembangkit eksisting dapat dikompensasi oleh penurunan biaya operasi sistem akibat masuknya Solar PV
tersebut.
Dalam sistem kelitrikan Belitung yang menjadi studi kasus dalam penelitian ini, penurunan level fisibilitas pembangkit-pembangkit eksisting ditunjukkan oleh
penurunan NPV, IRR, BCR, serta penambahan PP pembangkit-pembangkit eksisting. Pembangkit-pembangkit eksisting yang mengalami penurunan level fisibilitas tersebut adalah PLTD Padang, PLTBg Austindo, dan PLTU Suge. Akibat masuknya pembangkit intermiten berupa Solar PV ke sistem Belitung, pembangkit yang paling besar menerima dampak penurunan level fisibilitas adalah PLTD Padang. Dengan penetrasi Solar PV sebesar 4 MW, NPV PLTD Padang mengalami penurunan yang sangat drastis menjadi hanya sebesar -2,05% dari NPV semula ketika Solar PV belum masuk ke sistem. PLTD Padang menjadi pembangkit yang mengalami dampak terbesar karena PLTD Padang adalah pembangkit yang melayani beban puncak siang dengan biaya operasi paling tinggi dibandingkan
dengan pembangkit-pembangkit lainnya yaitu PLTBg Austindo dan PLTU Suge yang beroperasi pada saat yang sama dengan jam operasi Solar PV. Hal ini ditunjukkan oleh penurunan NPV PLTBg Austindo dan PLTU Suge yang tidak signifikan, yaitu menjadi 98,17% dari NPV semula untuk PLTBg Austindo, dan menjadi 92,11% dari NPV semula untuk PLTU Suge. IRR PLTD Padang mengalami penurunan yang sangat drastis, yaitu hanya tersisa 36,90% dari IRR semula. IRR PLTBg Austindo dan IRR PLTU Suge masing-masing menjadi 99,25% dan 98,04% dari IRR semula ketika Solar PV belum masuk ke sistem. PP
PLTD Padang mengalami penambahan sebesar 2,77 tahun dari 6,17 tahun menjadi 8,94 tahun. Sedangkan PLTBg Austindo dan PLTU Suge mengalami penambahan PP yang tidak signifikan, yaitu sebesar 0,03 tahun dan 0,04 tahun. Secara umum, penurunan BCR PLTD Padang, PLTBg Austindo dan PLTU Suge tidak begitu signifikan, yaitu untuk PLTD Padang tersisa sebesar 96,01%, PLTBg tersisa sebesar 99,75%, dan PLTU tersisa sebesar 99,67%, dari BCR semula.
Meskipun integrasi Solar PV ke sistem Belitung membuat fisibilitas pembangkitpembangkit eksisting yang beroperasi pada saat yang sama dengan operasi Solar PV turun, penurunan biaya operasi sistem akibat masuknya Solar PV dengan kapasitas 4 MW masih dapat mengkompensasi penurunan NPV pembangkitpembangkit eksisting di sistem. Akan tetapi, rasio penurunan biaya operasi sistem akibat masuknya pembangkit intermiten ke sistem Belitung semakin turun terhadap penurunan NPV pembangkit-pembangkit eksisting seiring dengan bertambahnya kapasitas pembangkit intermiten yang masuk ke sistem. Hal tersebut ditunjukan
oleh naiknya rasio penurunan NPV pembangkit-pembangkit eksisting terhadap penurunan biaya operasi sistem pada kapasitas Solar PV yang masuk ke sistem sebesar 6 MW atau 1,5 kali dari kapasitas Solar PV 4 MW. Rasio penurunan NPV
pembangkit-pembangkit eksisting terhadap penurunan biaya operasi sistem tersebut adalah 31% pada kapasitas penetrasi Solar PV sebesar 4 MW, dan 44% pada kapasitas penetrasi Solar PV sebesar 6 MW.
Perpustakaan Digital ITB