Volume proyek dan properti diproyeksikan akan mengalami peningkatan pada tahun 2018. Pada tahun 2018 ini, diperkirakan pemerintah akan menganggarkan biaya sebesar Rp 2.204 Triliun dan pemerintah menganggarkan Rp. 230.5 Triliun atau sekitar 10.5% untuk sektor infrastruktur. Dengan peningkatan volume proyek infrastruktur tersebut, kualitas infrastruktur yang dibangun harus tetap menjadi fokus utama. Saat ini beton bertulang merupakan material yang masih paling umum digunakan di Indonesia. Pada struktur beton bertulang, mutu beton merupakan faktor paling utama yang mempengaruhi kualitas suatu infrastruktur yang dibangun. Mutu beton ini dipengaruhi oleh kualitas beton readymix yang merupakan indikator kualitas yang sulit dikendalikan karena mengandung banyak variabilitas-variabilitas dalam proses produksinya yang dapat mengakibatkan inkonsistensi mutu beton yang dihasilkan. Sehingga dibutuhkan suatu langkah manajemen kualitas untuk meminimalisir variabilitas proses produksi beton readymix dan menghasilkan produk mutu beton yang lebih konsisten sesuai target. Statistical Process Control (SPC) merupakan salah satu metode yang termasuk dalam prinsip Total Quality Management yang mampu meminimalisir variabilitas tersebut. Cara kerja dari metode ini adalah melalui analisis kondisi eksisting proses produksi dengan menggunakan alat bantu control charts. Kemudian apabila kondisi eksisting tersebut memiliki variabilitas berlebih maka perlu dicari akar permasalahannya dengan quality tools yang ada di dalam prinsip Total Quality Management. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan pada 4 perusahaan, ditemukan bahwa metode SPC ini belum umum digunakan dalam industri beton readymix di Indonesia pada produksi di batching plant.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada salah satu produsen beton readymix di Indonesia yaitu perusahaan A dengan menggunakan metode Statistical Process Control, terdapat 2 hal yang ditemukan pada tahap analisis kondisi eksisting proses produksi. Kedua hal tersebut adalah kondisi proses produksi yang ada apakah sudah berada dalam kendali atau tidak dengan melihat tingkat variabilitas yang ada. Kemudian didapatkan pula kapabilitas proses produksi yang berlangsung. Hasil analisis kondisi eksisting perusahaan A menunjukkan bahwa produk kuat tekan beton yang dihasilkan memiliki variabilitas yang tinggi dan mengindikasikan proses produksi belum berada dalam kendali. Selain itu, kondisi eksisting perusahaan A menunjukkan bahwa kondisi eksisting belum capable. Hal ini terlihat dari nilai kuat tekan rata-rata karakteristik produk beton masih jauh dibawah kuat tekan rata-rata perlu yang ditargetkan. Dengan hasil analisis tersebut maka perlu dilakukan identifikasi akar permaslahan.
Pada tahap analisis akar permaslahan terdapat 2 dampak yang dijadikan fokus utama analisis yaitu proses yang belum berada dalam kendali dan produk yang tidak capable yaitu nilai kuat tekan rata-rata turun dibandingkan nilai kuat tekan rata-rata perlu. Analisis ini dilakukan dengan bantuan alat check sheet dan diagram sebab-akibat. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa terdapat permasalahan mengapa proses produksi tidak berada dalam kendali yaitu pada aspek metode dan prosedur, perawatan alat dan material, kontrol mutu produk, serta manajemen komunikasi dan dokumen. Sementara itu, akar permaslahan turunnya kuat tekan rata-rata produk di bawah kuat tekan rata-rata perlu terdapat pada aspek mix design, proses mixing, dan pengujian benda uji. Permasalahan-permasalahan tersebut harus dieliminasi dengan solusi perbaikan agar proses produksi berada dalam kendali dan capable. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa aspek permasalahan metode dan prosedur adalah masalah yang paling signifikan memberikan dampak variabilitas proses produksi tidak berada dalam kendali. Selain itu aspek permasalahan mix design merupakan masalah yang paling signifikan memberikan dampak turunnya kuat tekan rata-rata karakteristik produk dibandingkan dengan kuat tekan rata-rata perlu.
Perpustakaan Digital ITB