digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK_Gani Muhammad Zohari
PUBLIC Open In Flipbook Perpustakaan Prodi Arsitektur

Ruang Tari adalah suatu titik pertemuan antara gerakan tubuh dan elemen spasial yang kompleks pada sumbu rasa melalui musik sehingga dapat terjadi proses prokreasi makna secara dinamis. Pada praktiknya, ruang tari seringkali tereduksi pada batas-batas fisik semata. Dengan begitu, proses pemaknaan menjadi sangat dangkal. Sedangkan, peristiwa tari itu sendiri merupakan sebuah peristiwa paripurna yang memiliki makna mendalam. Permasalahan ini dilihat melalui kacamata arsitektur dengan melihat aspek-aspek spasial arsitektural apa saja yang perlu diperhatikan dalam proses perancangan ruang tari. Untuk menguraikan aspek-aspek tersebut, dilakukan kajian mendalam terhadap salah satu tarian di Tatar Sunda, yaitu Pagelaran Tarawangsa. Pagelaran Tarawangsa mengisi ruang-ruang profan yang sangat dekat dengan masyarakat dan merubahnya menjadi ruang sakral yang dapat melahirkan pemaknaan yang mendalam. Di sisi lain, pagelaran Tarawangsa juga mengisi acara-acara kontemporer hingga pada taraf internasional. Dengan begitu, studi terhadap konsep spasial pada Pagelaran Tarawangsa dapat dilakukan secara mendalam. Pagelaran Tarawangsa dikaji melalui pendekatan tematik dengan sensibilitas fenomenografi. Dalam hal ini, aspek pengalaman dan perasaan partisipan dalam pagelaran Tarawangsa menjadi pijakan awal dalam merumuskan aspek-aspek spasial arsitektural yang dapat menjadi pertimbangan perancangan selanjutnya. Dengan begitu, penelitian ini dapat mengisi diskursus tentang konseptualisasi ruang dalam keterkaitannya dengan tubuh pada peristiwa tari. Hasilnya, terdapat 7 cara memahami ruang tari yaitu sebagai perwujudan hajat dan proses sakralisasi, sebagai keselarasan, musik sebagai sumbu rasa, tubuh sebagai medium, ruang tari sebagai proses belajar dan transformasi, sebagai penutur asal dan arah, serta sebagai ruang unik yang tidak terulang. Ketujuh variasi cara memahami ruang tersebut dianalisis pada tahap selanjutnya sehingga menghasilkan konsep-konsep spasial yang mendefinisikan ruang tari. Yaitu, sebagai ruang gerak dinamis yang terkoneksi melalui musik sehingga dapat menjadi tempat prokreasi makna. Konsep-konsep tersebut diinterpretasikan secara arsitektural sehingga diketahui bahwa tujuan utama perancangan ruang tari adalah sifat ragawi non-antroposentris. Untuk mendukungnya, ruang tari dapat dirancang untuk memiliki ruang antara, bersifat kontekstual, memiliki akustik yang baik, memberi arah dan batas, serta memberi kesempatan berkreasi. Penelitian ini memberikan kebaruan terhadap pemahaman ruang tari sebagai bentuk konseptualisasi ruang melalui gerak tari sekaligus rumusan praktis yang dapat dipertimbangkan dalam proses perancangan. Pemahaman ini mendukung diskursus tentang konseptualisasi ruang yang tidak hanya terbatas pada aspek-aspek materialitasnya saja, tapi juga terkait dengan entitas yang mengisinya. Dalam hal ini, ruang memiliki kualitas lain yang tidak dapat dipisahkan dengan latar belakang budaya manusianya. Kualitas ini dikenal dengan istilah spasialitas. Spasialitas Ruang Tari merupakan wujud kebudayaan yang dinamis dan terus bergerak ke arah yang baru. Dinamika ruang terbentuk dari gerak tubuh yang didasarkan pada kesatuan antara ruang, tubuh, dan rasa. Ia berpijak pada konteks untuk melakukan proses kreasi makna yang terjadi terus menerus. Sifat kesementaraannya menjadikan ruang tari terus berubah menjadi bentuk baru yang lebih baik. Dengan memahami bahwa ruang tari memiliki spasialitas yang khas, selanjutnya perancang dapat mengembangkan rumusan desain ruang tari yang dapat mewadahi segala kebutuhan spasialnya.