digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Magnetotelurik (MT) merupakan salah satu metode geofisika yang memanfaatkan sumber medan elektromagnetik alami (pasif) yang dapat memberikan informasi mengenai distribusi konduktivitas listrik bawah permukaan bumi. Hal ini dilakukan dengan cara mengukur medan listrik dan medan magnet alami yang bervariasi terhadap waktu di permukaan. MT telah diakui secara luas sebagai salah satu metode geofisika yang paling efektif untuk eksplorasi panas bumi, karena kemampuannya dalam memetakan distribusi konduktivitas listrik bawah permukaan secara langsung. Meski demikian, interpretasi MT menghadapi tantangan yang signifikan di mana proses inversi data MT bersifat non-linear, illposed, dan menuntut biaya komputasi yang tinggi, terutama untuk pemodelan tiga dimensi (3D). Studi ini secara fundamental berfokus pada pengembangan dan implementasi sebuah program inversi MT 2D yang efisien dan andal. Pendekatan 2D dipilih sebagai fokus utama karena efisiensinya yang jauh lebih tinggi dibandingkan pendekatan 3D. Kontribusi utama dari studi ini terletak pada integrasi beberapa inovasi metodologi yang spesifik. Inversi dilakukan dengan skema inversi non-linear Occam yang diimplementasikan menggunakan pendekatan elemen hingga (FEM) berbasis mesh segitiga yang adaptif. Untuk mengatasi akurasi pada area dengan topografi kompleks seperti lapangan panas bumi, dikembangkan sebuah alur kerja pra-pemrosesan data lapangan yang sistematis. Untuk meningkatkan resolusi pada zona target tanpa mengorbankan efisiensi, penelitian ini menerapkan desain mesh elemen hingga yang adaptif, di mana grid vertikal dibuat jauh lebih rapat di dekat permukaan dan lebih renggang di kedalaman. Untuk mencapai efisiensi komputasi, diimplementasikan skema quasi-Newton. Skema ini menghitung matriks Jacobian di awal, kemudian untuk ribuan iterasi berikutnya, matriks tersebut diperbarui secara cepat menggunakan metode Broyden, sebuah pendekatan yang secara signifikan menghemat waktu dan mengurangi memori komputasi sehingga memungkinkan dilakukannya iterasi dalam jumlah besar. Data yang digunakan pada proses inversi adalah data sintetik dan data lapangan. Kinerja program divalidasi melalui serangkaian uji pada data sintetik. Berbagai model geologi berupa model bumi homogen, model bumi berlapis (konduktif-resistif dan resistif-konduktif), dan model kontak vertikal (konduktif-resistif dan resistif-konduktif) diuji dengan dan tanpa topografi. Validasi program pada beragam model sintetik menunjukkan kemampuan merekonstruksi struktur asli dengan RMSE < 1.5. Proses inversi pada data sintetik ini menggunakan iterasi sebanyak 300 kali untuk inversi modus TE maupun modus TM dan iterasi sebanyak 500 kali untuk joint inversion TE-TM, toleransi 0.01 dan pengali Lagrange 1000. Berdasarkan hasil, modus TE lebih responsif terhadap struktur resistif dan perubahan resistivitas secara lateral. Sedangkan modus TM lebih responsif terhadap keberadaan lapisan konduktif secara vertikal. Hasil analisis mengonfirmasi bahwa joint inversion TETM dalam mengurangi ambiguitas dibandingkan model modus tunggal. Sebagai validasi akhir, program diaplikasikan pada data lapangan dari sepuluh titik MT di area panas bumi Patuha. Dengan menjalankan inversi hingga 1000 iterasi, model joint inversion TE-TM berhasil memperoleh misfit RMSE yang cukup kecil (0.203 untuk resistivitas dan 0.174 untuk fasa). Interpretasi geologis dari model akhir secara jelas menunjukkan zona konduktif dangkal (< 10 ?m) pada kedalaman 500 – 1500 m yang diinterpretasikan sebagai lapisan cap rock yang umum pada sistem panas bumi. Di bawahnya, teridentifikasi zona dengan resistivitas menengah yang berpotensi sebagai zona reservoir. Hasil ini konsisten dengan inversi 1D sebelumnya. Hasil–hasil ini membuktikan bahwa program yang dikembangkan merupakan perangkat yang valid, efisien, dan tangguh untuk karakterisasi bawah permukaan yang kompleks. Secara keseluruhan, penelitian ini berhasil mengembangkan sebuah program inversi MT 2D dari dasar yang terbukti valid, efisien dari segi komputasi, dan andal untuk karakterisasi struktur konduktivitas bawah permukaan pada kasus-kasus di mana asumsi 2D dapat dibenarkan, seperti pada survei satu atau dua lintasan dan pada area dengan arah jurus geologi yang dominan.