Abstrak - Della Hidayati Rahman
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Petani tradisional kakao di Indonesia menerapkan metode fermentasi alami yang
menghasilkan kualitas dan cita rasa biji kakao yang tidak konsisten, sehingga
pemasarannya cenderung terbatas, khususnya kakao jenis lindak (bulk cacao).
Salah satu solusinya adalah melakukan fermentasi terkontrol tambahan atau
fermentasi sekunder yang mampu meningkatkan kualitas serta menghasilkan
varian rasa kakao yang baru. Kompleksitas cita rasa dan aroma dapat direkayasa
saat fermentasi sekunder dengan penambahan ekstrak buah-buahan. Penelitian ini
bertujuan untuk membandingkan pengaruh penambahan variasi inokulum dan
buah terhadap kualitas biji kakao, membandingkan profil metabolit biji kakao
terfermentasi sekunder dengan penambahan inokulum dan buah, serta
membandingkan profil metabolit biji kakao hasil fermentasi sekunder sebelum
dan setelah dilakukan roasting. Fermentasi sekunder dilakukan menggunakan biji
kakao Forastero dari Lombok Utara yang telah terfermentasi secara alami dan
kemudian diberi lima macam perlakuan: (1) penambahan inokulum Candida
tropicalis (10% v/w, 107 sel/mL), (2) Lactiplantibacillus plantarum H5B7-1 (10%
v/w, 107 CFU/mL), (3) campuran C. tropicalis dan L. plantarum H5B7-1 (1:1),
(4) kulit segar buah lemon (4% w/v) dan C. tropicalis, serta (5) bubuk stroberi
(5% w/v) dengan campuran C. tropicalis dan L. plantarum H5B7-1. Seluruh
fermentasi dilakukan selama 15 jam pada inkubator suhu 30ºC dengan
pengadukan setiap 3 jam. Selama proses fermentasi, dilakukan pengamatan pH,
temperatur, kelimpahan mikroba, susut bobot, kadar air, dan perubahan profil
metabolit. Setelah fermentasi, biji dikeringkan menggunakan oven (50ºC, 24 jam)
dan di-roasting pada temperatur 150ºC selama 10 menit. Biji kakao kering
ditentukan kualitasnya melalui nilai indeks fermentasi dengan metode cut test dan
jumlah biji tiap 100 gram dibandingkan dengan baku mutu SNI 01-2323:2008.
Analisis metabolomik dilakukan dengan metode GC-MS dan analisis sensori
dilakukan oleh 14 orang panelis semi terlatih. Seluruh variasi fermentasi sekunder
mampu meningkatkan indeks fermentasi biji kakao yang mulanya bernilai 66%
menjadi 85–95% dan peningkatan mutu biji kakao dari kategori S menjadi C (SNI
01-2323:2008). Perubahan indeks fermentasi tertinggi sebesar 95% teramati pada
variasi penambahan C. tropicalis dan penambahan inokulum L. plantarum H5B7-
1. Berdasarkan Principal Component Analysis (PCA) dari analisis metabolomik,
perubahan tersebut ditandai dengan peningkatan kandungan asam amino alanin,
isoleusin, dan valin pada kedua perlakuan. Analisis volcano plot menunjukkan
fermentasi sekunder juga menyebabkan peningkatan kandungan gula glukosa,
sukrosa, dan galaktosa sebagai hasil metabolisme khas dari ragi (C. tropicalis),
serta peningkatan kandungan sugar acid glukono-1,5-lakton dan asam glukonat
sebagai hasil dari metabolisme khas bakteri asam laktat (L. plantarum H5B7-1).
Penambahan kulit buah lemon mampu mendukung pertumbuhan bakteri asam
laktat sehingga metabolit khas bakteri asam laktat juga meningkat, meski tidak
ditambahkan inokulum bakteri tersebut. Profil rasa khusus yang muncul akibat
proses fermentasi sekunder terlihat jelas pada perlakuan penambahan inokulum
bakteri asam laktat yang memunculkan cita rasa floral; penambahan buah lemon
yang memunculkan rasa buah lemon segar, woody, dan rempah; serta penambahan
inokulum ragi yang memunculkan profil rasa sayuran hijau. Hasil observasi pada
penelitian ini menunjukkan bahwa fermentasi sekunder mampu meningkatkan
kualitas dan keunikan cita rasa biji kakao.
Perpustakaan Digital ITB