Secara historis, kualitas lingkungan perairan dipantau secara utama melalui parameter kimia. Namun, pemantauan kimia hanya memberikan gambaran pada saat pengambilan sampel dan gagal mendeteksi kejadian pencemaran lebih luas dan pencemaran non-kimia seperti perubahan habitat. Kekurangan pemantauan dengan parameter kimia dapat diatasi dengan pemantauan biologis yang lebih akurat dalam mencerminkan kesehatan ekosistem. Pemantauan biologis didasarkan pada asumsi bahwa komunitas biologi dibentuk oleh kondisi jangka panjang lingkungan dan lebih akurat mencerminkan kesehatan ekosistem.
Komunitas ikan merespon perubahan lingkungan secara kumulatif artinya tidak hanya dalam jangka pendek. Variasi struktur komunitas ikan dapat mengindikasikan kondisi suatu perairan. Hal ini karena ketergantungan ikan pada kondisi perairan sepanjang siklus hidupnya. Secara keseluruhan ditemukan 10 spesies selama penelitian, dengan 6 spesies pada Stasiun I, 8 spesies pada stasiun II dan 3 spesies pada Stasiun III. Famili Cyprinidae terwakili oleh 4 spesies dan ditemukan di 2 stasiun penelitian yaitu Situ Cisanti dan Sapan. Dari 4 spesies famili Cyprinidae, Carassius auratus dan Cyprinus carpio merupakan spesies asing invasif di Situ Cisanti, sedangkan Anabas testudineus dan Monopterus albus merupakan spesies yang hanya ditemukan di Sapan.
Indeks keanekaragaman ikan di Stasiun II adalah 1,635 yang merupakan indeks tertinggi dari seluruh stasiun penelitian, sedangkan indeks keanekaragaman di Dayeuhkolot diketahui sebesar 0,294 merupakan nilai indeks yang paling rendah. Indeks Integritas Biotik Stasiun I dan Stasiun II adalah 14, sedangkan Stasiun III adalah 11. Hasil tersebut menggambarkan bahwa dengan memperhatikan komunitas ikan yang ada, Stasiun I dan II berada pada kategori buruk dengan dominasi oleh spesies omnivor yang toleran terhadap perubahan kondisi air, sedangkan pada Stasiun III berada pada kategori sangat buruk ditandai dengan hanya ditemukannya beberapa ikan yang kebanyakan toleran terhadap polusi.
Perpustakaan Digital ITB