Dalam beberapa dekade terakhir, insiden yang berkaitan dengan kontaminasi material berbahaya terus meningkat yang disebabkan berbagai material yang seringkali dikelompokkan dalam kategori CBRNE (Chemical, Biological, Radiological, Nuclear, and Explosive). Hal ini merujuk pada berbagai jenis material dalam golongan tersebut yang mampu menyebabkan efek yang besar jika berada dalam penggunaan yang salah, diantaranya adalah menyebakan kematian, memiliki efek massal, mempunyai efek jangka panjang, serta dapat mempengaruhi perubahan lingkungan secara ekstrim. Mekanisme respon cepat atas insiden tersebut sangat diperlukan untuk memberikan informasi pola sebaran kontaminasi pada lingkungan yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan bentuk atau proses penanganan berikutnya. Hal ini telah mulai banyak dikembangkan dalam dekade terakhir, sejak pengukuran manual oleh operator dengan alat ukur tertentu digantikan oleh sistem teleoperasi, instalasi jaringan sensor nirkabel, hingga penggunaan teknologi berbasis robotika tunggal maupun jamak sebagai sensor bergerak. Kecepatan pengukuran, ketepatan dalam mengestimasi pola sebaran, efisiensi sistem, serta keamanan merupakan beberapa faktor yang dijadikan sebagai landasan dalam mendesain mekanisme respon cepat yang tepat sasaran.
Penggunaan teknologi robotika, terutama yang berkaitan dengan implementasi robot jamak cukup populer dalam beberapa tahun terakhir sebab mampu menghindarkan manusia dari paparan kontaminasi material berbahaya secara langsung. Selain faktor keamanan tersebut, penerapan robot jamak meningkatkan kecepatan dalam melakukan pengukuran serta memberikan jaminan akurasi yang lebih baik dibandingkan robot tunggal. Namun demikian, dalam penerapan mekanisme yang melibatkan robot jamak diperlukan suatu pendekatan kolaboratif yang memungkin robot dapat melakukan pengukuran secara tersebar dengan efektif dan efisien.
Pada berbagai kasus penerapan robot jamak homogen atau menggunakan jenis robot yang seragam, kinerja sangat dependen terhadap spesifikasi dan kemampuan dari robot tersebut secara kolektif. Sebagai contoh, waktu penyelesaian misi dan jangkauan operasi dipengaruhi oleh kecepatan mobilitas, manuverabilitas, dan durasi pengoperasian robot terkait dengan kapasitas batere. Pada ground robot, jangkauan operasi dapat dicapai secara luas pada waktu lama karena kecepatan mobilitas yang lambat namun memiliki lifetime yang panjang untuk mendukung operasi waktu lama. Sebaliknya, penggunaan aerial robot cenderung menghasilkan ruang pemetaan yang lebih baik pada waktu singkat namun terbatas waktu mengingat lifetime yang pendek. Lebih lanjut, dinamika pengukuran juga dipengaruhi oleh desain dan dinamika pergerakan robot selain karakteristik sensor. Di sisi lain, faktor lingkungan juga menentukan apakah jenis robot yang diterapkan optimal untuk pengukuran dan pemetaan sesuai karakter lingkungan tersebut.
Pendekatan kendali cakupan (coverage control) banyak digunakan untuk mengatur distribusi robot jamak di luasan lingkungan pengukuran. Pendekatan ini lebih cocok dalam aplikasi pemetaan daripada pendekatan pelacakan dan lokalisasi sumber karena tidak hanya berfokus pada perencanaan jalur mobilitas robot berbasis penelusuran nilai tetapi mempertimbangkan sebaran nilai pada keseluruhan luasan lingkungan. Fungsi dekomposisi area berbasis graf Voronoi menjadi pondasi utama dalam menentukan lokasi tujuan robot agar distribusi pengukuran dapat mencakup wilayah yang luas sehingga mampu menggambarkan pola sebaran kontaminasi yang representatif. Pendekatan berbasis graf Voronoi dipilih karena lebih efisien secara komputasional, serta memiliki pendekatan analitis dan determenistik yang lebih mudah diimplementasikan untuk robot heterogen, apabila dibandingkan dengan pendekatan lain seperti Graph Neural Network (GNN).
Penerapan kerjasama multi ground dan aerial robot memberikan perspektif baru baik secara perencanaan, penyelesaian misi, dan peningkatan kinerja dalam sistem yang dibangun. Mekanisme kolaboratif dari kedua jenis robot menawarkan tradeoff antara: (i) penggunaan multi ground robot yang menghasilkan presisi peta dari hasil pengukuran dan estimasi namun memerlukan waktu lama, dan (ii) penggunaan multi aerial robot dengan kemampuan jelajah yang terbatas waktu namun mampu dengan cepat melakukan pengukuran. Kerjasama multi ground dan aerial robot untuk menghasilkan peta sebaran kontaminasi yang representatif dan handal pada luasan pada wilayah yang diberikan dalam waktu tertentu secara efektif dan efisien telah berhasil dikembangkan. Pengukuran dan pemetaan juga dapat dilakukan untuk beberapa variasi ketinggian yang berbeda. Kinerja dan keberhasilan ditunjukkan melalui tingkat cakupan pengukuran dan pemetaan wilayah yang terkontaminasi, tingkat validitas hasil estimasi pola sebaran kontaminasi yang diperoleh, dan waktu yang perlukan untuk mencapai tingkat cakupan tertentu.
Kerjasama multi aerial dan ground robot dibangun menggunakan pendekatan kendali cakupan heterogen (heterogeneous coverage control). Fungsi dekomposisi berbasis graf Voronoi berbobot (weighted Voronoi) dieksekusi berdasarkan fungsi pembobotan yang dikembangkan secara khusus dengan memanfaatkan variabel: (i) jenis robot, (ii) kecepatan, (iii) mobilitas, (iv) waktu operasi, dan (v) performansi sensor. Fungsi pembobotan dikelompokkan dalam dua kategori: jangkauan eksplorasi dan kinerja pengukuran. Pendekatan tersebut dapat menghasilkan ruang pengukuran yang lebih luas dengan variansi yang lebih baik jika dibandingkan dengan penerapan fungsi dekomposisi graf Voronoi standar. Pendekatan ini memperkaya teori kendali cakupan heterogen dengan variasi heterogenitas berdasarkan spesifikasi, karakteristik, serta domain dari robot yang berbeda.
Peta estimasi pola sebaran kontaminasi yang dihasilkan merupakan kombinasi atas hasil pengukuran dan estimasi mengingat keterbatasan waktu dan jangkauan pengukuran. Tingkat cakupan pengukuran yang lebih luas mempengaruhi tingkat akurasi estimasi pola sebaran yang juga akan semakin baik. Namun, untuk memperoleh cakupan yang luas memerlukan waktu dan biaya yang tinggi. Di sisi lain, tidak seluruh wilayah yang diberikan mengalami kontaminasi material berbahaya. Penerapan batas nilai densitas dikembangkan untuk membatasi ruang pengukuran pada wilayah terkontaminasi. Akibatnya, tingkat cakupan mengalami penurunan tanpa banyak mengorbankan penurunan akurasi estimasi pola sebaran sehingga efiensi pemetaan tetap terjaga.
Tahap penelitian meliputi pemodelan sistem yang dilanjutkan dengan proses validasi melalui simulasi pada platform robot operating system (ROS). Simulasi dilakukan untuk pemetaan kontaminasi pada lingkungan indoor dan outdoor dengan beberapa variasi jumlah robot baik secara homogen maupun heterogen. Pengujian ini masih terbatas pada model sebaran kontaminasi yang bersifat statis. Berdasarkan hasil simulasi, mekanisme yang diusulkan menujukkan adanya peningkatan cakupan pengukuran rata-rata 6,35% dari pendekatan penerapan robot homogen. Jika dilihat dari sisi akurasi, mekanisme multi aerial dan ground robot ini mampu meningkatkan akurasi estimasi secara rata-rata sebesar 2,89% atas penggunaan robot jamak homogen.
Pada tahap akhir, eksperimen penerapan mekanisme yang telah dikembangkan dikonstruksi menggunakan nano-aerial robot dan unmanned ground vehicle untuk melakukan pengukuran dan pemetaan sebaran gas dalam ruangan. Konstruksi hardware dan software disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan material kontaminan yang diukur dan dipetakan, meliputi desain robot, sistem kendali, sensor, dan sebagainya. Eksperimen dilakukan dalam beberapa skenario berdasarkan metode usulan dan mekanisme eksisting lainnya dari literatur. Peningkatan kinerja dapat ditunjukkan oleh eksperimen penerapan mekanisme usulan, setidaknya hingga 2-3% dari sisi rata-rata peningkatan cakupan per waktu. Misi pemetaan pun dapat diselesaikan dalam waktu lebih cepat dengan perolehan akurasi yang hanya selisih 0,5-1%. Hasil penelitian ini potensial untuk diterapkan dalam misi pemetaan sebenarnya menggantikan skema lain yang telah ada saat ini, seperti sekam kendali jarak jauh, sekuensial, dan penggunaan robot jamak homogen.
Perpustakaan Digital ITB