Kota Banjaran dan Soreang merupakan kota yang berperan penting dalam konteks Kabupaten Bandung ataupun Metropolitan Bandung. Akan tetapi, di kedua kota ini masih terdapat kesenjangan antara standar pelayanan air bersih dengan pelayanan yang diterima masyarakatnya. Kesenjangan tersebut dapat dilihat pada hasil studi yang telah dilakukan dan survey awal sebelumnya. Sebelumnya telah terdapat studi yang mengidentifikasi kinerja lembaga penyedia air bersih di Kota Banjaran dan Soreang. Dari hasil studi tersebut, diperoleh bahwa tingkat kehilangan air PDAM di kedua kota ini mencapai 37,61% di Soreang dan 50,82% di Banjaran pada tahun 2004. Selain itu, cakupan pelayanan perpipaan PDAM-nya juga masih rendah, yakni hanya 24,45% di Kota Soreang dan 2,04% di Kota Banjaran. Sementara dari survey awal yang sebelumnya telah dilakukan mengenai evaluasi kuantitas, kualitas, kontinuitas air PDAM di kedua kota tersebut, juga diperoleh adanya kesenjangan. Untuk kebutuhan air minimal misalnya, di Kota Banjaran, 80% responden PDAM berada di bawah standar 150 l/o/h. Untuk kualitas air, sekitar 70% responden di Kota Banjaran dan Soreang belum mendapatkan kualitas air PDAM yang memenuhi standar. Sementara untuk jam operasi, lebih dari 40% responden Banjaran dan Soreang belum mendapatkan aliran air PDAM selama 24 jam. Akan tetapi, studi dan survei awal tersebut hanya sebatas menemukan adanya kesenjangan antara standar dengan pelayanan yang dirasakan masyarakat.
Sampai saat ini belum ada suatu studi lanjutan yang mengkaji mengenai peminimalan kesenjangan tersebut. Oleh karena itu, studi yang akan dilakukan ini merupakan studi lanjutan dari studi sebelumnya. Studi ini akan mengkaji bagaimana upaya untuk meminimalkan kesenjangan tersebut. Cakupan studi ini juga akan diperluas, tidak hanya pelayanan PDAM tetapi juga meliputi pelayanan komunal. Untuk itu, maka tujuan dari studi ini adalah meminimasi kesenjangan antara standar pelayanan air bersih dengan pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat pengguna PDAM dan komunal di Kota Banjaran dan Soreang. Sasaran-sasaran yang ingin dicapai adalah menentukan standar pelayanan ar bersih yang akan digunakan dalam studi, mengetahui persepsi masyarakat pengguna PDAM dan komunal terhadap masing-masik aspek pelayanan air bersih, mengetahui persepsi pihak penyedia dalam memberikan pelayanan air bersih, dan menemukan upaya-upaya peminimalan kesenjangan antara standar pelayanan air bersih dengan pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat. Adapun metode analisis yang digunakan adalah metode komparatif. Melalui metode komparatif ini akan dilihat sejauh mana kesenjangan antara standar dengan pelayanan yang dirasakan masyarakat. Kemudian untuk menentukan upaya peminimalan kesenjangannya, akan dilihat persepsi pihak penyedia dalam memberikan pelayanan air bersih.
Dari hasil studi ini, upaya peminimalan kesenjangan yang dapat dilakukan PDAM antara lain peningkatan kapasitas produksi, perbaikan pipa yang bocor ataupun yang sudah tua/rentan bocor, pemindahan lokasi intake Sungai Cisangkuy ke tempat yang lebih hulu seperti Kecamatan Cimaung, peningkatan jumlah SL baik melalui peningkatan kepadatan pelanggan maupun perluasan jaringan, peningkatan kualitas SDM yang berkaitan dengan pencatatan dan pengukuran, pengkalibrasian ulang alat-alat pengukuran yang digunakan, dan perawatan pipa yang berada di atas permukaan tanah dan pemeliharaan lingkungan sekitarnya. Sementara sistem komunal perlu melakukan upaya penggunaan sumber air baku lain berupa air tanah atau mata air di lokasi yang jauh dari kegiatan industri, perbaikan pipa yang bocor, penggunaan water meter induk, penyuluhan kepada pengelola sistem komunal mengenai konsep kehilangan air dan pentingnya pemeriksaan kualitas air, peningkatan jumlah SL melalui peningkatan kepadatan pelanggan, dan perawatan pipa yang berada di atas permukaan tanah dan pemeliharaan lingkungan sekitarnya. Masyarakat juga dapat melakukan kerja sama dengan pihak penyedia air bersih dalam hal mengatasi persoalan kehilangan air. Khusus untuk aspek jam operasi, upaya peminimalan kesenjangan juga dapat dilakukan melalui penurunan standar minimal menjadi 20 jam/hari dengan syarat air mengalir terus, tidak mati secara tiba-tiba, dan debit alirannya mencukupi.