digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Perdebatan tata kelola perubahan iklim yang pada awalnya hanya terkait ketidakseimbangan antara aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, saat ini semakin berkembang pada isu trade off yang terjadi antara aksi adaptasi, mitigasi dan pembangunan yang cenderung dilakukan secara terpisah. Perdebatan tersebut memunculkan gagasan triple wins yang merupakan konsep dimana aksi tunggal dapat memberikan manfaat adaptasi, mitigasi dan pembangunan. Peluang untuk secara bersamaan mengatasi adaptasi, mitigasi dan pembangunan mulai teridentifikasi dan memunculkan istilah Climate Compatible Development (CCD). Bersamaan dengan tujuan CCD tersebut, upaya kebijakan beralih ke pendekatan yang lebih terintegrasi, yang mampu meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan lintas level dalam tata kelola multilevel diperlukan untuk mendukung proyek-proyek yang menawarkan 'triplewins'. Dalam penelitian tata kelola multilevel belum ada kerangka yang bisa digunakan untuk menganalisis pemangku kepentingan dan kebijakan pada lintas tingkat dan lintas sektor menggunakan pendekatan CCD. Meskipun asumsi terhadap aspek institusi dan kebijakan dalam implementasi CCD sudah banyak, tetapi belum ada penelitian yang menjelaskan seperti apa struktur dan bagaimana jaringan kelembagaan yang mengatur CCD?, bagaimana kelembagaan tersebut didirikan dan beroperasi?. Memahami bahwa CCD memerlukan kerangka tata kelola multilevel, namun belum pernah dilaporkan kerangka tata kelola perubahan iklim dengan menggunakan pendekatan CCD. Penelitian ini menjelaskan seperti apa bentuk-bentuk baru dari proses institusional yang muncul yang mencerminkan transformasi ke pemikiran “triple wins”. Penelitian ini bertujuan membangun kerangka tata kelola multilevel perubahan iklim dengan pendekatan Climate Compatible Development. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dengan tujuan membangun kerangka tata kelola multilevel perubahan iklim dengan pendekatan Climate Compatible Development (CCD) pada studi kasus pengelolaan kawasan ekosistem mangrove di pesisir Kota Semarang. Pesisir Kota Semarang menjadi sangat relevan menjadi wilayah studi kasus karena memerlukan aksi pembangunan ekonomi, adaptasiii dan mitigasi perubahan iklim dengan prioritas yang sama sesuai dengan konsep CCD. Data diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam terhadap informan dan dianalisis dengan analisis pemangku kepentingan dengan pendekatan konsep CCD dan teori tatakelola multilevel. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan menggunakan diagram CCD untuk menganalisis potensi CCD pada ekosistem mangrove ditemukan praktik pengelolaan ekosistem mangrove di Kota Semarang yang sudah menghasilkan manfaat CCD pada saat ini. Dengan menggunakan pendekatan CCD juga ditemukan bahwa pemangku kepentingan dan kebijakan sudah ada yang menunjukkan tata kelola multilevel yang sudah memiliki tujuan untuk pembangunan ekonomi serta adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Pemangku kepentingan yang terlibat dalam penanaman, rehabilitasi dan konservasi ekosistem mangrove untuk tujuan tiga manfaat (CCD) sekaligus adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perikanan Kota Semarang, dan Universitas Diponegoro. Kebijakan yang ditetapkan terkait tata kelola ekosistem mangrove untuk tujuan tiga manfaat (CCD) adalah Strategi Nasional Pengelolaan Lahan Basah 2022, LTS-LCCR 2022 dan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 43 tahun 2012. Pada studi kasus juga ditemukan trade off terhadap tujuan CCD dimana ada beberapa proyek yang sudah dilakukan menyebabkan konversi lahan ekosistem mangrove. Kewenangan dan hirarki perundangan merupakan tantangan institusional dalam tata kelola untuk memperoleh manfaat CCD yang ditemukan dalam penelitian ini.