digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Indonesia sebagai negara dengan cadangan timah terbesar kedua di dunia memiliki peran penting dalam industri timah global dengan kontribusi 17% terhadap produksi timah dunia. Meski demikian, rantai industri timah dalam negeri menghadapi berbagai tantangan, termasuk ketergantungan pada impor produk bernilai tambah tinggi seperti tin solder dan tin plate, sementara ekspor didominasi oleh logam timah. Sesuai amanat UU No. 3 Tahun 2020 dan PP No. 96 Tahun 2021, pemerintah mewajibkan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri untuk memaksimalkan nilai tambah, menyediakan bahan baku bagi industri lokal, dan meningkatkan penerimaan negara. Namun, implementasi kebijakan ini masih belum optimal. Untuk mendukung tujuan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan timah terhadap peningkatan nilai tambah, pendapatan sosial, serta kontribusinya pada penerimaan pemerintah. Penelitian ini akan membandingkan 3 (tiga) skenario, yaitu terdapat ekspor timah dengan kondisi eksisting (Skenario 1), adanya kebijakan pembatasan ekspor timah diiringi dengan peningkatan kapasitas pabrik domestik (Skenario 2), dan diterapkan kebijakan pembatasan ekspor timah tanpa adanya peningkatan kapasitas pabrik domestik (Skenario 3). Metode Social Accounting Matrix (SAM) digunakan untuk memodelkan hubungan antar sektor ekonomi, rumah tangga, dan pemerintah, serta menggambarkan aliran pendapatan dan pengeluaran dalam perekonomian. Hasil analisis menunjukkan bahwa Skenario 2 merupakan skenario optimal, karena mendorong pengembangan industri hilir timah dalam negeri untuk memenuhi pasar domestik yang berkembang, sambil tetap mempertahankan pendapatan ekspor meskipun dalam jumlah lebih kecil. Skenario ini menciptakan keseimbangan antara pengembangan industri hilir dan pendapatan ekspor, memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia.