Fenomena kegagalan infrastruktur jembatan akibat lateral spreading telah menimbulkan dampak serius, termasuk kerugian finansial yang besar dan hilangnya nyawa manusia. Kasus-kasus seperti keruntuhan Oakland Bay Bridge di San Francisco (1989), Showa Bridge di Niigata, Jepang (1964), dan South Brighton Bridge di Selandia Baru (2011) menunjukkan pola serupa, yaitu fenomena ini terjadi di wilayah pesisir sungai dengan tanah aluvial berpasir lepas, yang dipicu oleh gempa bumi kuat. Fenomena tersebut mencerminkan karakteristik likuifaksi, di mana tanah aluvial berpasir jenuh air yang terpapar beban gempa kuat mengalami peningkatan tekanan air pori, sehingga mengurangi kekuatan tanah dan menyebabkan keruntuhan struktur di atasnya. Kondisi serupa juga ditemukan di wilayah Indonesia yang memiliki karakteristik geoteknik serupa serta aktivitas seismik yang tinggi. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang lateral spreading sangat penting untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Dalam memahami mekanisme lateral spreading akibat likuifaksi maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk memodelkan analisis dengan pendekatan empiris dan numerik. Analisis empiris dilakukan menggunakan metode Bartlett & Youd (2002) dan Byrne (1990), yang telah teruji dalam menganalisis deformasi akibat likuifaksi. Adapun analisis numerik dilakukan menggunakan metode beda hingga dengan bantuan software FLAC2D dan model konstitutif Mohr-Coulomb digunakan untuk analisis statik, sedangkan model Finn-Byrne diterapkan untuk analisis dinamik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lateral spreading terjadi di wilayah pesisir sungai dengan kemiringan landai akibat adanya lapisan tanah yang terlikuifaksi. Analisis numerik dengan model Finn-Byrne di FLAC2D menunjukkan peningkatan tekanan air pori hingga Excess Pore Pressure Ratio (Ru) mencapai satu, yang mengindikasikan terjadinya likuifaksi. Deformasi lateral yang dihasilkan memiliki selisih yang berkisar antara 4% hingga 30% untuk perbandingan hasil analisis numerik terhadap deformasi pengukuran di lapangan (LiDAR). Kemudian analisis empiris Metode Bartlett & Youd (2002) dan Byrne (1990) memiliki selisih yang berkisar antara 1% hingga 15%, sehingga metode ini dapat diandalkan untuk analisis di lokasi tanpa struktur. Dalam upaya mitigasi, penggunaan stone column menunjukkan penurunan signifikan pada nilai Ru, yang berarti bahwa stone column efektif dalam mereduksi potensi likuifaksi. Stone column mampu mengurangi deformasi lateral hingga 0,65 m, menjadikannya solusi mitigasi yang cukup efektif untuk mengurangi dampak lateral spreading. Selain itu, hubungan antara Cumulative Absolute Velocity (CAV) dan Arias Intensity dengan deformasi lateral menunjukkan bahwa semakin besar nilai CAV dan Arias Intensity, semakin besar pula deformasi lateral yang terjadi.