digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Komodifikasi merupakan sebuah perubahan fungsi suatu benda yang umumnya tidak dipandang sebagai suatu produk komersial menjadi komoditas. Istilah komodifikasi dewasa ini telah digunakan secara lebih luas dibandingkan sejak pertama kali kata itu dikenalkan, yaitu penggambaran aksi manusia sebagai subjek dari nilai-nilai ekonomi. Satu hal yang menjadi kesamaan dari fenomena-fenomena komodifikasi, yaitu pelaku melihat adanya peluang untuk mendatangkan uang. Terjadinya komodifikasi tidak lepas dari perubahan cara pandang masyarakat terhadap norma dan nilai dari sebuah objek. Dalam penelitian ini kita akan melihat bagaimana para aktor memandang manuskrip kuno sebagai sebuah objek komodifikasi. Untuk dapat melihat motif para aktor dalam melakukan komodifikasi tersebut, kita harus mengetahui bagaimana proses terjadinya komodifikasi manuskrip kuno ini menjadi batik. Tujuan dari penelitian ini adalah membedah proses komodifikasi manuskrip kuno menjadi batik iluminasi manuskrip menggunakan teori agensi pasar. Manuskrip kuno – yang sehari-hari tersimpan di skriptoriumnya – ternyata dapat bertransformasi menjadi batik setelah mengalami serangkaian proses passiva(c)tion. Passicva(c)tion merupakan kesinambungan proses yang mampu membuat barang masuk ke kehidupan penerimanya. Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini menyoroti dua kasus komodifikasi manuskrip kuno menjadi motif batik yang berada di Pakualaman (sejak 2011) dan Rumah Gadang Mande Rubiah (sejak 2018). Dari kedua kasus tersebut, untuk dapat menjadi produk, manuskrip kuno mengalami empat fase, yaitu fase pertama: saat manuskrip kuno masih berwujud manuskrip, fase kedua: saat manuskrip kuno bertransformasi menjadi motif batik, fase ketiga: saat motif batik mengalami trans-media menjadi batik, dan fase keempat: saat batik yang telah jadi ditautkan kembali dengan identitas skriptoriumnya. Fase pertama menuju fase kedua adalah kondisi ketika manuskrip mengalami pelepasan banyak elemen; fase kedua menuju fase ketiga adalah kondisi ketika para agen memasukkan identitas kewilayahan; fase ketiga menuju fase keempat adalah ketika terjadi pelekatan kembali elemen “identitas manuskrip kuno” pada produk. Pelekatan kembali tersebut merupakan esensi dari komodifikasi ini karena berfungsi sebagai pembeda produk dengan batik-batik lainnya. Passicva(c)tion pada kedua kasus tersebut memberi ruang kepada pembeli pada penentuan harga, yaitu terkait variabel jenis kain dan proses pembatikan. Ruang fleksibel tersebut mempermudah singularitas antara produk dengan pembeli. Elemen iluminasi manuskrip kuno ini telah membentuk pasar baru dalam dunia batik. Terkait batik iluminasi manuskrip, para agen pada kasus Pakualaman cenderung menciptakan pasar eksklusif sedangkan para agen pada kasus Rumah Gadang Mande Rubiah cenderung menciptakan pasar umum. Merujuk kembali pada pernyataan bahwa terjadinya komodifikasi terikat pada cara pandang masyarakat terhadap norma dan nilai dari sebuah objek, para agen di sekitar batik iluminasi manuskrip Pakualaman berhasil menjadikan proses komodifikasi sebagai media penyebaran ajaran kebaikan dari manuskrip kuno kepada masyarakat luas, sedangkan para agen di sekitar batik iluminasi manuskrip Rumah Gadang Mande Rubiah berhasil menjadikan proses komodifikasi ini sebagai pemberdayaan UMKM.