Sektor perbankan di Indonesia menghadapi tantangan dalam mengelola agunan yang diambil alih (AYDA), terutama di masa pandemi. Bank, khususnya, telah berupaya memitigasi kenaikan AYDA, terutama yang berasal dari KPR. Bank termasuk dalam 10 bank dengan volume AYDA terbesar pada tahun 2019-2023. Meningkatnya volume AYDA ini menandakan bahwa Bank memiliki sejumlah besar aset non-produktif, yang mungkin saja dapat berdampak pada kesehatan keuangannya, dengan membebani neraca Bank, mengikat modal yang seharusnya dapat digunakan untuk tujuan menghasilkan pendapatan, dan mungkin mengancam kesehatan keuangan Bank secara keseluruhan. Meningkatnya AYDA mungkin juga berdampak pada rasio NPL, yang menandakan profil risiko yang lebih tinggi dan mungkin memerlukan pengawasan yang lebih ketat dari regulator. Strategi-strategi yang diterapkan oleh Bank saat ini untuk mengatasi masalah-masalah ini, termasuk penjualan dan pengelolaan AYDA, tampaknya tidak memadai, sehingga memerlukan evaluasi ulang terhadap pendekatan yang diambil.
Memahami hubungan antara indikator keuangan Bank dan kenaikan AYDA sangat penting untuk menyusun respon yang efektif. Selain itu, mengungkap akar penyebab gagal bayar KPR akan memberikan masukan bagi pengembangan langkah-langkah pencegahan dan perbaikan yang lebih kuat. Selama penelitian, kesehatan keuangan Bank ditinjau menggunakan kerangka RBBR dengan mengevaluasi rasio-rasio keuangan utama, termasuk NPL, profitabilitas, dan kecukupan modal. Perhatian khusus tertuju pada peningkatan AYDA dan NPL Bank. Diagram Fishbone digunakan untuk menyelidiki akar penyebab peningkatan AYDA. Faktor-faktor seperti kondisi dari nasabah yang menyebabkannya gagal bayar, lambatnya penjualan AYDA, dan tidak adanya perlindungan asuransi selama ketidakstabilan ekonomi telah dieksplorasi. Hal ini diikuti dengan analisis Pareto untuk memprioritaskan faktor-faktor paling penting yang berkontribusi terhadap masalah ini. Untuk mengusulkan dan memprioritaskan strategi efektif dalam mengelola AYDA, penelitian ini menggunakan AHP, sebuah metode MCDM, yang memungkinkan pengambil keputusan mengevaluasi berbagai alternatif berdasarkan berbagai kriteria, memastikan pendekatan sistematis dan berbasis data dalam pemilihan strategi. Dalam penelitian ini, tiga alternatif dievaluasi menggunakan AHP:
- Alternatif 1: Penambahan proteksi KPR bekerjasama dengan perusahaan asuransi dalam menciptakan produk asuransi kredit yang tepat guna, terjangkau dan sesuai kebutuhan nasabah, saat mengalami kehilangan pendapatan, PHK atau kecelakaan.
- Alternatif 2: Penambahan kerjasama dengan berbagai agen properti berkualitas untuk mendukung percepatan penjualan AYDA, apa adanya.
- Alternatif 3: bekerjasama dengan agen properti yang dapat membantu melakukan renovasi wajar terhadap AYDA untuk mempercepat penjualan.
Kriteria dan subkriteria penilaian strategi tersebut diperoleh dari FGD dengan pengurus Bank dan nasabah yang dipilih berdasarkan pengalaman, kepemilikan pengetahuan yang komprehensif, pemahaman yang baik, dan keterlibatan dalam kegiatan KPR dan AYDA, serta mengacu pada analisis SWOT Bank yang memastikan kekuatan, dan kelemahan internal, serta peluang dan ancaman eksternal dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun terjadi peningkatan AYDA, Bank tetap sehat secara finansial, dengan indikator-indikator utama seperti NPL, CAR, ROA berada dalam batasan regulasi yang dapat diterima. Namun, peningkatan AYDA dapat menimbulkan risiko terhadap stabilitas keuangan jangka panjang. Analisis akar penyebab mengidentifikasi beberapa faktor penting yang berkontribusi terhadap peningkatan AYDA dari KPR. Hal ini termasuk permasalahan berkaitan dengan nasabah seperti ketidakstabilan pendapatan dan kehilangan pekerjaan, lambatnya penjualan AYDA, dan tidak adanya perlindungan asuransi selama ketidakstabilan ekonomi.
Analisis AHP menunjukkan bahwa Alternatif 1 menempati urutan pertama yang diprioritaskan, disusul Alternatif 2, namun diantara kedua alternatif tersebut terdapat perbedaan bobot prioritas yang sangat kecil, yang berarti kedua strategi tersebut penting untuk dijalankan dan diprioritaskan. Usulan untuk menerapkan kedua alternatif tersebut secara paralel akan menjadi strategi yang paling efektif bagi Bank, karena Alternatif 1 dilakukan sebagai Strategi Preventif yang bertujuan meningkatkan kualitas aset Bank dengan mencegah KPR nasabah menjadi AYDA dan memberikan jaring pengaman bagi nasabah, kemudian Alternatif 2 dilakukan sebagai Strategi Korektif yang bertujuan untuk mengurangi jumlah AYDA Bank. Kedua strategi ini akan menjadi kombinasi yang sangat baik dalam memperbaiki kondisi Bank, dimana saat ini Bank merupakan salah satu bank dengan jumlah AYDA tertinggi di Indonesia. Alternatif 3 dilakukan sebagai strategi pelengkap, dimana merenovasi AYDA sebelum dijual dapat membantu meningkatkan nilai pasar dan memfasilitasi penjualan lebih cepat, namun memerlukan waktu yang lebih lama untuk renovasi itu sendiri.
Studi ini menyoroti pentingnya pendekatan terstruktur untuk mengelola AYDA dan mencegah KPR memasuki kondisi gagal bayar. Bank, meskipun sehat secara finansial, menghadapi risiko dari akumulasi AYDA, yang dapat berdampak pada kinerja keuangan dalam jangka panjang. Dengan memanfaatkan AHP untuk menentukan prioritas strategi, Bank dapat menerapkan pendekatan seimbang yang menggabungkan ketiga alternatif tersebut.