digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Sistem dinding geser adalah elemen struktural yang umum digunakan dalam bangunan tinggi untuk menahan gaya lateral seperti angin dan gempa bumi. Dinding geser yang dirancang dengan baik memiliki kekakuan dan kekuatan yang tinggi, mampu menahan sebagian besar gaya lateral yang terjadi pada bangunan. Namun, untuk memenuhi kebutuhan fungsional bangunan, seperti bukaan untuk lift, tangga, jendela, serta utilitas elektrikal dan mekanikal, dinding geser sering kali harus dilengkapi dengan bukaan. Penambahan bukaan ini dapat mengurangi kekakuan lateral dinding, mengakibatkan perilaku struktural yang independen dan mengurangi efisiensi sistem secara keseluruhan. Untuk mengatasi masalah ini, balok kopel digunakan sebagai elemen penghubung antara dinding geser yang terpisah, sehingga kekakuan dan kekuatan sistem dinding tetap terjaga. Balok kopel berfungsi untuk mentransfer gaya lateral antara dinding-dinding tersebut, dan juga bertindak sebagai elemen yang mendisipasi energi selama gempa melalui deformasi plastis yang daktil. Oleh karena itu, desain balok kopel harus memastikan bahwa elemen ini memiliki kapasitas geser yang tinggi serta daktilitas yang cukup untuk menghindari keruntuhan akibat geser atau compression strut. Standar desain seperti SNI 2847-2019 memberikan panduan mengenai desain balok kopel. Untuk balok dengan rasio panjang bentang bersih terhadap tinggi penampang (Ln/h) kurang dari 2, desain tulangan harus mencakup tulangan diagonal yang simetris dengan tulangan transversal yang dipasang rapat. Balok dengan rasio Ln/h lebih dari 4 dapat didesain mengikuti ketentuan balok SRPMK, sementara balok dengan rasio 2 ? Ln/h ? 4 dapat menggunakan tulangan diagonal atau mengikuti ketentuan SRPMK. Desain tulangan diagonal ini terbukti efektif dalam menahan keruntuhan akibat geser dan compression strut, serta memberikan kapasitas deformasi yang baik selama beban siklik gempa. Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi respon balok kopel dengan berbagai konfigurasi tulangan dan rasio terhadap beban siklik. Penelitian mengenai balok kopel telah dilakukan oleh Paulay dan Binney (1974) dengan fokus pada layout tulangan diagonal. Penelitian lainnya oleh Barney et al. (1980), Tassios et al. (1996), Galano & Vignoli (2000), Naish et al. (2013), dan berbagai peneliti lainnya telah mengeksplorasi berbagai layout tulangan, material, dan rasio panjang bentang terhadap tinggi penampang. Namun, sebagian besar penelitian ini berfokus pada hasil uji eksperimen dan belum mengeksplorasi secara mendalam model non-linear yang rasional untuk balok kopel. Seiring dengan meningkatnya penggunaan desain berbasis kinerja pada bangunan tinggi, pemodelan non-linear balok kopel menjadi semakin penting. ASCE/SEI 41-17 memberikan parameter pemodelan untuk balok kopel berdasarkan mekanisme keruntuhan yang mengontrolnya, yaitu geser dan lentur. Namun, standar ini belum memberikan panduan yang jelas mengenai bagaimana menentukan mode keruntuhan yang terjadi pada balok kopel. Selain itu, nilai kapasitas geser yang diprediksi oleh ASCE/SEI 41-17 diturunkan berdasarkan analogi truss, yang hanya sesuai untuk balok langsing, sementara nilai parameter deformasi diprediksi secara empiris dengan pendekatan statistik dari hasil uji eksperimental. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model backbone curve yang rasional dan persamaan yang mendukungnya, untuk memberikan estimasi respon gempa yang diharapkan dari struktur balok kopel. Tiga usulan backbone curve ditinjau pada penelitian ini. Usulan backbone crve didasarkan pada mekanisme keruntuhan, yaitu keruntuhan geser dan keruntuhan lentur/lentur-geser. Hasil penelitian menunjukkan bahwa backbone curve SST dapat diterima untuk memodelkan perilaku non-linear balok kopel dengan keruntuhan geser. Backbone curve SST, yang didasarkan pada mekanisme softened strut and tie, mampu memberikan prediksi kekuatan geser dan drift yang mendekati hasil eksperimen, dengan variansi yang dapat diterima. Backbone curve FFS, yang dibangun berdasarkan mekanisme lentur serta mempertimbangkan fenomena strain hardening, plastisitas, dan buckling, dapat digunakan untuk spesimen dengan layout tulangan non-tipikal yang tidak sesuai dengan standar. Model ini memberikan prediksi yang akurat untuk balok kopel dengan keruntuhan lentur dan lentur-geser. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini memberikan kontribusi signifikan dalam pengembangan model non-linear balok kopel yang lebih rasional, serta menyediakan panduan yang lebih komprehensif untuk desain balok kopel pada sistem dinding berangkai di bangunan tinggi, khususnya dalam konteks menghadapi beban siklik gempa.