Sistem dinding geser adalah elemen struktural yang umum digunakan dalam
bangunan tinggi untuk menahan gaya lateral seperti angin dan gempa bumi.
Dinding geser yang dirancang dengan baik memiliki kekakuan dan kekuatan yang
tinggi, mampu menahan sebagian besar gaya lateral yang terjadi pada bangunan.
Namun, untuk memenuhi kebutuhan fungsional bangunan, seperti bukaan untuk
lift, tangga, jendela, serta utilitas elektrikal dan mekanikal, dinding geser sering kali
harus dilengkapi dengan bukaan. Penambahan bukaan ini dapat mengurangi
kekakuan lateral dinding, mengakibatkan perilaku struktural yang independen dan
mengurangi efisiensi sistem secara keseluruhan. Untuk mengatasi masalah ini,
balok kopel digunakan sebagai elemen penghubung antara dinding geser yang
terpisah, sehingga kekakuan dan kekuatan sistem dinding tetap terjaga. Balok kopel
berfungsi untuk mentransfer gaya lateral antara dinding-dinding tersebut, dan juga
bertindak sebagai elemen yang mendisipasi energi selama gempa melalui deformasi
plastis yang daktil. Oleh karena itu, desain balok kopel harus memastikan bahwa
elemen ini memiliki kapasitas geser yang tinggi serta daktilitas yang cukup untuk
menghindari keruntuhan akibat geser atau compression strut. Standar desain seperti
SNI 2847-2019 memberikan panduan mengenai desain balok kopel. Untuk balok
dengan rasio panjang bentang bersih terhadap tinggi penampang (Ln/h) kurang dari
2, desain tulangan harus mencakup tulangan diagonal yang simetris dengan
tulangan transversal yang dipasang rapat. Balok dengan rasio Ln/h lebih dari 4 dapat
didesain mengikuti ketentuan balok SRPMK, sementara balok dengan rasio 2 ?
Ln/h ? 4 dapat menggunakan tulangan diagonal atau mengikuti ketentuan SRPMK.
Desain tulangan diagonal ini terbukti efektif dalam menahan keruntuhan akibat
geser dan compression strut, serta memberikan kapasitas deformasi yang baik
selama beban siklik gempa. Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk
mengevaluasi respon balok kopel dengan berbagai konfigurasi tulangan dan rasio
terhadap beban siklik. Penelitian mengenai balok kopel telah dilakukan oleh Paulay
dan Binney (1974) dengan fokus pada layout tulangan diagonal. Penelitian lainnya
oleh Barney et al. (1980), Tassios et al. (1996), Galano & Vignoli (2000), Naish et
al. (2013), dan berbagai peneliti lainnya telah mengeksplorasi berbagai layout
tulangan, material, dan rasio panjang bentang terhadap tinggi penampang. Namun,
sebagian besar penelitian ini berfokus pada hasil uji eksperimen dan belum
mengeksplorasi secara mendalam model non-linear yang rasional untuk balok
kopel. Seiring dengan meningkatnya penggunaan desain berbasis kinerja pada
bangunan tinggi, pemodelan non-linear balok kopel menjadi semakin penting.
ASCE/SEI 41-17 memberikan parameter pemodelan untuk balok kopel
berdasarkan mekanisme keruntuhan yang mengontrolnya, yaitu geser dan lentur.
Namun, standar ini belum memberikan panduan yang jelas mengenai bagaimana
menentukan mode keruntuhan yang terjadi pada balok kopel. Selain itu, nilai
kapasitas geser yang diprediksi oleh ASCE/SEI 41-17 diturunkan berdasarkan
analogi truss, yang hanya sesuai untuk balok langsing, sementara nilai parameter
deformasi diprediksi secara empiris dengan pendekatan statistik dari hasil uji
eksperimental. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model backbone curve
yang rasional dan persamaan yang mendukungnya, untuk memberikan estimasi
respon gempa yang diharapkan dari struktur balok kopel.
Tiga usulan backbone curve ditinjau pada penelitian ini. Usulan backbone crve
didasarkan pada mekanisme keruntuhan, yaitu keruntuhan geser dan keruntuhan
lentur/lentur-geser. Hasil penelitian menunjukkan bahwa backbone curve SST
dapat diterima untuk memodelkan perilaku non-linear balok kopel dengan
keruntuhan geser. Backbone curve SST, yang didasarkan pada mekanisme softened
strut and tie, mampu memberikan prediksi kekuatan geser dan drift yang mendekati
hasil eksperimen, dengan variansi yang dapat diterima. Backbone curve FFS, yang
dibangun berdasarkan mekanisme lentur serta mempertimbangkan fenomena strain
hardening, plastisitas, dan buckling, dapat digunakan untuk spesimen dengan layout
tulangan non-tipikal yang tidak sesuai dengan standar. Model ini memberikan
prediksi yang akurat untuk balok kopel dengan keruntuhan lentur dan lentur-geser.
Secara keseluruhan, hasil penelitian ini memberikan kontribusi signifikan dalam
pengembangan model non-linear balok kopel yang lebih rasional, serta
menyediakan panduan yang lebih komprehensif untuk desain balok kopel pada
sistem dinding berangkai di bangunan tinggi, khususnya dalam konteks
menghadapi beban siklik gempa.