digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Widowati Titis Paratri
PUBLIC Alice Diniarti

COVER Widowati Titis Paratri
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 1 Widowati Titis Paratri
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 2 Widowati Titis Paratri
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 3 Widowati Titis Paratri
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 4 Widowati Titis Paratri
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 5 Widowati Titis Paratri
PUBLIC Alice Diniarti

PUSTAKA Widowati Titis Paratri
PUBLIC Alice Diniarti

Pesatnya pembangunan infrastruktur di Indonesia saat ini, memacu berbagai ahli teknik sipil untuk terus berinovasi dalam menciptakan bangunan yang aman, nyaman dan berestetika. Dewasa ini banyak ahli teknik sipil mulai merencanakan bangunan dengan memperkecil dimensi elemen strukturnya yaitu dengan menggunakan material berkekuatan tinggi (high strength materials; fc > 70 MPa untuk beton, dan fy > 420 MPa untuk besi tulangan), tentunya tidak mengabaikan aturan-aturan yang berlaku dalam mendesain bangunan. Dalam merencanakan penggunaan material berkekuatan tinggi dan dimensi elemen struktur yang diperkecil, dibutuhkan analisis lanjutan seperti Pushover Analysis dan/atau Non-Linear Time History Analysis (NLTHA). Analisis tersebut membutuhkan suatu model struktur yang dapat menangkap keadaan kerusakan utama pada elemen struktur selama response seismic yang disebut model histeresis. Model histeresis tersebut digunakan untuk memperkirakan penyimpangan akibat beban pada elemen struktur yang nantinya menghasilkan suatu gambar kurva yang disebut backbone curve. Backbone curve ini merupakan gambar kurva yang menghubungkan titik – titik pada nilai – nilai tertinggi (extreme value) di setiap hasil gerakan siklik atau gerakan bolak balik pada respon seismik. Pemodelan backbone curve ini dapat dilakukan dengan cara empiris yang mana sudah diatur dalam peraturan ASCE 41-13. Pada ASCE 41-13, data-data parameter yang digunakan merupakan kumpulan data statistik hasil pengujianpengujian kolom terdahulu. Dimana model-model kolom yang digunakan memiliki material berkekuatan normal (normal strength materials / NSM). Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan studi mengenai pemodelan backbone curve yang dimodelkan secara empiris (ASCE 41-13) apakah masih applicable untuk high strength material’s column atau tidak, dengan judul “Studi Pemodelan Backbone Curve Untuk Kolom Beton Bertulang”. Selanjutnya, hasil iv analisis dari pemodelan empiris ini juga akan dibandingkan dengan pemodelan backbone curve secara rasional yaitu dengan menggunakan analisis penampang (sectional analysis) sebagai validasi dari analisis secara empiris. Hasil pengumpulan data berdasarkan ruang lingkup penelitian, didapatkan jumlah spesimen sebanyak 95 spesimen dari 19 authors. Dimana untuk kolom High Strength Material (HSM) sebanyak 41 spesimen, yang diantaranya 11 spesimen dengan kegagalan lentur, 2 spesimen dengan kegagalan lentur-geser, dan 28 spesimen dengan kegagalan geser. Selain itu untuk kolom Normal Strength Material (NSM) sebanyak 54 spesimen, yang diantaranya 37 spesimen dengan kegagalan lentur, 8 spesimen dengan kegagalan lentur-geser, dan 9 spesimen dengan kegagalan geser. Berdasarkan hasil analisis-analisis yang dilakukan pada penelitian ini di dapatkan hasil bahwa pemodelan backbone curves secara empiris (ASCE 41-13) kurang representatif dalam shear failure baik itu pada kolom HSM maupun kolom NSM. Kemudian pada pemodelan backbone curve secara rasional (berdasarkan analisis penampang) lebih representatif dengan data base baik itu untuk kolom HSM maupun kolom NSM, dibandingkan dengan pemodelan backbone curve secara empiris. Selain itu dalam pemodelan backbone curves secara empiris memerlukan interpolasi dibeberapa kondisi, sehingga akurasi perameter yang digunakan masih kurang representatif bila dibandingkan dengan pemodelan backbone curves secara rasional. Selain itu dilakukan pula analisis terhadap pengaruh perbandingan Hoops Ratio (Ash ex/ Ash ACI) pada kondisi drift ratio di 80% Pmax. Dimana hasil yang didapatkan adalah spesimen dengan hoops ratio yang kecil tidak selalu memiliki drift ratio yang besar, begitu pula sebaliknya. Penggunaan hoops ratio yang ditentukan oleh ACI 318-14 pada kolom NSM disemua kondisi kegagalan sudah cukup konservatif karena spesimen yang berada dikuadran IV sangat sedikit. Sementara itu pada kolom HSM sudah konservatif di kondisi kegagalan lentur dan lentur-geser, namun berbeda hasil untuk spesimen kegagalan geser walaupun beberapa sudah memenuhi hoops ratio yang ditentukan oleh ACI 318-14 akan tetapi deformabilitasnya masih dibawah 3%.