digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Sektor konstruksi merupakan salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan kontribusi signifikan terhadap PDB. Akan tetapi, PDB sektor konstruksi mengalami perlambatan setelah memuncak pada tahun 2022. Sektor konstruksi juga sedang mengalami transformasi digital akibat dukungan revolusi industri keempat secara global. Transformasi digital pada sektor konstruksi mengalami ketertinggalan dibandingkan industri lainnya tetapi pada tahun 2019, sektor konstruksi di Indonesia mendapat dorongan dalam pengembangan teknologi dan inovasi akibat pandemi Covid-19, yakni berkembangnya teknologi modular dan Building Information Modelling (BIM). Konstruksi modular sudah diterapkan pada sebagian proyek di Indonesia tetapi masih memiliki ruang untuk peningkatan supaya semakin cepat proses adopsi teknologi ini di Indonesia, terutama pada manfaat yang dirasakan untuk meningkatkan daya tarik masyarakat terhadap teknologi ini. Dalam pelaksanaan konstruksi, pemerintah sudah mewajibkan untuk menerapkan BIM dengan dimensi minimal pada dimensi keempat dan BIM membawakan dampak positif terhadap proses pelaksanaan konstruksi. Manfaat yang paling dirasakan pada konstruksi modular adalah penjadwalan konstruksi tetapi untuk menerapkan teknologi ini perlu ditinjau pula dampak teknologi modular terhadap biaya konstruksi. Proses konstruksi modular umumnya dilakukan dengan adanya integrasi BIM karena dimensi keempat dan kelima pada BIM membawa manfaat yang positif terhadap penjadwalan dan biaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor yang paling mempengaruhi penjadwalan dan biaya konstruksi modular sehingga mengevaluasi proses penjadwalan dan biaya metode tersebut untuk menjadi lebih optimal serta melihat dampak dari implementasi BIM pada proyek konstruksi modular. Data diperoleh melalui data sekunder, studi literatur, kuesioner, dan wawancara. Faktor pengaruh diidentifikasi sebanyak 39 faktor penjadwalan dan 39 faktor biaya melalui studi literatur yang dikelompokkan menjadi 7 (tujuh) kategori dan diolah dengan metode Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) dan dianalisis secara statistik deskriptif untuk menentukan faktor yang paling berpengaruh. Evaluasi penjadwalan dan biaya dapat dilakukan melalui analisis data sekunder proyek modular dan konvensional berupa kurva S dan RAB untuk setiap proyek modular dan konvensional serta data pendukung yang diperoleh dari data wawancara dan studi literatur. Untuk mengetahui dampak dari implementasi BIM dilakukan wawancara pada pelaksana konstruksi dan dukungan studi literatur. Analisis yang dilakukan menghasilkan bahwa faktor yang paling berpengaruh pada penjadwalan konstruksi modular adalah faktor PPH4 (pelaksanaan dan hubungan kerja), faktor yang paling berpengaruh terhadap biaya konstruksi modular adalah faktor BPH1 (pelaksanaan dan hubungan kerja, penjadwalan pada konstruksi modular berdasarkan studi kasus yang dilakukan lebih baik dibandingkan dengan konstruksi konvensional dengan produktivitas 271,6% lebih tinggi akibat pekerjaan pada konstruksi modular yang dapat dilakukan secara paralel dan urutan pekerjaan yang lebih independen dibandingkan konstruksi konvesional, biaya konstruksi modular pada studi kasus lebih tinggi sekitar 1,62 kali dibandingkan konstruksi konvensional akibat kontribusi biaya material pada konstruksi modular yang secara signifikan lebih mahal dibandingkan material konstruksi konvensional, dan saat ini BIM belum diterapkan secara optimal pada konstruksi modular, yakni penerapan BIM saat ini berada pada tahap clash detection dan quantity take-off tetapi memiliki potensi yang sangat besar pada setiap tahapan konstruksi apabila diintegrasikan dan diimplementasikan dengan benar untuk meningkatkan tingkat kepuasan, risiko, biaya, kualitas, dan waktu dari proses konstruksi. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh, penelitian ini berkontribusi terhadap wawasan terhadap implementasi konstruksi modular di Indonesia