digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Salah satu sasaran untuk mencapai Indonesia Emas 2045 adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang. Seluruh target tersebut tentunya sangat bergantung pada Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Untuk menciptakan SDM yang kompeten dan mampu bersaing pada tingkat nasional maupun global, pembangunan kesehatan memegang peranan penting dalam menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkannya, pemerintah bertanggung jawab menyediakan layanan kesehatan bagi semua warga negara. UUD 1945 mengamanatkan bahwa jaminan kesehatan, khususnya bagi masyarakat yang kurang mampu, adalah tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak masyarakat Indonesia yang menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari BPJS Kesehatan untuk layanan rawat inap. Pada tahun 2014, jumlah kunjungan pasien mencapai 4,2 juta dan terus meningkat di tahun-tahun berikutnya. Sesuai dengan arahan presiden dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024, aturan baru mengharuskan rumah sakit menyediakan minimal 60% tempat tidur kelas standar untuk pasien BPJS Kesehatan. Tujuannya agar semua peserta JKN mendapat pelayanan yang sama tanpa memandang status sosial. Dalam Kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), terdapat dua belas persyaratan yang harus dipenuhi pada aspek sarana dan prasarana. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya dan manfaat sosial dari rencana penerapan kebijakan KRIS di salah satu rumah sakit tipe A di Kota Bandung. Analisis dilakukan dengan metode analisis biaya dan manfaat sosial dengan mengasumsikan lima strategi dalam rencana implementasinya: pertama, strategi 0 ketika kebijakan KRIS tidak diimplementasikan; kedua, strategi 1A dengan merenovasi seluruh ruangan rawat inap dengan skema penentuan tarif pasien setara iuran kelas II; ketiga, strategi 2A dengan merenovasi seluruh ruangan rawat inap dengan skema penentuan tarif pasien setara iuran kelas III; keempat, strategi 2A dengan merenovasi seluruh ruangan rawat inap dan membangun gedung rawat inap baru dengan skema penentuan tarif pasien setara iuran kelas II; serta kelima, strategi 2B dengan merenovasi seluruh ruangan rawat inap dan membangun gedung rawat inap baru dengan skema penentuan tarif pasien setara iuran kelas III. Dari kelima strategi tersebut, dihitung masing-masing komponen biaya dan manfaat sosial yang direncanakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi yang paling optimal yaitu strategi 1A dengan nilai NPV dan BCR yang paling tinggi dibandingkan strategi lainnya. Dalam mengimplementasikan strategi 1A yang paling optimal, rumah sakit dalam hal ini harus melakukan persiapan renovasi seluruh area rawat inap yang belum memenuhi standar kriteria KRIS. Renovasi tersebut mencakup renovasi sarana dan prasarana, serta sistem utilitas yang belum terpenuhi.