digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800


COVER
PUBLIC Open In Flip Book Rina Kania

BAB I
PUBLIC Open In Flip Book Rina Kania

Bab II
PUBLIC Open In Flip Book Rina Kania

Bab III
PUBLIC Open In Flip Book Rina Kania

BAB IV
PUBLIC Open In Flip Book Rina Kania

BAB V
PUBLIC Open In Flip Book Rina Kania

DAFTAR PUSTAKA
PUBLIC Open In Flip Book Rina Kania

LAMPIRAN
PUBLIC Open In Flip Book Rina Kania

Terdapat resiko yang sangat besar dibalik penggunaan nuklir untuk kesehatan. Untuk meminimalkan resiko dari penggunaan nuklir tersebut, sebuah penahan radiasi harus digunakan untuk menghalau radiasi yang berlebih. Salah satu jenis penahan radiasi yang umum digunakan adalah bata timbal dikarenakan murah dan mudah untuk didapatkan. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) atau saat ini bernama Badan Riset dan Inovasi Nasional (ORTN-BRIN) memiliki kewenangan untuk memastikan bata timbal dapat menahan radiasi dengan baik untuk menjamin keamanan dari orang-orang yang berada di sekitar fasilitas pengobatan nuklir. Meskipun begitu, produksi bata timbal di Indonesia masih berada dalam skala laboratorium dengan metode konvensional. Tentu saja hal ini membuat kualitas dari bata timbal yang difabrikasi dipertanyakan. Selain itu, pengecekan berkala dari bata timbal yang telah terpasang hanya diwajibkan untuk dilakukan sekali pada saat pemasangan awal menjadi faktor lain yang dapat membuat keraguan dari kemampuan bata timbal dalam menghalau radiasi. Hal ini disebabkan metode pengecekan utama yang dilakukan adalah uji kebocoran menggunakan sumber radioaktif sulit untuk dilakukan berulang-ulang. Oleh karena itu, diajukan sebuah metode uji tak rusak berbasis ultrasonik yang relatif lebih aman dan mudah dilakukan sebagai tambahan untuk mendukung metode uji utama. Uji tak rusak menggunakan metode ultrasonik umum digunakan untuk pengecekan material berbahan dasar logam seperti besi, baja, ataupun aluminium ataupun beton. Akan tetapi, pada material berbahan dasar timbal, literatur yang menggunakan ultrasonik sebagai dasar uji tak rusak sangat sulit untuk ditemukan. Sehingga, dibutuhkan sebuah pengembangan sistem uji tak rusak berbasis ultrasonik pada penahan radiasi dengan tipe bata timbal. Dibutuhkan beberapa penyesuaian terhadap beberapa parameter ultrasonik yang dilakukan pada material besi atau baja untuk diterapkan pada material timbal. Penggunaan perangkat pembangkit pulsa dan akusisi data sumber terbuka un0rick menjadi penting karena memiliki fleksibilitas dalam mengubah parameter-parameter ultrasonik. Selain itu, permukaan bata timbal yang tidak rata akan membuat sudut pemindaian berubah-ubah. Untuk mengakomodir permasalahan tersebut, digunakan metode Partial Immersion Technique (PIT) pada penelitian kali ini. Pada penelitian ini, sistem uji tak rusak berbasis ultrasonik menggunakan metode analisis sinyal a-mode dan citra b-mode untuk mengevaluasi sampel bata timbal. Terdapat 3 buah sampel bata timbal yang mewakili 3 jenis skenario uji. Sampel pertama adalah bata timbal standar yang tidak memiliki cacat. Bata timbal ini digunakan sebagai referensi untuk pengujian pada sampel bata timbal yang lain. Sampel kedua adalah bata timbal dengan lubang buatan digunakan untuk mewakili kondisi cacat retakan akibat bencana alam pada saat dipasang. Cacat retakan sangat penting untuk dievaluasi dikarenakan cacat ini dapat mengurangi kemampuan mekanik dari sebuah bata timbal. Sampel ketiga adalah bata timbal dengan cacat alami akibat dari proses solidifikasi yang tidak sempurna. Sampel ini mewakili kondisi dari kesalahan pada proses fabrikasi yang dimana seharusnya penurunan suhu saat solidifikasi harus dilakukan secara perlahan. Pada analisis sinyal a-mode, digunakan metode korelasi silang sebagai metode dasar untuk membandingkan kualitas sebuah produk adalah membandingkan antara sebuah produk dengan sebuah standar uji. Pada skenario pertama, sampel standar akan dibandingkan dengan dirinya sendiri. Hasil pengujian pada skenario pertama menunjukkan rata-rata korelasi kasus bata timbal 1 untuk setiap titik sama dengan 0,9426, median sama dengan 0,9454, deviasi standar sama dengan 0,0241, dan nilai puncak korelasi terburuk adalah 0,8966. Dapat dikatakan bahwa seluruh titik bata timah 1 memiliki kesamaan hingga 94,26% dengan perbedaan sekitar 2,41%. Pada skenario kedua, dengan dasar waktu lag cacat dapat dideteksi pada kedalaman 13 mm, 23 mm, 28 mm, dan 37 mm. Pada skenario ketiga, cacat dideteksi pada kedalaman 37 mm. Pada analisis citra b-mode, metode rekonstruksi citra yang digunakan adalah interpolasi 2 titik. Metode ini umum digunakan dikarenakan mudah untuk dilakukan perhitungan, akan tetapi kekurangan dari metode ini adalah munculnya noise yang berbentuk kabut diakibatkan degredasi nilai tiap titik. Penggunaan metode penghilang kabut pada citra dapat digunakan untuk menghilangkan noise. Pada skenario pertama, seluruh piksel yang terlihat bewarna hitam. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat cacat pada bata timbal kasus pertama. Pada skenario kedua, terdapat indikasi cacat pada slice 13 mm, 23 mm, 28 mm, dan 37 mm yang ditandai dengan warna putih. Kedalaman slice tersebut didapatkan dari analisis sinyal a-mode yang telah dilakukan. Pada skenario ketiga, hampir seluruh bagian bata timbal kasus ketiga memiliki cacat pada kedalaman 37 mm yang dibuktikan dari citra b-mode yang menunjukkan piksel putih merata pada citra. Kata kunci: Bata Timbal, Partial Immerse Technique, Korelasi Silang, A-Mode, B-Mode. ?