digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penelitian ini menganalisis dampak tingkat penerapan sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) terhadap efisiensi operasional perusahaan, dengan pencegahan penipuan sebagai variabel mediasi, pada perusahaan barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Indonesia menghadapi tingginya tingkat penipuan di berbagai sektor bisnis. Penipuan di tempat kerja, yaitu penipuan yang terjadi dalam konteks bisnis, ditandai dengan penyalahgunaan sumber daya perusahaan untuk keuntungan pribadi, sangat lazim terjadi di industri seperti perbankan, jasa keuangan, manufaktur, dan pemerintahan. Industri manufaktur, yang merupakan kontributor signifikan terhadap PDB Indonesia dengan kontribusi sebesar 18,67% pada tahun 2023, sangat rentan terhadap penipuan. Dalam industri ini, sektor barang konsumsi menghadapi tantangan yang unik. Tingginya permintaan yang didorong oleh besarnya populasi di Indonesia dan rantai pasokan yang kompleks menciptakan lingkungan yang rentan terhadap aktivitas penipuan, seperti pemalsuan laporan penjualan dan manipulasi stok. Penipuan ini tidak hanya akan menyebabkan kerugian finansial tetapi juga menurunkan produktivitas, menurunkan valuasi pasar saham, dan merusak reputasi perusahaan. Penggunaan laporan yang salah dapat menyebabkan keputusan operasional yang tidak akurat, sehingga menyebabkan peningkatan biaya, pemborosan sumber daya, dan inefisiensi operasional. Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan dapat menerapkan berbagai tindakan anti-penipuan, termasuk peningkatan pengendalian internal, audit rutin, teknologi transaksi otomatis, dan sistem pelaporan pelanggaran. Laporan ACFE secara konsisten menyoroti sistem pelaporan pelanggaran sebagai metode deteksi utama, dengan mengungkap sekitar 40% kasus penipuan dari tahun 2012 hingga 2024. Sistem ini telah terbukti efektif dalam menemukan dan mencegah penipuan. Penelitian ini menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) untuk mengukur efisiensi operasional dan analisis regresi data panel untuk menguji hubungan antara tingkat penerapan sistem pelaporan pelanggaran, pencegahan penipuan, dan efisiensi operasional. Dataset tersebut terdiri dari laporan tahunan dan laporan keuangan perusahaan barang konsumsi yang terdaftar di BEI dari tahun 2019 hingga 2023. Temuan utama menunjukkan bahwa tingkat penerapan sistem pelaporan pelanggaran memiliki dampak positif yang signifikan terhadap efisiensi operasional. Perusahaan dengan tingkat penerapan sistem pelaporan pelanggaran yang lebih tinggi menunjukkan peningkatan efisiensi operasional sebesar 1,95%. Namun, studi ini tidak menemukan hubungan yang signifikan antara tingkat penerapan sistem pelaporan pelanggaran dan pencegahan penipuan, dan pencegahan penipuan juga tidak berdampak signifikan terhadap efisiensi operasional. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun tingkat penerapan sistem pelaporan pelanggaran meningkatkan efisiensi operasional, sistem ini tidak serta merta mengurangi penipuan atau memengaruhi efisiensi operasional melalui pencegahan penipuan. Berdasarkan temuan ini, beberapa rekomendasi diusulkan. Bagi perusahaan barang konsumsi, meningkatkan tingkat penerapan sistem pelaporan pelanggaran sangatlah penting. Untuk investor, mempertimbangkan system pelaporan pelanggaran menjadi keputusan srategis karena perusahaan dapat mempertahankan pertumbuhan jangka panjang. Untuk penelitian di masa depan, disarankan untuk mengeksplorasi lebih jauh bagaimana sistem pelaporan pelanggaran berdampak pada efisiensi operasional dan menggunakan metode seperti kuesioner karyawan dan data primer mengenai kasus penipuan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif dan mengurangi bias.