Dalam rangka mencegah kenaikan suhu global agar tidak lebih dari 1,5oC,
Indonesia menaikkan target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) menjadi
31,89% di tahun 2030, seperti tertuang dalam dokumen Enhanced Nationally
Determined Contribution (ENDC) Republik Indonesia Tahun 2022. Untuk
mencapai target tersebut, salah satu langkah yang bisa ditempuh adalah dengan
melakukan transisi dari proses produksi yang menghasilkan emisi GRK ke proses
produksi yang tidak menghasilkan GRK pada industri besar nasional. Salah satu
proses produksi penting yang menjadi lahan garapan ini adalah proses produksi
amonia. Peralihan dari produksi amonia konvensional (gray ammonia) ke amonia
hijau (green ammonia) dapat memberikan sumbangsih yang cukup besar dalam
usaha penurunan GRK, karena proses produksi amonia hijau tidak menghasilkan
emisi GRK.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kelayakan keekonomian dan kelayakan
investasi dari pabrik amonia hijau di Indonesia dengan kapasitas produksi 2.000
MTPD dimana spesifikasi amonia yang dihasilkan adalah 99,5%-m/m. Berdasarkan
hasil kajian pemilihan sumber energi, pabrik akan menggunakan tenaga listrik dari
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan berlokasi di Kayan, Kalimantan Utara.
Penyiapan hidrogen menggunakan teknologi Alkaline Electrolyzer (AEL) dan
untuk penyiapan nitrogen menggunakan cryogenic distillation.
Reaktor sintesis amonia hijau didesain pada tekanan 170 kg/cm2
g dan temperature
600oC, dengan menggunakan katalis promoted-iron. Pabrik dibangun dengan biaya
kapital USD 1.455,6 juta dan biaya operasional tahunan sebesar USD 388,2 juta.
Estimasi harga listrik sebesar 5,8 sen USD/kWh sesuai Perpres No. 112 tahun 2022.
Untuk mencapai kelayakan bisnis (dimana IRR harus lebih dari 11,5%), maka harga
amonia hijau harus lebih dari 1.105,0 USD/ton NH3.