Masifnya produksi dan penggunaan kendaraan listrik di dunia, termasuk di Indonesia,
membuat permintaan nikel sulfat sebagai bahan baku katoda litium pada baterai
kendaraan listrik meningkat. Dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia
menekankan komitmen dalam hilirisasi industri nikel. Saat ini, di Indonesia, produk MHP
(mixed hydroxide precipitate) dan nikel paduan masih belum signifikan, dan industri
produk nikel murni dan baterai belum terbangun. Proses produksi nikel sulfat dari MHP
secara garis besar terdiri dari tahap (1) releaching dengan asam sulfat, (2) solvent
extraction (SX), dan (3) kristalisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kondisi
optimum proses pemurnian MHP menjadi nikel sulfat. Sampel yang digunakan adalah
artifisial Pregnant Leach Solution (PLS) yang dibuat berdasarkan konsentrasi PLS hasil
releaching MHP pada penelitian sebelumnya. SX dilaksanakan dalam dua tahap umum
dengan tujuan (1) memisahkan pengotor magnesium dan (2) memisahkan ion nikel dan
kobalt. Larutan organik yang digunakan untuk SX pertama dan kedua secara berturut
adalah Versatic 10 dan Cyanex 272. Larutan hasil ekstraksi dianalisis menggunakan
Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) untuk mengetahui perubahan komposisi pada
setiap tahapan proses. Hasil penelitian menunjukkan tahapan SX 1 dapat memisahkan
nikel dan kobalt dari magnesium menggunakan Versatic 10 pada temperatur 40 oC; rasio
organik/aqueous (O/A) = 0,75; %Ekstraktan = 25; dan pH operasi = 7. Hasilnya,
diperoleh faktor pemisahan (?) sebesar ?Ni-Mg = 208,75 dan ?Co-Mg = 123,19. Sementara
itu, tahapan SX 2 menggunakan Cyanex 272 berhasil memisahkan ion nikel dan kobalt
pada temperatur 40 oC; O/A = 0,5; %Ekstraktan = 10; dan pH operasi = 5,5.
Hasilnya %ekstraksi nikel dan kobalt secara berturut adalah 3,1% dan 100%.