Fakta bahwa Jawa Barat memiliki kerawanan tinggi terhadap longsoran, potensi bahaya gempa akibat aktivitas sesar, dan merupakan provinsi dengan populasi tertinggi di Indonesia mendorong dilakukannya penelitian mengenai potensi longsoran yang dipicu oleh gempa di lokasi tersebut. Sebuah penelitian dilakukan untuk menentukan kestabilan lereng andesit yang berada di kawasan Gunung Batu dan Graha Puspa, Kabupaten Bandung Barat menggunakan klasifikasi massa batuan dan metode kesetimbangan batas. Data yang digunakan meliputi hasil uji properti batuan, hasil deskripsi sayatan tipis batuan, referensi mengenai kegempaan regional, hasil survei kekerasan batuan, hasil survei talipindai, dan foto drone. Metode yang digunakan meliputi studi literatur (mengenai geologi dan kegempaan regional, teknik pemerolehan dan pengolahan data, serta teknik analisis dan evaluasi), pencarian data sekunder (hasil uji properti batuan dan hasil deskripsi sayatan tipis batuan), survei kekerasan batuan, survei talipindai, pengambilan foto drone, klasifikasi massa batuan menggunakan Rock Mass Rating (RMR), analisis kinematika diskontinuitas, analisis pengaruh gempa, analisis kestabilan lereng menggunakan Slope Mass Rating (SMR) (empirik) dan metode kesetimbangan batas (deterministik), serta evaluasi kestabilan lereng.
Lereng andesit di Gunung Batu dan Graha Puspa memiliki nilai RMR 74-81 yang termasuk dalam kategori massa batuan baik-sangat baik. Parameter desain dan properti keteknikan yang dapat diterapkan pada lereng andesit di kedua lokasi tersebut adalah sebagai berikut: kohesi massa batuan 0,3-0,4 hingga >0,4 MPa, sudut geser dalam massa batuan 35-45 hingga >45°, dan sudut pemotongan lereng yang aman 65 hingga >70°. Lereng GB-01, GB-02, GB-03, GP-02, dan GP-03 memiliki potensi keruntuhan tipe guling, sementara lereng GP-01 memiliki potensi keruntuhan tipe baji. Lereng andesit di Gunung Batu dan Graha Puspa memiliki nilai SMR 72-96 yang termasuk dalam kelas I-II. Lereng dengan kategori tersebut memiliki karakteristik stabil-sangat stabil, memiliki kemungkinan keruntuhan blok hingga tak ada keruntuhan, serta probabilitas keruntuhan 0,2-0. Hampir tidak ada perkuatan mayor yang diperlukan. Terdapat beberapa opsi perkuatan minor yang dapat diterapkan, seperti scaling, toe ditch, fence, dan spot bolting.
Lereng GP-02 tidak dapat dimodelkan kestabilannya karena memiliki kemiringan diskontinuitas yang sangat kecil (ditolak oleh sistem peranti lunak keruntuhan guling). Pada kondisi faktual (kering-statik), semua lereng di Gunung Batu dan Graha Puspa berada pada kondisi stabil (faktor keamanan (FK) ? 1,1). Secara umum, semua lereng mengalami kenaikan nilai FK ketika lereng divariasikan pada kondisi dengan urutan: jenuh-pseudostatik, jenuh-statik, kering-pseudostatik, kering-statik; kecuali lereng GB-03 (karena FK lereng tidak sensitif terhadap perubahan kh dan %w). Peningkatan FK yang ekstrem pada lereng GB-01 dan GP-03 disebabkan oleh konfigurasi diskontinuitas yang favorable terhadap kestabilan lereng. Di Gunung Batu, lereng GB-02 stabil di semua variasi kondisi kadar air, lereng GB-01 tidak stabil pada %w = 100 dengan kh ? 0,08 g, dan lereng GB-03 tidak stabil di semua variasi kondisi kadar air dengan kh ? 0,175 g (%w = 0), 0,15 g (%w = 50), dan 0,05 g (%w = 100). Lereng GB-02 stabil di semua variasi kondisi kegempaan, lereng GB-03 sepenuhnya tidak stabil pada kh = 0,15 g dan 0,3 g, serta lereng GB-01 tidak stabil pada kondisi yang sama dengan %w ? 92 (kh = 0,15 g) dan 70 (kh = 0,3 g). Di Graha Puspa, lereng GP-01 sepenuhnya tidak stabil pada %w = 100, lereng GP-03 tidak stabil pada kondisi yang sama dengan kh ? 0,09 g. Lereng GP-01 tidak stabil di semua variasi kondisi kegempaan dengan %w ? 93 (kh = 0 g), 80 (kh = 0,15 g), dan 60 (kh = 0,3 g) sementara lereng GP-03 tidak stabil pada kh = 0,15 g (%w ? 88) dan kh = 0,3 g (%w ? 58).