digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Sofyan Feriansyah
PUBLIC Rita Nurainni, S.I.Pus

Mamuju yang merupakan Ibu Kota Sulawesi Barat berpotensi mengalami kerugian yang tinggi akibat gempa karena kondisi geologi yang didominasi oleh endapan aluvial yang merupakan jenis tanah lunak dan memiliki jumlah penduduk relatif padat sebanyak 293.326 jiwa dan kemungkinan terus bertambah mengingat lokasinya yang merupakan ibu kota provinsi. Gempa yang terjadi pada 15 Januari 2021 dan 8 Juni 2022 yang menyebabkan kerusakan yang signifikan dapat menjadi bukti pengaruh kondisi geologi terhadap kerusakan akibat gempa. Hasil survei yang dilakukan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan dampak dari kedua gempa tersebut mencakup 1016 korban jiwa dan 7923 bangunan mengalami kerusakan. Selain dua gempa yang terjadi pada 2021 dan 2022, tercatat dalam tiga dekade terakhir terdapat beberapa gempa lain yang menyebabkan dampak kerusakan yang signifikan. Gempa dengan magnitudo 7,0 yang terjadi pada tanggal 08 Januari 1984 menyebabkan korban jiwa dan banyak bangunan runtuh baik rumah hunian maupun gedung instansi pemerintahan. Pada tanggal 18 Agustus 2012 Mamuju juga terdampak gempa dengan magnitudo 6,2. Gempa tersebut berdampak pada kerugian jiwa dan infrastruktur bangunan di Mamuju. Untuk mengurangi potensi kerusakan akibat gempa di masa mendatang, perlu dilakukan analisis kerentanan seismik dan risiko kegempaan melalui profil kecepatan gelombang geser di lokasi tersebut. Pada penelitian ini, digunakan metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) untuk analisis data mikrotremor di Mamuju. Data mikrotremor diperoleh dari pengukuran langsung setelah gempa 15 Januari 2021 dan 8 Juni 2022 terjadi. Data mikrotremor yang diperoleh dapat terkontaminasi noise lokal karena lokasi survei merupakan wilayah padat penduduk dan dilakukan pada siang hari. Hilbert Huang Transform (HHT) digunakan pada penelitian ini untuk mengeliminasi noise lokal. Metode ini telah terbukti lebih efektif untuk mengeliminasi noise lokal dibanding menggunakan Fast Fourier Transform (FFT) pada metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR). Kurva HVSR yang dihasilkan diinversi untuk memperoleh profil kecepatan gelombang geser (Vs). Proses inversi pada penelitian ini didasarkan pada metode Neighbourhood Algorithm sehingga profil kecepatan gelombang geser (Vs) pada setiap titik diketahui. Nilai profil gelombang geser (Vs) yang diperoleh digunakan untuk mengetahui respon dinamis tanah di Mamuju dan hasilnya dibandingkan dengan data kerusakan akibat gempa 2021 dan 2022. Hasil penelitian secara umum menunjukkan kesesuaian dengan data hasil survey setelah gempa Mamuju 2021 dan 2022 dimana kerusakan berat terjadi pada zona merah dan kerusakan ringan hingga sedang terjadi di zona kuning hingga hijau. Klasifikasi jenis tanah di Mamuju yang didasarkan pada nilai Vs30 menunjukkan bahwa Mamuju tersusun atas jenis tanah sedang (SD) dan jenis tanah keras (SC) dengan jenis tanah sedang (SD) mendominasi wilayah penelitian. Kedalaman batuan dasar di Mamuju menunjukkan wilayah barat Mamuju memiliki batuan dasar terdalam 330 m (sedimen tebal) dan wilayah Timur memiliki batuan dasar paling dalam 200 m. Kami juga membuat penampang vertikal bawah permukaan Mamuju dengan lintasan Utara – Selatan dan Barat – Timur. Penampang vertikal tersebut digunakan untuk menginterpretasikan profil bawah permukaan di Mamuju, hasilnya Mamuju tersusun atas tiga formasi batuan yaitu endapan aluvial pada lapisan paling atas, formasi Mamuju yang mendasari endapan aluvial dan formasi Batuan Gunung Api Adang yang merupakan formasi batuan paling keras di wilayah penelitian. Hasil ini didasarkan pada kontras kecepatan yang dicocokkan dengan geologi di wilayah penelitian.