Mamuju yang merupakan Ibu Kota Sulawesi Barat berpotensi mengalami kerugian
yang tinggi akibat gempa karena kondisi geologi yang didominasi oleh endapan
aluvial yang merupakan jenis tanah lunak dan memiliki jumlah penduduk relatif
padat sebanyak 293.326 jiwa dan kemungkinan terus bertambah mengingat
lokasinya yang merupakan ibu kota provinsi. Gempa yang terjadi pada 15 Januari
2021 dan 8 Juni 2022 yang menyebabkan kerusakan yang signifikan dapat menjadi
bukti pengaruh kondisi geologi terhadap kerusakan akibat gempa. Hasil survei yang
dilakukan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan
dampak dari kedua gempa tersebut mencakup 1016 korban jiwa dan 7923 bangunan
mengalami kerusakan. Selain dua gempa yang terjadi pada 2021 dan 2022, tercatat
dalam tiga dekade terakhir terdapat beberapa gempa lain yang menyebabkan
dampak kerusakan yang signifikan. Gempa dengan magnitudo 7,0 yang terjadi pada
tanggal 08 Januari 1984 menyebabkan korban jiwa dan banyak bangunan runtuh
baik rumah hunian maupun gedung instansi pemerintahan. Pada tanggal 18 Agustus
2012 Mamuju juga terdampak gempa dengan magnitudo 6,2. Gempa tersebut
berdampak pada kerugian jiwa dan infrastruktur bangunan di Mamuju. Untuk
mengurangi potensi kerusakan akibat gempa di masa mendatang, perlu dilakukan
analisis kerentanan seismik dan risiko kegempaan melalui profil kecepatan
gelombang geser di lokasi tersebut. Pada penelitian ini, digunakan metode
Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) untuk analisis data mikrotremor di
Mamuju. Data mikrotremor diperoleh dari pengukuran langsung setelah gempa 15
Januari 2021 dan 8 Juni 2022 terjadi. Data mikrotremor yang diperoleh dapat
terkontaminasi noise lokal karena lokasi survei merupakan wilayah padat penduduk
dan dilakukan pada siang hari. Hilbert Huang Transform (HHT) digunakan pada
penelitian ini untuk mengeliminasi noise lokal. Metode ini telah terbukti lebih
efektif untuk mengeliminasi noise lokal dibanding menggunakan Fast Fourier
Transform (FFT) pada metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR).
Kurva HVSR yang dihasilkan diinversi untuk memperoleh profil kecepatan
gelombang geser (Vs). Proses inversi pada penelitian ini didasarkan pada metode
Neighbourhood Algorithm sehingga profil kecepatan gelombang geser (Vs) pada
setiap titik diketahui. Nilai profil gelombang geser (Vs) yang diperoleh digunakan
untuk mengetahui respon dinamis tanah di Mamuju dan hasilnya dibandingkan
dengan data kerusakan akibat gempa 2021 dan 2022. Hasil penelitian secara umum
menunjukkan kesesuaian dengan data hasil survey setelah gempa Mamuju 2021 dan
2022 dimana kerusakan berat terjadi pada zona merah dan kerusakan ringan hingga
sedang terjadi di zona kuning hingga hijau. Klasifikasi jenis tanah di Mamuju yang
didasarkan pada nilai Vs30 menunjukkan bahwa Mamuju tersusun atas jenis tanah
sedang (SD) dan jenis tanah keras (SC) dengan jenis tanah sedang (SD)
mendominasi wilayah penelitian. Kedalaman batuan dasar di Mamuju
menunjukkan wilayah barat Mamuju memiliki batuan dasar terdalam 330 m
(sedimen tebal) dan wilayah Timur memiliki batuan dasar paling dalam 200 m.
Kami juga membuat penampang vertikal bawah permukaan Mamuju dengan
lintasan Utara – Selatan dan Barat – Timur. Penampang vertikal tersebut digunakan
untuk menginterpretasikan profil bawah permukaan di Mamuju, hasilnya Mamuju
tersusun atas tiga formasi batuan yaitu endapan aluvial pada lapisan paling atas,
formasi Mamuju yang mendasari endapan aluvial dan formasi Batuan Gunung Api
Adang yang merupakan formasi batuan paling keras di wilayah penelitian. Hasil ini
didasarkan pada kontras kecepatan yang dicocokkan dengan geologi di wilayah
penelitian.