Tantangan logistik kontraktor kecil berasal dari kendala keuangan dan aliran kas
proyek yang menyebabkan rantai pasok yang tidak efisien dan kekuatan tawar yang
rendah terhadap pemasok. Penelitian ini memperkenalkan sistem logistik material
untuk kontraktor kecil dengan menggunakan peran penyedia layanan logistik pihak
ketiga atau third-party logistics (TPL) sebagai penghubung antara pemasok
material dan kontraktor kecil. Sistem logistik dengan TPL telah berhasil
diimplementasikan dalam proyek-proyek skala besar dan kompleks di Eropa, serta
memberikan dampak positif pada kinerja proyek dan logistik, bahkan mampu
mengurangi dampak lingkungan akibat aktivitas logistik konstruksi. Penelitian ini
mengisi kesenjangan penelitian terkait TPL konstruksi bagi proyek konstruksi skala
kecil yang belum ditemukan implementasinya di industri konstruksi. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengembangkan kerangka model bisnis TPL yang dapat
mengatasi tantangan logistik kontraktor kecil.
Penelitian ini dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan dari setiap tema
analisis, yaitu praktik logistik kontraktor kecil (PL), potensi entitas calon pelaku
bisnis TPL (PE), dan kerangka model bisnis TPL (MB) sebagai hasil akhir
penelitian. Kerangka model bisnis TPL diadopsi dari sembilan blok kanvas pada
business model canvas (BMC), yaitu customers segments (CS), value propositions
(VP), channels (C), customer relationsips (CR), revenue streams (R$) key activities
(KA), key resources (KR), key partners (KP), dan cost structure (C$), dengan
penambahan satu komponen, yaitu Jenis Layanan (JL), untuk memperjelas bentuk
layanan TPL. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
menggunakan metode pengumpulan data berupa wawancara semi-terstruktur
dengan narasumber perusahaan kontraktor kecil di Wilayah Bandung Raya yang
dipilih secara khusus (purposive sample) sesuai dengan tujuan dan kapasitas
penelitian. Penelitian ini juga melibatkan pemasok material dan perwakilan
pemerintah, yaitu Dinas PUPR dan Disperindag, dalam kegiatan focus group
discussion (FGD) untuk menggali potensi entitas calon pelaku bisnis TPL. Metode
analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis isi (content
analysis) dan analisis tematik (thematic analysis). Validasi hasil penelitian
melibatkan para ahli dan praktisi di bidang logistik dan konstruksi.
Kajian praktik logistik (PL) menunjukkan bahwa kontraktor kecil mengalami
tantangan dalam proses perencanaan logistik, proses pengadaan dan pembelian
material, penyediaan tempat penyimpanan material di lokasi proyek, serta
pengiriman material yang tepat waktu. Hasil ini memberikan peluang bagi TPL
untuk berperan sebagai consolidator kebutuhan material, yaitu baja tulangan,
semen, aspal, bata, pasir, agregat, dan beton ready-mix, dari para kontraktor kecil,
menyederhanakan proses sourcing material, menyediakan layanan penyimpanan
material sementara di luar lokasi proyek, dan memastikan pengiriman material
sesuai jadwal yang direncanakan. Kajian potensi entitas (PE) menunjukkan bahwa
penyedia layanan transportasi memiliki potensi lebih besar dibandingkan dengan
entitas lainnya untuk menjadi pelaku bisnis TPL, karena memiliki kemampuan
dalam melakukan penanganan material dan pengiriman material.
Kerangka model bisnis TPL (MB) ditetapkan dalam komponen-komponen model
bisnis, yaitu CS, VP, JL, R$, C, CR, KA, KR, KP, dan C$. Kapasitas kontraktor
kecil dan potensi proyek konstruksi skala kecil di Wilayah Bandung Raya
menunjukkan bahwa kontraktor kecil merupakan segmentasi pelanggan (CS) yang
potensial bagi TPL. Nilai proposisi (VP) yang dapat ditawarkan TPL adalah
menjamin pasokan material ke lokasi proyek. Jenis layanan (JL) TPL dibedakan
berdasarkan karakteristik material. Layanan Tipe-1 khusus untuk material hasil
manufaktur yang dapat dikonsolidasikan pengirimannya, yaitu baja tulangan,
semen, aspal, dan bata, dengan layanan koordinasi sourcing, warehousing, dan
delivering. Layanan Tipe-2 khusus untuk pasir dan agregat, yang mencakup
layanan koordinasi sourcing dan delivering. Layanan Tipe-3 khusus untuk beton
ready-mix, yaitu koordinasi sourcing material. Ketiga layanan tersebut merupakan
sumber aliran pendapatan (R$) TPL.
Layanan TPL harus dilakukan dengan teknologi logistik, sebagai saluran distribusi
nilai proposisi kepada pelanggan (C), yang didukung sistem informasi untuk
mempermudah transaksi dan tracking pengiriman material. Mekanisme hubungan
pelanggan (CR) TPL dan kontraktor kecil dapat dilakukan dengan mekanisme
penyediaan personnel assistant. Komponen VP, JL, C, dan CR menghasilkan
aktivitas-aktivitas utama (KA) dalam sistem layanan TPL, yaitu proses sourcing,
pengelolaan penyimpanan material (warehousing) dan pengangkutan material
(transporting). Aktivitas-aktivitas tersebut memerlukan sumber daya utama (KR),
yaitu sumber daya manusia, teknologi logistik, kendaraan, gudang, dan sumber
daya finansial. Sumber daya tersebut yang dapat dipenuhi melalui kerja sama
dengan penyedia layanan transportasi, penyedia fasilitas pergudangan, dan
pemasok material sebagai mitra-mitra utama (KP) TPL. Struktur biaya TPL
meliputi biaya tenaga kerja, biaya transportasi, biaya penyimpanan, biaya
pengembangan teknologi, dan biaya manajemen. Metode penentuan harga layanan
TPL dapat dilakukan berdasarkan metode cost-plus-fee dengan strategi penentuan
harga dinamis (dynamic pricing strategy) dengan pemodelan biaya berdasarkan
aktivitas activity based costing (ABC).
Penelitian yang dilakukan dengan narasumber dan wilayah kajian yang terbatas ini
diharapkan tetap dapat memberikan kontribusi jika dikembangkan untuk wilayah
lain karena secara umum karakteristik kontraktor kecil relatif sama. Ragam proyek,
jenis material, dan jenis layanan yang dapat layani oleh TPL dapat disesuaikan
dengan kebutuhan kontraktor kecil di lingkungan TPL tersebut beroperasi.
Kerangka model bisnis TPL yang dihasilkan dari penelitian ini bersifat praktis dan
aplikatif dengan struktur desain penelitian yang dapat memudahkan para praktisi
dan akademisi untuk melakukan peninjauan dan pengembangan lebih lanjut.
Keterlibatan TPL untuk mendukung rantai pasok kontraktor kecil ini diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat, yaitu kontraktor kecil,
pemasok material, dan klien konstruksi. Manfaat ini dapat dicapai jika semua pihak
yang terlibat berkomitmen untuk bertanggung jawab sesuai dengan perannya
masing-masing. Hasil penelitian ini dapat ditindaklanjuti dengan melakukan kajian
kelayakan model bisnis TPL untuk meningkatkan keberhasilan bisnis TPL dalam
rantai pasok konstruksi.