2024 TA PP MELLY PUSPITA 1-ABSTRACT.pdf
PUBLIC Resti Andriani
2024 TA PP MELLY PUSPITA 1-CHAPTER 1.pdf
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
2024 TA PP MELLY PUSPITA 1-CHAPTER 2.pdf
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
2024 TA PP MELLY PUSPITA 1-CHAPTER 3.pdf
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
2024 TA PP MELLY PUSPITA 1-CHAPTER 4.pdf
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
2024 TA PP MELLY PUSPITA 1-CHAPTER 5.pdf
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
2024 TA PP MELLY PUSPITA 1-REFERENCES.pdf
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Minyak bumi dan batu bara merupakan salah satu contoh sumber energi tidak
terbarukan dan menjadi sumber energi utama di Indonesia. Akan tetapi, cadangan
energi minyak bumi dan batubara di Indonesia semakin berkurang setiap harinya.
Selain itu, penggunaan minyak bumi dan batubara sebagai bahan bakar kendaraan
dan pembangkit listrik tenaga uap merupakan penyumbang utama emisi karbon di
Indonesia. Tentunya, hal ini bertentangan dengan komitmen pemerintah Indonesia
untuk mewujudkan "Indonesia Net Zero Emission 2060". Oleh karena itu, saat ini
sedang dilakukan banyak pengembangan energi baru terbarukan yang jauh lebih
bersih dan ramah lingkungan apabila dibandingkan dengan PLTU. Salah satunya
adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dimana Indonesia merupakan
negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Artinya, matahari bersinar sepanjang
tahun di Indonesia. Oleh karena itu, pemanfaatan matahari sebagai pembangkit
listrik memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia.
Sel surya merupakan sebuah perangkat yang dapat mengkonversi radiasi yang
dihasilkan oleh cahaya matahari menjadi energi listrik. Dari beberapa generasi sel
surya, saat ini penelitian sedang difokuskan pada pengembangan sel surya jenis
perovskite karena memiliki perkembangan efisiensi yang cukup signifikan. Akan
tetapi, masih ditemukan permasalahan berupa stabilitas dari sel surya jenis
perovskite (PSCs). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas dari PSCs,
yaitu jenis perovskite yang digunakan, pemilihan electron transport layer (ETL),
relative humidity, dsb. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
menentukan ETL yang paling baik untuk digunakan pada sel surya dengan
perovskite jenis MAPbI3 atau methylammonium lead iodide, dimana jenis ETL
yang digunakan adalah titanium diisopropoxide, thiourea modified tin oxide dan
colloidal tin oxide yang berasal dari thermofisher scientific. Selain itu, penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh temperatur annealing dari thiourea
modified tin oxide terhadap performa dari sel surya yang dihasilkan.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa SnO2 yang telah
ditambahkan thiourea menghasilkan performa yang lebih baik apabila
dibandingkan dengan titanium diisopropoxide maupun colloidal tin oxide. Selain
itu, dari variasi temperature 180, 200, dan 220°C diketahui bahwa performa terbaik
diperoleh ketika SnO2 dipanaskan pada temperature 200°C yang menghasilkan
efisiensi sebesar 9%, fill factor sebesar 51%, Voc sebesar 1.018 V, Jsc sebesar
17.36 mA/cm2 dan indeks histeresis sebesar 0.091. Hasil yang diperoleh ini
menunjukkan adanya peningkatan efisiensi pada devais sel surya.