digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Fajris Zahrotun Nihayah
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

COVER Fajris Zahrotun Nihayah
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 1 Fajris Zahrotun Nihayah
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Fajris Zahrotun Nihayah
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Fajris Zahrotun Nihayah
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Fajris Zahrotun Nihayah
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Fajris Zahrotun Nihayah
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Fajris Zahrotun Nihayah
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

Perputaran roda perekonomian dunia yang diiringi dengan adanya perkembangan teknologi yang hebat menyebabkan terciptanya inovasi-inovasi baru terkait digitalisasi layanan perbankan di seluruh dunia. Mulai dari diciptakannya ATM, kartu debit dan kredit, dompet elektronik, hingga munculnya metode pembayaran QR yang di Indonesia di adopsi dalam sebuah sistem terstandardisasi bernama QRIS. Hadirnya layanan-layanan alternatif yang menggantikan uang tunai ini membentuk suatu kebiasaan baru di lingkungan masyarakat untuk perlahan meninggalkan kebiasaan melakukan transaksi tunai. Perubahan pola transaksi ini menyebabkan maraknya pengembangan ilmu-ilmu baru mengenai transaksi online serta dampaknya pada tatanan sosial suatu negara. Pada penelitian ini, dilakukan proses klasifikasi status dari suatu negara menjadi cashless, almost cashless, dan not cashless berdasarkan Cashless Transaction Index (CTI) menggunakan algoritma Exponential Moving Average (EMA) dan machine learning yaitu Random Forest Classifier (RF) dengan memanfaatkan 1225 parameter kuantitatif seperti GDP per kapita, volume transaksi elektronik, jumlah pengguna transaksi digital, jumlah pengguna kartu ATM, dan parameter lain seperti infrastruktur digital yang memadai, serta penetrasi internet di tiap-tiap daerah. Klasifikasi ini menghasilkan beberapa negara yang sudah cashless seperti Kanada, Selandia Baru, Denmark, United Kingdom, dan negara-negara ekonomi maju lainnya dengan nilai CTI lebih besar dari 3,0. Sementara itu, negara seperti Turkmenistan, Kongo, dan Yaman termasuk sebagai negara yang tidak cashless dengan nilai CTI mendekati 0. Indonesia sendiri masih menduduki status sebagai negara not cashless meskipun telah terjadi perkembangan yang pesat dalam dunia pembayaran elektronik sehingga pemerintah disarankan untuk mempertimbangkan skema transaksi hybrid yang lebih cocok dengan karakteristik masyarakat.