Dalam proses pengembangan obat, terdapat banyak kegagalan uji klinis akibat sifat
fisikokimia bahan aktif obat yang buruk. Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAIDs)
merupakan obat yang banyak digunakan untuk meredakan rasa nyeri, dan trend
penggunaannya terus meningkat setiap tahunnya. NSAIDs diharapkan memiliki onset kerja
obat yang cepat, namun obat golongan ini umumnya memiliki kelarutan yang rendah dan
digolongkan dalam Biopharmaceutics Classification System Kelas II. Ibuprofen merupakan
salah satu NSAID yang paling banyak digunakan di pasaran dan memiliki kelarutan rendah
(21 mg/L). Kokristalisasi merupakan salah satu metode yang diketahui mampu meningkatkan
sifat fisikokimia obat, terutama kelarutan dan disolusinya. Pembentukan kokristal dilakukan
menggunakan metode pelarutan dan penggerusan dibantu pelarut (LAG). Hasil skrining
menunjukkan koformer asam sorbat berpotensi membentuk kokristal dengan ibuprofen.
Kokristal dikarakterisasi menggunakan metode kontak, XRD, DSC, uji kelarutan, dan uji
disolusi. Hasil penelitian mengkonfirmasi bahwa terbentuk kokristal melalui pemeriksaan
difraksi sinar-x dan DSC. Terdapat penambahan puncak di sudut difraksi 2?=10,45° dan
20,869° pada kokristal IBU-SA (PEL) dan pengurangan puncak di sudut difraksi 2?=12,733°
dan 16,755° pada kokristal IBU-SA (LAG). Kedua kokristal juga memiliki pergeseran titik leleh
menjadi lebih rendah yaitu sebesar 64,36°C dan 61,16°C (berturut-turut). Hasil percobaan
menemukan bahwa ibuprofen memiliki kelarutan sebesar 94,57 mg/L, sedangkan kokristal
IBU-SA (PEL) memiliki kelarutan sebesar 659,33 mg/L atau 6,97x lebih tinggi dibandingkan
ibuprofen murni dan kokristal IBU-SA (LAG) memiliki kelarutan sebesar 572,83 mg/L atau
6,06x lebih tinggi dibandingkan ibuprofen murninya. Kokristalisasi IBU-SA juga menyebabkan
profil laju disolusi kokristal IBU-SA (LAG) lebih tinggi dibandingkan ibuprofen murni.