digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Dalam proses pengembangan obat, terdapat banyak kegagalan uji klinis akibat sifat fisikokimia bahan aktif obat yang buruk. Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAIDs) merupakan obat yang banyak digunakan untuk meredakan rasa nyeri, dan trend penggunaannya terus meningkat setiap tahunnya. NSAIDs diharapkan memiliki onset kerja obat yang cepat, namun obat golongan ini umumnya memiliki kelarutan yang rendah dan digolongkan dalam Biopharmaceutics Classification System Kelas II. Ibuprofen merupakan salah satu NSAID yang paling banyak digunakan di pasaran dan memiliki kelarutan rendah (21 mg/L). Kokristalisasi merupakan salah satu metode yang diketahui mampu meningkatkan sifat fisikokimia obat, terutama kelarutan dan disolusinya. Pembentukan kokristal dilakukan menggunakan metode pelarutan dan penggerusan dibantu pelarut (LAG). Hasil skrining menunjukkan koformer asam sorbat berpotensi membentuk kokristal dengan ibuprofen. Kokristal dikarakterisasi menggunakan metode kontak, XRD, DSC, uji kelarutan, dan uji disolusi. Hasil penelitian mengkonfirmasi bahwa terbentuk kokristal melalui pemeriksaan difraksi sinar-x dan DSC. Terdapat penambahan puncak di sudut difraksi 2?=10,45° dan 20,869° pada kokristal IBU-SA (PEL) dan pengurangan puncak di sudut difraksi 2?=12,733° dan 16,755° pada kokristal IBU-SA (LAG). Kedua kokristal juga memiliki pergeseran titik leleh menjadi lebih rendah yaitu sebesar 64,36°C dan 61,16°C (berturut-turut). Hasil percobaan menemukan bahwa ibuprofen memiliki kelarutan sebesar 94,57 mg/L, sedangkan kokristal IBU-SA (PEL) memiliki kelarutan sebesar 659,33 mg/L atau 6,97x lebih tinggi dibandingkan ibuprofen murni dan kokristal IBU-SA (LAG) memiliki kelarutan sebesar 572,83 mg/L atau 6,06x lebih tinggi dibandingkan ibuprofen murninya. Kokristalisasi IBU-SA juga menyebabkan profil laju disolusi kokristal IBU-SA (LAG) lebih tinggi dibandingkan ibuprofen murni.