Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas akuakultur utama yang dibudidayakan di Indonesia. Namun, masih terdapat kendala yang dihadapi dalam budidaya udang, salah satunya penyakit Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND) akibat bakteri patogen Vibrio parahaemolyticus. Penggunaan antibiotik umum digunakan untuk pengendalian penyakit, namun memiliki banyak dampak negatif. Aplikasi sistem bioflok serta suplementasi pakan dengan sinbiotik menjadi strategi alternatif yang potensial untuk mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh aplikasi sistem bioflok dengan suplementasi pakan sinbiotik terhadap performa pertumbuhan, profil nutrisi, kelangsungan hidup, dan respon imun. Penelitian ini diawali dengan pengkondisian sistem bioflok yang terdiri dari probiotik Halomonas alkaliphila, mikroalga Chaetoceros calcitrans, dan konsorsium bakteri nitrifikasi. Selanjutnya, pembuatan pakan sinbiotik yang terdiri dari prebiotik Kappaphycus alvarezii, mikroalga Spirulina sp. dan probiotik H. alkaliphila 109 CFU/kg pakan komersial. Perlakuan sistem bioflok dengan pakan sinbiotik (‘BS’) dan pakan komersil (‘BK’), sistem semi-batch dengan pakan sinbiotik (‘CS’) dan pakan komersil (‘CK’) dibandingkan untuk mengevaluasi performa pertumbuhan selama 84 hari budidaya dan analisis proksimat dilakukan pada pakan (komersial dan sinbiotik) serta bioflok (perlakuan BK dan BS). Setelah itu, dilakukan uji tantang selama 27 jam dengan injeksi V. parahaemolyticus konsentrasi 1.2 x 104 CFU/udang lalu diberikan perlakuan tambahan sistem semi-batch dengan pakan antibiotik (‘CA’) dan dilakukan analisis kelangsungan hidup serta ekspresi gen terkait imunitas. Hasil performa pertumbuhan menunjukan total biomassa (601,6 ± 106,8 g) dan kelangsungan hidup (83.0 ± 13.9%) pada perlakuan BS lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya dan secara signifikan lebih tinggi dibandingkan CK. Profil nutrisi pakan komersial dan sinbiotik berada pada rentang optimum serta energi total dan karbohidrat dalam bioflok perlakuan BS lebih tinggi secara signifikan dibandingkan BK. Hasil uji tantang terhadap V. parahaemolyticus menunjukkan bahwa
kelangsungan hidup perlakuan BK (70,0 ± 0,0%) dan BS (70,0 ± 0,0%) lebih tinggi secara signifikan dibandingkan CK (50.0 ± 10.0%) serta faktor sistem bioflok lebih berpengaruh dibandingkan suplementasi pakan sinbiotik. Selain itu, kelangsungan hidup perlakuan BK dan BS tidak berbeda signifikan dengan CA (73.3 ± 5.8%). Perlakuan BS secara signfikan meningkatkan ekspresi gen alf-a, lys dan ProPO yang dapat mengindikasikan meningkatnya respon imun humoral (peptida antimikroba dan proses melanisasi) untuk melindungi udang dari V. parahaemolyticus. Secara keseluruhan faktor sistem bioflok lebih berpengaruh dibandingkan suplementasi sinbiotik pada performa pertumbuhan, kelangsungan hidup dan respon imun. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suplementasi pakan sinbiotik dengan sistem bioflok mampu meningkatkan performa pertumbuhan dan menyediakan nutrisi tambahan bagi udang, meningkatkan resistensi dan respon imun udang terhadap serangan V. parahaemolyticus serta menjadi alternatif potensial pengganti antibiotik dalam budidaya udang.