digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Elizabeth Dwijayanti
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

COVER Elizabeth Dwijayanti
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 1 Elizabeth Dwijayanti
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Elizabeth Dwijayanti
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Elizabeth Dwijayanti
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Elizabeth Dwijayanti
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Elizabeth Dwijayanti
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

DAFTAR Elizabeth Dwijayanti
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

2023 TA TF ELIZABETH DWIJAYANTI 13319015 LAMPIRAN TANPA WATERMARK.pdf
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

Dalam mengembangkan strategi desain pasif bangunan, iklim menjadi faktor yang sangat penting karena karakteristik iklim menentukan temperatur harian dan banyaknya cahaya yang diterima oleh suatu bangunan. Indonesia yang memiliki wilayah yang luas terbagi menjadi beberapa zona iklim dengan karakteristik iklim berbeda. Maka dari itu, diperlukan strategi desain pasif yang berbeda untuk masing-masing zona iklim di Indonesia. Tugas akhir ini memiliki tujuan memberikan nilai rekomendasi desain pasif optimal untuk beberapa kota di Indonesia yang mewakili zona iklim yang berbeda dengan mempertimbangkan aspek konsumsi energi, kenyamanan termal, dan pencahayaan alami. Tiga belas parameter desain pasif divariasikan untuk menganalisis metrik-metrik kinerja bangunan yang terdiri atas konsumsi energi, kenyamanan termal adaptif, dan pencahayaan alami dengan cara pemodelan dan simulasi menggunakan perangkat lunak Rhinoceros-Grasshopper. Analisis sensitivitas menggunakan metode Standard Regression Coefficient (SRC) dilakukan untuk mengetahui sensitivitas metrik kinerja bangunan terhadap parameter desain pasif yang diuji. Kemudian dilakukan optimisasi menggunakan plug-in Octopus di Grasshopper untuk mencari solusi kinerja bangunan optimal di setiap kota yang diteliti. Rekomendasi desain yang diperoleh cenderung sama untuk semua kota yang berada pada dataran rendah terutama untuk parameter-parameter dengan pengaruh paling besar terhadap metrik kinerja bangunan. Maka dari itu, daerah di Indonesia yang memerlukan strategi desain pasif yang berbeda adalah yang berada di dataran tinggi. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, untuk semua kota yang diuji, sDA (Spatial Daylight Autonomy) paling sensitif terhadap WWR (window-to-wall ratio) dan transmitansi visual, ASE (Annual Sunlight Exposure) paling sensitif terhadap WWR dan orientasi bukaan, dan TCP (Thermal Comfort Percentage) paling sensitif terhadap SHGC (Solar Heat Gain Coefficient) dan WWR. Sementara itu, IKE (Intensitas Konsumsi Energi) paling sensitif terhadap SHGC, kedalaman peneduh, dan infiltrasi pada semua kota yang diteliti yang berada di dataran rendah, sementara pada Bandung yang berada di dataran tinggi, IKE paling sensitif terhadap SHGC dan kedalaman peneduh saja. Rekomendasi desain yang diperoleh adalah sebagai berikut. Orientasi bukaan menghadap ke selatan untuk semua kota yang diteliti. Untuk kota yang berada di dataran rendah, direkomendasikan WWR 0,70 – 0,75 dengan kedalaman peneduh 1,1 – 1,4 m, material dinding dengan massa termal yang rendah dan material kaca jendela emisivitas rendah, dan infiltrasi yang rendah sekitar 0,33 – 0,37 ACH. Untuk Bandung yang berada di dataran tinggi, direkomendasikan WWR 0,75 dengan kedalaman peneduh 1,0 – 1,2 m, material dinding dengan massa termal yang berat, dan material kaca jendela yang menggunakan film.