Pembangunan di kota-kota besar seperti Jakarta semakin besar dan berkembang,
pemanfaatan lahan secara efektif sanggatlah penting. Hal ini mengakibatkan
semakin banyak pembangunan gedung pencakar langit atau bangunan bawah
tanah. Penggalian merupakan tahap kritis dalam konstruksi bangunan bawah tanah
oleh karenanya perlu dilakukan simulasi galian dengan model yang dapat
memeriksa stabilitas tanah dan juga deformasi yang mungkin terjadi dengan
tujuan memastikan daerah di sekitar galian tidak mengalami gangguan.
Berdasarkan peraturan yang berlaku saat ini SNI 8460:2017 salah satu metode
desain yang disarankan adalah menggunakan metode elemen hingga untuk
memeriksa berapa besar deformasi yang dihasilkan oleh galian. Permodelan
menggunakan metode elemen hingga sendiri dapat dilakukan secara 3D dan 2D.
Pemodelan 2D lebih sering dikerjakan karena memerlukan waktu yang lebih
cepat. Model 2D dilakukan dalam kondisi Plane Strain sehingga deformasi ke
arah 3D diabaikan oleh sebab itu hasil deformasi cenderung lebih besar dari
deformasi model 3D. Setelah diperiksa dalam berbagai bentuk galian deformasi
3D lebih kecil dibanding deformasi model 2D (Plane Starin) karena adanya efek
sudut. Efek sudut yang terjadi dalam galian juga sangat dipengaruhi oleh geometri
galian (Perbandingan panjang dan lebar galian) bahkan pada galian yang kecil
sering kali nilai deformasi dari model 2D tidak pernah terjadi pada model 3D.
Permodelan 3D sendiri dapat memakan waktu 3 hingga 5 kali lebih lama untuk
satu galian dengan lebar yang sama. Ini sebabnya perlu ada rasio deformasi antara
model kondisi 3D dalam kondisi Plane Strain yang sudah diperkenalkan oleh Ou,
1996 sebagai Plane Strain Ratio (PSR). Nilai PSR sangat dipengaruhi oleh Efek
sudut dan efek sudut sangat dipengaruhi oleh geometri galian (B/L).