Dalam beberapa tahun terakhir di abad ke-21, bekerja secara kolektif telah menjadi
kecenderungan dalam penciptaan seni, tidak hanya dalam produksi karya seni,
namun juga dalam praktik kurasi. Istilah kurator kini telah melampaui definisi
tunggal, dan sekarang menempati lingkup aktivitas, praktik dan profesi yang jauh
lebih luas. Collective Curating salah satu ragam dari Contemporary Curating
merupakan pendekatan kurasi kolaboratif antara sekumpulan kurator dengan
struktur kerja sebagai tim yang mengembangkan konsep pameran secara bersamasama.
ruangrupa (selalu ditulis dalam huruf kecil dan tanpa spasi) merupakan kolektif
seniman yang didirikan sejak tahun 2000 di Jakarta. ruangrupa ditunjuk sebagai
kurator untuk Documenta ke 15 (selanjutnya ditulis dengan documenta fifteen),
pameran seni kontemporer internasional dengan format biennale yang
diselenggarakan setiap lima tahun sekali. ruangrupa mengusung gagasan
“Lumbung” sebagai mekanisme untuk mengelola dan berbagi sumber daya
bersama. Dalam praktik kuratorialnya, ruangrupa menggunakan pendekatan
kolektif dengan berbagai metode seperti Majelis (ruang pertemuan untuk
merencanakan pameran bersama seniman) dan ruruHaus (ruang pertemuan untuk
terhubung dengan warga Kassel).
Penelitian ini fokus pada pembahasan mengenai praktik kuratorial yang dijalankan
secara kolektif oleh ruangrupa di documenta fifteen. Dua pokok pembahasan dalam
penelitian ini menitikberatkan pada dua persoalan. Pertama, bagaimana praktik
kuratorial kolektif ruangrupa dikembangkan dalam documenta fifteen melalui
mekanisme lumbung. Kedua, bagaimana resepsi kritis terhadap praktik kuratorial
kolektif ruangrupa di documenta fifteen tersebut, dengan tujuan untuk memperoleh
pemahaman baru mengenai Collective Curating sebagai perkembangan wacana
studi kuratorial.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah jenis penelitian
deskriptif kualitatif, yang menempatkan praktik kuratorial kolektif ruangrupa di
documenta fifteen sebagai objek kajiannya. Teori yang digunakan ialah Curatorial
Studies dan Seni Kolektif, untuk menganalisis praktik dari kurasi seni. Penelitian
ini menyoroti pula Critical Reception sebagai cara memahami penerimaan publik
terhadap praktik kurasi documenta fifteen. Analisis respon kritis tersebut
berdasarkan esai dari praktisi seni yang dipublikasikan di jurnal seni daring.
ii
Penelitian ini menyimpulkan bahwa praktik kuratorial yang dilakukan oleh
ruangrupa mengubah konsepsi kurator yang semula sebagai pusat kesadaran dan
gagasan yang otonom, menjadi praktik yang mendesentralisasikan agensi kurator
secara kolektif. Berdasarkan analisis dari respon kritis, desentralisasi terhadap
agensi kurator juga memiliki resiko terhadap pengawasan kurasi dan detail karya
yang dipamerkan. Desentralisasi agensi kurator bukanlah hal yang baru dalam
penyelenggaraan Documenta, karena pada edisi-edisi sebelumnya sudah dilakukan
dengan menggunakan strukturisasi Collective Curating. Namun patut dicatat bahwa
gagasan sebelumnya muncul dari pemikiran individu, sementara pada documenta
fifteen, ruangrupa bekerja sebagai kolektif seniman dengan nilai-nilai kolektif yang
sudah dipraktikkan sejak lama. Untuk itu, dapat dikatakan bahwa praktik kuratorial
kolektif yang dilakukan oleh kolektif seniman merupakan sesuatu yang baru bagi
sistem operasional Documenta dan gejala baru dalam studi kuratorial.