Kejadian banjir bandang yang terjadi secara tiba-tiba menyebabkan banyak
kerugian. Banjir bandang biasanya terjadi di daerah tangkapan air yang cenderung
kecil dengan luas kurang dari 1000 km2 yang disebabkan oleh curah hujan ekstrem.
Namun, dalam pengamatan dan pemantauan banjir bandang membutuhkan banyak
aspek, karena adanya keterbatasan spasial, tidak ada stasiun pengamatan
meteorologi yang berada di sekitar nya. Oleh karena itu diperlukan alternatif lain
untuk mengetahui satelit terbaik yang dapat mengidentifikasi curah hujan pada saat
kejadian banjir bandang, serta mengetahui informasi/karakteristik penting dari data
satelit yang berkaitan dengan banjir bandang.
Pada penelitian ini akan digunakan data Global Precipitation Measurement (GPM),
Global Satellite Mapping of Precipitation (GSMaP), dan beberapa data stasiun
pengamatan. Data tersebut kemudian diolah menggunakan metode distribusi
gumbel untuk mencari nilai periode ulang dan rasio perbandingannya dengan curah
hujan 1 harian, 2 harian, 5 harian, dan 10 harian. Data GPM dan GSMaP akan diuji
validitasnya menggunakan data stasiun pengamatan melalui hasil perbandingan
nilai rasio curah hujannya.
Hasil dari perhitungan perbandingan rasio nilai periode ulang dengan nilai curah
hujan masing-masing satelit adalah GPM dapat menunjukkan kejadian dengan
kategori hujan lebat lebih banyak pada curah hujan 1 harian, 2 harian, 5 harian, dan
10 harian dibandingkan dengan GSMaP. Selain itu, kejadian ekstrem saat terjadinya
banjir bandang yang teridentifikasi oleh GPM lebih banyak pada durasi waktu yang
lebih panjang. Dapat dilihat pada hasil jumlah kejadian hujan 10 harian, satelit
dapat menunjukkan jumlah yang lebih banyak pada kategori hujan lebat.